Nasdem Tak Bisa Semena-mena dengan Demokrat, Jika Koalisi Perubahan Tak Terbentuk Mimpi Anies Baswedan Menjadi Presiden Bakal Musnah
Meskipun Partai Nasdem adalah partai pertama yang mengusung Anies Baswedan menjadi bakal calon presiden, partai ini tetap tidak bisa semena-mena apalagi mengancam Partai Demokrat.
Sebelumnya, Nasdem telah menegaskan tidak ingin melanjutkan komunikasi dengan Demokrat jika ingin tetap mendorong Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres.
Menurut Analis politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Firdaus Muhammad, langkah Nasdem ini memperlihatkan bahwa koalisinya dengan Demokrat dan PKS itu belum terbangun secara baik.
Baca Juga: Tak Macam Jokowi, Anies Baswedan Sudah Biasa Ogah-ogahan Saat Dijabat Masyarakat: Aslinya Ya Begitu
"Jadi antara Nasdem, Demokrat, dan PKS itu belum clear sehingga mereka belum deklarasi karena masing-masing mereka ada tarik menarik," kata Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UINAM ini.
"Okelah, Nasdem usung Anies, tetapi Demokrat dapat apa, PKS dapat apa, itulah yang mengakibatkan belum ada deklarasi Koalisi Perubahan itu. Nah, apalagi kalau sudah ada kata mengancam itu justru meretakkan koalisi. Jadi ini tidak bisa, Nasdem itu membutuhkan Demokrat untuk PKS. Nasdem itu mengantongi Anies, dia itu tidak bisa sendiri, jadi kalau tidak dengan Demokrat siapa," tambah Firdaus.
Menurutnya, kalau soal AHY itu bisa dibicarakan, karena AHY itu sudah cocok untuk realistis.
Kalau Demokrat mendorong AHY untuk cawapres, kenapa Nasdem menolak padahal Nasdem minta koalisi dengan Demokrat, namun tidak mau memberikan kue politik kepada Demokrat.
"Jadi justru gaya komunikasinya harus merayu karena kalau mengancam, Demokrat semakin beralasan akan lari ke koalisi lain. Siapa yang cegah kalau misalnya Golkar, Ridwan Kamil, pasangan AHY. Kan, bisa saja mewacanakan itu," tutur lulusan doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Anies kalau ditinggalkan Demokrat dan PKS, tentu tidak bisa maju di pilpres. Sehingga, Nasdem perlu intens berkomunikasi agar ada titik temu dengan Demokrat. Tidak dengan mengancam.
"Jadi itu saya kira pola komunikasi yang harus diperhatikan. Justru harus intens berbagi, cari titik temunya jangan sampai Demokrat justru renggang dan Nasdem dapat apa. Siapa coba yang agak potensial, Nasdem dengan Golkar tunggu dulu, apalagi dengan PDIP agak jauh," tuturnya.
Justru kalkulasinya adalah Nasdem, Demokrat, dan PKS karena dianggap partai oposisi. Bahkan Nasdem itu justru partai pemerintah yang keluar dari koalisi, meskipun tidak menyatakan keluar karena membuat poros baru sehingga ikatannya dengan pemerintah itu tidak terlalu kuat.
"Koalisi pemerintah, Nasdem justru berada di oposisi, cenderung ke oposisi. Makanya dia lebih dekat dengan Demokrat dan PKS. Kapan Demokrat lepas semakin kesulitan Nasdem. Anies juga, kan, belum posisi aman. Justru termasuk Nasdem harus hati-hati menjual Anies meskipun marketable, produk yang bagus kalau salah jual, cara pemasarannya tidak bagus, bisa tidak laku," ulas Firdaus.
"Itu bahasa komunikasi yang lagi-lagi tidak tepat. Jadi pemilihan diksi itu juga tidak tepat orang membaca, 'Ternyata Anda belum percaya diri mencari yang kuat'. Kemudian siapa yang mau berteman dengan Anda," tambah Firdaus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty