Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jangan Mitrakan Bisnis Jika Belum Siap dengan Hal Ini!

        Jangan Mitrakan Bisnis Jika Belum Siap dengan Hal Ini! Kredit Foto: Unsplash/Kal Visuals
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menjadikan sebuah usaha waralaba merupakan hal yang sangat menjanjikan untuk dijalankan di tengah berkembangnya usaha bisnis makanan dan minuman atau food and beverage (FnB). 

        Berkembangnya sebuah usaha FnB, lalu ditambah dengan dorongan media sosial yang membuat usaha tersebut sangat terkenal dalam waktu beberapa saat, membuat tak sedikit orang ingin menjadikan usahanya sebagai waralaba atau franchise

        Founder And Educator Foodiz Academy Rex Marindo menilai banyak faktor yang harus dijadikan acuan oleh para pengusaha FnB sebelum membuat usahanya dimitrakan atau di-franchise-kan. 

        Baca Juga: Bisnis Bancassurance Bank Muamalat Tumbuh Dua Digit

        "Bisnis memang kalau mau dimitrakan banyak indikatornya, jadi bukan hanya karena viral dijadikan indikator bisnis harus sudah dimitrakan atau di-franchise-kan tidak bisa seperti itu," ujar Rex dikutip dari akun YouTube Foodizz Channel, Minggu (22/1/2023). 

        Adapun, untuk dapat memulai bisnis franchise, salah satu hal yang penting adalah dengan membangun bisnis model yang sudah siap dalam melaksanakan kemitraan. 

        "Artinya, jangan sampai kita tidak punya bisnis model yang firm sejak awal dan tiba-tiba brand kita viral dan banyak yang minta dan kita kasih. Padahal ternyata tidak cocok, misalnya dari struktur harga tidak cocok, kemudian hogs, HPP, dan juga ketersediaan bahan baku tidak cocok, jadi satu bisnis model harus dan siap untuk dimitrakan," ujarnya. 

        Faktor yang tak kalah penting adalah harus mempunyai finansial model. Dalam hal ini, usia bisnis tersebut yang bisa dikatakan terbukti bisa menghasilkan atau bertahan cukup lama sebelum melakukan kemitraan. 

        Selanjutnya adalah Tax, Legal, dan Regulasi. Masalah urusan pajak, legalitas dan regulasi pemerintah setempat itu sangat penting untuk menjalankan bisnis kuliner.

        "Jangan sampai kemitraan tapi kalian belum compile dengan aturan atau misalnya belum bayar tax. Ini belum saatnya bisnis itu dimitrakan. Apalagi ternyata misalnya kalau kita sudah compile dengan masalah tax, legal, dan regulasi ini banyak banget problem yang akan dihadapi, mulai dari SDM yang belum bayar UMK, ini gimana bisnis bisa dimitrakan kalau belum siap dengan hal seperti ini?" ucapnya. 

        Faktor keempat adalah operasional yang menjadi salah satu kunci penting. Ketika ingin memitrakan usaha, pebisnis harus memastikan SOP dan SOC sudah siap. Bukan hanya siap dengan dokumen, tetapi harus ada video yang nantinya diunggah ke learning manajemen sistem untuk dapat dipelajari oleh semua mitra. 

        Kelima adalah marketing, branding, dan sosial media. Dengan kata lain, jangan artikan viral itu bisa, karena itu belum tentu dapat membangun kekuatan branding sosial media yang kuat.

        Baca Juga: Tawarkan Konsep Waralaba, Profesional Gym Cafe & Resto Hadir di Bandung

        "Kalau cuma satu dua kali semua orang mungkin saja bisa melakukanya dengan ilmu yang tepat, tetapi bisa menjaga konsistensi bertahun-tahun branding-nya bagus, sosial medianya jago, kemudian value brand-nya dibangun ini satu hal yang penting. Pertanyaanya simple, kalian punya tim atau tidak, punya organisasi atau tidak, di mana marketing, branding, dan sosial media ini sudah siap untuk dengan bisnis kemitraan, artinya bukan ngurusin cabang sendiri. Misalnya stay di Jakarta, gimana nanti yang di Bali, yang di Makassar, yang di Irian Jaya, bagaimana aktivtasnya," ucapnya.

        Kemudian yang keenam adalah finance and accounting. Proses ini lebih kompleks, di mana seseorang harus sudah tahu dan mempersiapkan seperti apa flow dana finance akuntansinya.

        "Bagaimana mitra memberikan reporting, bagaimana mitra mengontrol ininya, kemudian bagaimana kita harus memproses dan menjaga cashflow manajemennya," ungkapnya. 

        Selanjutnya yang ketujuh adalah supply chain management. Pertimbangkan perhitungan cost-nya, sudah dihitung belum margin bahan bakuhya berapa, apakah bisnis akan menggunakan third party logistik atau fourth party logistik company.

        Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: Trudy Cathy White, Pewaris Waralaba Raksasa Amerika, Seorang Misionaris yang Sangat Taat Kepada Tuhannya

        "Kalau istilah ini saja kalian belum paham ini sudah pasti belum siap untuk dimitrakan. Ini kompleks, walaupun terlihat mudah untuk jualan, tapi jangan salah, banyak sekali indikator yang harus diperhatikan. Supply chain management ini nanti sangat berpengaruh di harga jual, impact-nya ke gross profit-nya, net profit. jadi jangan berpikir bahwa ketika kita punya cabang net profit kita 25 persen, mitra akan mendapatkan hal yang sam. Karena dia ada margin bahan baku, ada cost distribusi, ada cost gudang," jelas Rex. 

        Faktor lainnya adalah people management. Rex menjelaskan punya banyak cabang itu asik, tapi pebisnis harus bisa mengontrol, menstandardisasi, memberikan training, dan membentuk kultur budaya yang sama untuk setiap orang.

        "Bagaimana kita memastikan bahwa setiap cabang bisa senyum, ini kalian juga harus punya tim yang kuat untuk membangun people management ini, salah satu kuncinya adalah learning management system untuk membangun standaridsasi training yang tepat untuk orang-orang ataupun untuk rekrutmen yang memang punya standar yang bagus yang sudah kita deliver untuk mitra," katanya.

        Kemudian salah satu yang wajib ada adalah learning management system. Pasalnya, dengan itu maka biaya akan turun jauh sehingga akan membuat bisnis tetap sangat menguntungkan.

        "Karena biaya bisnis kemitraan ini kalau kita mau mengelola ya SDM, SOP lain-lain kirim trainer ke 50 cabang harus punya cost berapa? Tapi dengan learning management sistem semua cost ini bisa di-reduce. Jam 8 pagi semua harus training nonton SOP a, b, c, d kemudian nonton up selling, cros selling, strateginya seperti apa untuk seluruh karyawan kita. Bisa? karena punya learning managemen sistem," ujar Rex. 

        Faktor kesepuluh adalah partner for mitra, pebisnis harus mempunyai tim untuk menjadi mentor, partner mitra. Hal ini karena bisnis FnB lebih kompleks.

        Pasalnya, setiap lokal menyajikan tantangan sendiri. Ada kompetisi lokal, ada budaya masyarakat yang berbeda, ada perilaku segmen pasar yang berbeda dan ini butuh untuk terus diedukasi.

        "Ketika kalian asik punya 50 cabang, pertanyaanya apakah Anda sudah punya mentornya, apa sudah punya advisor agar konsultannya yang memang dikhususkan untuk mitra? Tapi jangan khawatir, banyak mentor-mentor yang bisa di-hire untuk menjadi partner-nya mitra, jadi jangan dikerjakan sendiri karena kalian akan fokus ke pertumbuhan dan harus ada bagian service yang khusus untuk menjadi partner-nya mitra," ujarnya. 

        Kesebelas adalah brand value atau brand posisioning. Pebisnis harus bisa membangun waralaba dengan mengandalkan value.

        Baca Juga: Pengelola Starbucks Indonesia Tanda Tangani MoU dengan The Grand Outlet Karawang

        "Seperti apa value itu? Contoh misalnya kita bicara Starbucks, apakah kopinya yang paling enak? Apakah dia punya makanan berat seperti nasi goreng dan lain-lain? Enggak ada, tapi kenapa ke mana-mana kita pergi ke Starbucks orang tetap datang? Karena dia punya value bahwa Starbucks adalah tempat antara rumah dan kantor, di mana kalau kita mencari satu kegiatan, misalnya meeting, diskusi, ngobrol yang memang sudah piece of mind perginya ke Starbucks, value ini penting sekali apalagi bisnis yang skill dan mengandalkan kemitraan dalam proses pengembanganya," ucapnya. 

        Kemudian, multi chanel sales yang artinya mitra hanya tergantung berjualan pada offline, dine in, atau tergantung pada delivery online. Pebisnis harus membangun multi channel di pusat untuk kemudian bisa digunakan di banyak cabang mitra-mitra.

        Selanjutnya adalah adaptasi teknologi yang paling simple harus memiliki ERP (Enterprise Resources Planning) yang merupakan semacam software yang bisa end to end mulai dari HPP, bahan baku, pembayaran, pos, analitik, sampai CRM-nya wajib dipakai ini akan mengurangi biaya yang sangat mudah dan memudahkan untuk mengontrol.  

        "Kemudian teknologi close look marketplace misalnya orang mau belanja, mitra ada seribu, mau belanjanya bagaimana? Mau pakai excel? Enggak mungkin dong pakai excel harus make teknologi yang namanya close look marketplace, teknologi seperti atur kuliner," papar Rex. 

        Baca Juga: Tak Puas Hanya Investasi di Pengelola Starbucks Indonesia, General Atlantic Masuk ke Perusahaan Milik Konglomerat Bambang Sutianto

        Faktor yang juga harus ada adalah proses inovasi, dimana bisnis kemitraan inovasi itu menjadi kunci penting, baik inovasi produk, inovasi teknologi, inovasi kegiatan, inovasi terkait dengan program.

        "Untuk memastikan bisnis kita tetap berjalan, jadi apa yang sukses hari ini, apa produk yang viral hari ini tidak ada jaminan 3 bulan-6 bulan lagi masih viral, artinya kita harus terus menciptakan hal-hal seperti itu," jelasnya. 

        Faktor kelimabelas adalah internal dan eksternal audit yang merupakan hal wajib, baik untuk finance maupun marketing, seperti mistery shoper harus dijalankan. 

        "Ini juga terkait dengan team back office sudah punya belum timnya? Atau bisa juga di-outsource, intinya harus miliki ini untuk membuat kontrol setelah kita menerapkan teknologi LMS tetap perlu ada kontrol secara lapangan ataupun online," ungkapnya. 

        Kemudian adalah finansial dan operation, jika dilihat secara sederhana, sebelum membentuk waralaba harus sudah memastikan terkait payback period yang sudah terjadi dalam waktu berapa lama. 

        "Anda pasti lagi cari duit saja itu, kenapa? Karena kesempatan toh pasti, karena bisnis mitra ini menarik menghasilkan cukup banyak uang. Tapi bukan begitu cara berbisnis buktikan dulu dengan satu, dua, tiga outlet Anda memang bisa menguntungkan sebagai bisnis baru itu risikonya lebih terukur, tentu tidak ada jaminan kemudian mitranya membuka di mana akan menguntungkan, tapi setidaknya kita ngejual sesuatu yang sudah proved jadi kalau belum punya proven ya jangan dimulai," ucapnya. 

        Selanjutnya, audited financial report. "Misalnya 8 bulan sudah menguntungkan, jadi itu akan memperkuat lagi authority bisnis kita, bahwa bisnis kita sudah proven," jelasnya. 

        Faktor lainnya adalah intelektual properti. Jangan sampai sudah memberikan kemitraan ternyata intelektual properti atau HAKI itu punya orang lain.

        "Atau KI-nya punya tapi kelasnya salah, bagaimana? Anda bisa mendapatkan komplain yang sangat besar dari mitra-mitra jadi pastikan dulu Anda sudah punya kekayaan intelektual atau HAKI dan kelasnya tepat, artinya  jualan gerobak sama jualan outlet itu kelasnya beda," ucapnya.

        Baca Juga: Peduli Lingkungan hingga Ekspansi Bisnis, ACES Mengawali Tahun dengan Semangat Baru! 

        Kesembilan belas adalah bisnis proses untuk mitra, mulai dari mengelola outlet, membuat laporan, kemudian mengelola karyawan. Harus ada bisnis proses yang tertulis, terdokumentasi, divideokan yang harus dijalankan, di-training-kan, dan dikontrol di mitranya. 

        "Keduapuluh, growth oportunity, mitra ini punya kesempatan atau engga untuk growth? Atau buka satu selesai? Artinya ada dua hal, yang pertama kita memilih mitranya sembarangan atau mereka bukan orang yang tipenya mau growth atau yang keduanya Andanya yang bermasalah karena enggak kepikiran mau growth-nya gimana," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: