Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cara Muhammadiyah Menentukan Hilal Dikritik Pakar BRIN: Itu yang Saya Bilang Sudah Usang

        Cara Muhammadiyah Menentukan Hilal Dikritik Pakar BRIN: Itu yang Saya Bilang Sudah Usang Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kriteria Wujudul Hilal yang dipedomani Muhammadiyah dalam menetapkan kalender Islam sudah usang karena mirip dengan pendekatan geosentris, yang menanggap Bumi sebagai pusat tata surya.

        Kritik ini disampaikan oleh Thomas Djamaludin, pakar astronomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang juga mantan Kepala Lapan.

        Wujudul Hilal, kata dia, tidak mungkin dilihat jika itu dekat ufuk. Ketika matahari mendahului bulan atau terbenam lebih dahulu dibandingkan dengan matahari itu disebut wujudul hilal.

        "Nah ini sesungguhnya teori geosentrik, bumi sebagai pusat dan bulan itu mengelilingi bumi. Itu yang kemudian saya sebut teori usang," kata dia, Kamis (16/3/20230.

        Dalam sebuah tulisan di blog pribadinya yang terbit pada Mei 2012 silam, Thomas sudah menjelaskan soal kritiknya terhadap Muhammadiyah ini.

        Ia mengatakan konsep bulan mengejar matahari atau matahari mengejar bulan menjadi dasar pemikiran Wujudul Hilal.

        "Seolah matahari dan bulan berkejaran di orbitnya mengelilingi bumi seperti dalam faham geosentrik," terang dia.

        Sebelumnya Thomas juga mengatakan bahwa sangat sukar Indonesia menyusun satu kalender Islam yang bisa digunakan bersama.

        Alasannya karena otoritas masih berada di tangan ormas-ormas Islam dan kriteria yang digunakan juga berbeda satu dengan yang lainnya.

        "Di Indonesia tak akan terwujud kalau otoritasnya masih ormas dan kriterianya masih beda-beda," kata Thomas.

        Kriteria penentuan Bulan Kamariah di Indonesia berbeda antara Muhammadiyah yang menggunakan Wujudul Hilal dan Nahdlatul Ulama serta Persis yang menggunakan Imkan Rukyat.

        Kementerian Agama telah menggunakan kriteria baru yang disepakati Menteri-menteri Agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dengan kriteria posisi bulan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Imkan Rukyat yang digunakan sejumlah organisasi Islam disebut sama dengan kriteria MABIMS.

        Sementara kriteria Wujudul Hilal, bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, pada saat Matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: