Upaya Pemerintah yang menerjunkan tim SAR untuk mencari korban selamat akibat gempa bumi besar yang menggoyang Turki dan Suriah, dianggap belum cukup. Rakyat Turki marah dan menuding Presiden Recep Tayyip Erdogan lamban menangani para korban gempa.
Para ahli khawatir, jumlah korban akan semakin meningkat. Apalagi hawa dingin yang saat ini melanda, menghambat pencarian ribuan orang yang masih tertimpa bangunan. Korban juga terancam karena terbatasnya makan dan minuman.
Baca Juga: Pakar Swiss Bilang Bukan Kebetulan, Fakta-fakta Gempa Turki dan Patahan Anatolia Timur Dibongkar
“Tim penyelamat mencari korban selamat di lokasi bangunan yang runtuh dalam kegelapan di Kota Adiyaman dengan suhu di bawah titik beku,” kata lembaga Penyiaran Turki dikutip Reuters.
Tak hanya menelan korban jiwa, gempa menyebabkan sekitar 6.000 hingga 7.000 bangunan runtuh, termasuk apartemen.
Menurut salah satu pejabat Turki, sekitar 13,5 juta orang terkena dampak gempa yang membentang sekitar 450 km, mulai dari Adana di barat hingga Diyarbakir di timur.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dituding terlambat memberikan bantuan terhadap korban gempa. Ini akan menjadi kesan buruk di tengah pesiapan pemilihan presiden yang akan digelar pada 14 Mei mendatang.
Seorang pejabat Turki mengatakan kepada Reuters, hal itu membuat masyarakat marah.
“Dengan kemarahan yang membara atas keterlambatan pengiriman bantuan dan upaya penyelamatan yang sedang berlangsung, bencana tersebut kemungkinan besar akan mempengaruhi pemungutan suara jika terus berlanjut,” kata pejabat itu.
Bencana ini datang saat ekonomi Turki sedang tidak baik-baik saja. Inflasi masih tinggi, 57,7 persen.
“Jika ada salah penanganan dalam upaya penyelamatan, masyarakat akan frustrasi dan akan ada reaksi pergolakan,” ujar pendiri Cribstone Strategic Macro, Mike Harris, dikutip dari CNBC International.
“Masalah lainnya adalah gedung-gedung yang telah runtuh. Sejauh ini dibangun di bawah kode baru dan pihak berwenang tidak memberlakukan wajib peraturan itu. Ini pukulan serius bagi Erdogan sehingga ia kehilangan kendali atas narasinya,” lanjut Harris.
Kisah pilu juga datang dari Suriah utara.
“Kami menemukan bibi saya, tapi tanpa paman saya,” kata Rania Zaboubi, seorang pengungsi Suriah yang kehilangan delapan anggota keluarganya, dikutip dari AFP.
“Situasinya sangat buruk. Dan tidak ada bantuan,” kata warga lainnya, Ibrahim Khalil.
Baca Juga: Nyatakan Solidaritas buat Turkiye dan Suriah di Hadapan Erdogan, Ini Kata Emir Qatar
Salah seorang korban gempa di Suriah, juga mengungkapkan, anak-anak yang selamat membutuhkan perlengkapan musim dingin dan makanan.
Menurutnya, warga tidak dapat tidur karena dinginnya cuaca di wilayah tersebut. Padahal, ratusan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal, di tengah suhu dingin yang menusuk tulang.
Penampungan darurat seperti area parkir supermarket, masjid, pinggir jalan atau di tengah reruntuhan, sangat membutuhkan makanan, air, dan pemanas.
Gempa dahsyat itu terjadi Senin (6/2/2023). Survei Geologi Amerika Serikat (AS) mengatakan, gempa berkekuatan 7,8 terjadi pukul 04:17 waktu setempat (01:17 GMT) di kedalaman 17,9 km di lokasi 26 kilometer sebelah timur kota Nurdagi, Provinsi Gaziantep, Turki.
Gempa kedua, dipicu yang pertama berkekuatan M 7,5, dan pusat gempa berada di distrik Elbistan di Provinsi Kahramanmaras, dangkal juga di kedalaman 10 km.
Survei Geologi AS mencatat, setidaknya 100 gempa susulan terjadi tak lama setelah gempa pertama.
Dikutip dari BBC International, gempa tersebut disebabkan aktivitas Anatolian Plate (Lempeng Anatolia).
Tak hanya terasa di Suriah, gempa juga menggoyang Mesir, Lebanon, Yordania, Yunani. Bahkan memicu peringatan tsunami di Italia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: