Ketua Badan Pengawas Periklanan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP–P3I) Susilo Dwi Hatmanto angkat bicara soal iklan yang mengandung unsur persaingan usaha yang dimuat oleh sebuah perusahaan baru-baru ini.
Untuk itu, BPP siap melakukan penyelidikan terkait hal tersebut. Dia juga meminta para pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dengan keberadaan iklan tersebut diminta untuk segera menyampaikan pengaduannya agar bisa ditindaklanjuti.
Susilo mengatakan semua iklan itu harus jelas dan bukan berpura-pura menjadi artikel yang tiba-tiba sebenarnya iklan. Menurutnya, jika itu bentuknya tulisan atau artikel, harus tertulis jelas bahwa ada keterangan itu adalah artikel komersial.
“Itu syarat yang utama. Jadi jelas, identitas pengiklannya sebenarnya siapa. Kalau dari segi bahasa, ya pasti enggak boleh ada pelanggaran aturan yang ada di Etika Pariwara Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, iklan atau pariwara itu juga tidak boleh ada kecenderungan menjelek-jelekkan produk pesaingnya.
Kata Susilo, hal itu jelas disebutkan dalam pasal 1.20 peraturan Etika Pariwara Indonesia (EPI) bahwa iklan itu tidak boleh merendahkan produk pesaing.“Sebenarnya, kalau mau melakukan perlawanan, ya lakukan dengan data,” tukasnya.
Baru-baru ini sebuah media online nasional memuat iklan advertorial yang isinya menggambarkan unsur persaingan usaha tidak sehat yang mendiskreditkan produk pihak lain. Di bawah advertorial itu dengan jelas tertulis “artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan salah satu brand perusahaan air minum kemasan”.
Advertorial berjudul “Bagaimana Melindungi Ibu dan Anak dari Bahaya AMDK Tercemar Senyawa BPA?” ini berbentuk berita dengan menyertakan narasumber di dalamnya yang bertujuan untuk menjatuhkan produk pihak lain yang sejenis dengan produksi pemasang iklan.
Namun, belakangan tulisan “artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan brand tersebut” tiba-tiba dicabut, tetapi artikelnya tidak.
Saat dimintai tanggapannya terkait kasus ini, Susilo langsung mengatakan bahwa iklan tersebut ada indikasi mengandung unsur persaingan usaha di dalamnya.
“Iklan seperti ini jelas tidak boleh dan tidak sesuai dengan etika pariwara Indonesia. Apalagi dengan dicabutnya tulisan kerja samanya, itu makin ketahuan bahwa niatnya memang ingin menjatuhkan produk pesaingnya,” katanya.
Dia merujuk pada pasal 2.29 peraturan EPI yang menyebutkan iklan itu tidak boleh disembunyikan atau disamarkan sehingga khalayak dimungkinkan untuk secara jelas mengidentifikasikannya sebagai iklan. Bahkan dalam pasal 2.31 EPI disebutkan juga bahwa iklan tidak boleh disamarkan dan harus jelas tampil sebagai iklan, bukan program atau berita.
Susilo mengatakan akan mengusut kasus ini lebih lanjut. Karena, kalau dibiarkan, menurutnya, bisa saja industri lain juga mengikuti cara-cara seperti ini. “Takutnya gerakan yang sama akan diikuti industri lain yang ingin menjatuhkan pesaingnya. Itu kan bahaya ya, bisa membuat bisnisnya jadi enggak karu-karuan,” tukasnya.
Hal senada juga disampaikan Sekjen P3I, Hery Margono. Dia juga menyampaikan bahwa iklan itu tidak boleh mengandung unsur persaingan usaha di dalamnya. “Kalau menjelekkan produk lain enggak boleh. Itu ada aturannya dalam Etika Pariwara Indonesia,” ucapnya.
Dia mengatakan Etika Pariwara Indonesia itu memiliki tiga azas. Pertama, iklan itu harus jujur, harus benar dan bertanggung jawab. Kedua, bersaing secara sehat, tidak boleh superlatif dan merendahkan produk lain. Ketiga adalah harus menghargai aturan undang-undang dan tidak boleh merendahkan golongan.
“Jika ketiga azas ini dilanggar, kami mengimbau agar iklan itu dihentikan dan tidak ditayangkan lagi,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: