Perwakilan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Wilayah Morowali Utara, Katsaing, mengungkap bahwa pemerintah setempat tak turut andil dalam perjuangan mereka menghadapi PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI).
Berdasarkan penjelasan Katsaing, sejumlah karyawan PT GNI membentuk SPN guna memperjuangkan hak-hak normatif bruuh yang tidak dilaksanakan oleh pihak pengusaha. Serikat pekerja ini dibentuk pada 18 April dan mendapat Surat Keputusan (SK) dari DPP tiga hari setelahnya.
"Saat itu, kami mengajukan permohonan pencatatan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) kabupaten setempat. Setelah ada legalitas hukum dari Disnaker, kami menyampaikan kepada mitra kerjanya sesuai dengan amanat Konstitusi Undang-Undang 21, baik itu pelaksana dari Undang-Undang 1, yaitu Kepmen 16," kata Katsaing, saat diskusi di Indonesia Lawyers Club, Kamis (19/1/2023).
Baca Juga: Kasus Morowali Imbas dari Kebijakan 'Karpet Merah' oleh Pemerintah?
Pernyataan Katsaing merujuk pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor KEP.16/MEN/2021 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pasal 1 ayat 1 Kepmen tersebut menyebutkan, "Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya."
"Tapi manajemen PT GNI menolak kami. Mereka tidak menerima permintaan dari Serikat Pekerja karena yang mengajukan itu bukan karyawan," ujar dia.
Katsaing menjelaskan setelah SPN PT GNI terbentuk, perusahaan meminta karyawan yang tergabung dalam serikat ini menandatangani kontrak kerja baru. Sementara dalam kontrak tersebut, dinyatakan bahwa karyawan terkait masa kerjanya berakhir sebulan setelah penandatanganan kontrak.
"Jadi, pengurus ini kontraknya diputus setelah diketahui dia bagian dari pengurus serikat itu," jelas Katsaing.
Lebih lanjut, SPN PT GNI menempuh jalan birpatrit sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Namun, PT GNI kembali memberikan penolakan lantaran mereka tidak mengakui keberadaan SPN.
"Alasannya, kami tidak pamit ke manajemen PT GNI. Kedua, menggunakan [nama] SPN PT GNI. Padahal, semua perusahaan yang ada di dalam kawasan ini menggunakan nama itu juga," ungkapnya.
Padahal, bila mengacu pada KEP.16/MEN/2001, serikat pekerja baru memberi tahu pengusaha setelah pencatatan legalitas hukumnya telah keluar. Pernyataan ini merujuk pada Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, "Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah dibentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota berdasarkan domisili, untuk dicatat."
Artinya, apa yang dilakukan SPN PT GNI telah sesuai prosedur.
SPN PT GNI kemudian mengunjungi Disnaker setempat untuk meminta penjelasan apakah prosedur yang mereka lakukan sudah tepat menurut Undang-Undang.
Namun, pemerintah tidak hadir dalam momen tersebut.
"Padahal jika kami belum paham, tentu pemerintah ini yang harus memberikan pemahaman kepada kami, mana yang keliru, mana yang masih kurang," jelasnya. "Nah, persoalan-persoalan ini yang tidak diluruskan oleh pemerintah setempat, baik itu Dinasker Kabupaten Morowali maupun Disnaker Provinsi Sulawesi Tengah."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: