Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Amerika Masih Ogah-ogahan Bereskan Masalah Israel-Palestina, Buktinya Terpampang Nyata

        Amerika Masih Ogah-ogahan Bereskan Masalah Israel-Palestina, Buktinya Terpampang Nyata Kredit Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
        Warta Ekonomi, Washington -

        Kunjungan dua hari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken ke Israel dan wilayah pendudukan Tepi Barat pada Selasa (31/1/2023) telah selesai.

        Blinken, yang berbicara kepada wartawan sebelum kembali ke AS, mengatakan, Israel dan Palestina telah menyuarakan kesiapan untuk memulihkan ketenangan.

        Baca Juga: Kacau Nih, Artefak di Situs Arkeologi Palestina Dimaling Israel

        Blinken juga telah menginstruksikan dua pejabat senior untuk tetap berada di wilayah tersebut. Blinken menegaskan kembali dukungan AS untuk solusi dua negara, yaitu mendirikan negara Palestina bersama Israel di bawah penyelesaian perdamaian akhir.

        "Memulihkan ketenangan adalah tugas utama kita. Tapi dalam jangka panjang, kita harus melakukan lebih dari sekadar menurunkan ketegangan," kata Blinken.

        Pernyataan Blinken adalah pesan klasik yang kerap diungkapkan oleh pejabat pemerintah AS. Berdasarkan pengalaman para pejabat dan pemimpin AS terdahulu, tidak ada yang berhasil merealisasikan dialog untuk mencapai solusi damai.

        Blinken tidak memberikan perincian tentang langkah untuk mempromosikan tujuan jangka pendeknya atau visi jangka panjangnya. Dalam jangka pendek, Blinken harus bersaing dengan pemerintah sayap kanan Israel yang menentang konsesi terhadap Palestina dan mengesampingkan kemerdekaan Palestina.

        Pemerintahan Netanyahu berencana meningkatkan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Tentara Israel diperintahkan untuk menghancurkan rumah keluarga penyerang, serta puluhan rumah warga Palestina yang dibangun tanpa izin.

        Warga Palestina mengatakan, otoritas Israel tidak pernah mengeluarkan izin bangunan untuk Palestina. Mereka justru mempermudah izin bagi pemukim Yahudi Israel. Sekitar 700.000 pemukim Israel sekarang tinggal di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem timur. Kedua wilayah ini direbut oleh Israel dari Palestina pada 1967.

        Blinken mengatakan, Washington menentang langkah apapun yang dapat mengecilkan harapan terciptanya solusi dua negara, termasuk pembangunan pemukiman yang dibangun di atas tanah Palestina. 

        Tapi dia tidak memberikan indikasi tentang bagaimana AS akan merespons jika Israel terus memperluas permukiman Yahudi. Blinken mengulangi kalimat lama tentang komitmen AS terhadap keamanan Israel dan "nilai bersama" antar negara.

        Menjelang kedatangan Blinken, Kabinet Netanyahu menyetujui sejumlah hukuman terhadap warga Palestina sebagai tanggapan atas penembakan di Yerusalem timur akhir pekan lalu, termasuk serangan yang menewaskan tujuh orang di luar sinagoga di pemukiman Yahudi.

        Seorang analis senior di lembaga think tank Palestina Al Shabaka, Yara Hawari, mengatakan, ekspektasi Palestina untuk kunjungan Blinken rendah sejak awal. Menurutnya, Blinken telah menyampaikan pesan usang yang memanjakan Israel.

        "Ini kunjungan buku teks. AS bukan perantara yang jujur dalam situasi ini, jadi saya tidak mengerti bagaimana hal itu bisa membawa apa pun ke meja yang benar-benar akan membawa kita menuju pencapaian hak-hak fundamental Palestina," kata Hawari.

        Sementara itu, mantan duta besar Israel untuk Washington, Michael Oren, mengatakan, penyebab kegagalan perdamaian terletak pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang dipandang lemah, korup, dan semakin otoriter setelah hampir 20 tahun menjabat.

        "Saya pikir pemerintahan ini memahami bahwa tidak ada orang yang benar-benar dapat diajak bekerja sama di pihak Palestina. Mereka memiliki masalah lain untuk ditangani," ujarnya.

        Kurangnya kepercayaan menjadi salah satu dari banyak alasan pengulangan kegagalan AS untuk mendamaikan Israel Palestina, sejak perjanjian interim Oslo yang bersejarah 30 tahun lalu. 

        Selama beberapa dekade, pemerintahan Clinton, Bush, Obama, dan Trump telah mencoba rencana perdamaian Timur Tengah untuk menghentikan pecahnya kekerasan. Namun sejauh ini belum ada yang berhasil.

        Pemerintahan Presiden AS Joe Biden saat ini fokus untuk menangani perang Rusia Ukraina, dan persaingan dengan China di Indo Pasifik. Pemerintahan Biden tampaknya memiliki sedikit keinginan untuk mengarungi misi perdamaian antara Israel Palestina, yang pasti akan gagal.

        Aaron David Miller, yang menjabat sebagai penasihat pemerintah selama lebih dari dua dekade, menyatakan, dia yakin diplomat AS telah mencapai kesimpulan terbaik yang dapat mereka lakukan untuk mengendalikan ketegangan.

        "Mereka mencoba untuk mencegah ledakan, tetapi mereka belum menemukan cara untuk melakukannya," kata Miller, yang sekarang menjadi rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace.

        Bagi warga Palestina, selalu ada satu hal yang konstan di sepanjang upaya perdamaian yang gagal, yaitu keengganan AS untuk menekan Israel. 

        Mereka mengatakan, tanpa tekanan ini, Israel sebagai penjajah, memegang semua kartu dan tidak memiliki insentif untuk membuat konsesi.

        Amerika Serikat telah berkonfrontasi dengan Israel beberapa kali, termasuk perlambatan pembangunan pemukiman  di bawah pemerintahan mantan presiden Barack Obama. Namun kebijakan ini tidak berkelanjutan.

        Contoh-contoh ini mencapai sedikit kemajuan dan berakhir dengan pertengkaran publik yang pahit.  Dan ketika orang-orang Palestina berpaling ke PBB dan organisasi internasional lainnya, AS justru memblokir mereka.

        Seorang pemimpin Fatah, Mahmoud Al-Aloul, mengatakan, kepemimpinan Palestina tidak lagi memiliki kepercayaan atau harapan pada kebijakan Amerika karena dianggap hanya peduli untuk melindungi dan mendukung pendudukan Israel. Dia menambahkan bahwa kunjungan Blinken dilakukan setelah warga Palestina memutuskan untuk menghadapi kejahatan dan serangan Israel yang meningkat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: