Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mahfud MD Mulai Sibuk Mengurus Heboh Rp300 Triliun di Kementerian Keuangan

        Mahfud MD Mulai Sibuk Mengurus Heboh Rp300 Triliun di Kementerian Keuangan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menko Polhukam Mahfud MD dibuat makin sibuk setelah kehebohan Transaksi mencurigakan Rp300 Triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

        Mahfud diketahui melakukan rapat dengan banyak pihak. Kemarin, dia rapat dengan Menkeu Sri Mulyani dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Jumat nanti, Mahfud harus rapat dengan Komisi III DPR.

        Awalnya, kemarin Mahfud akan rapat dengan Komisi III DPR di Senayan untuk membahas urusan duit tersebut. Namun, rapat itu batal karena surat dari Pimpinan DPR kepada Kemenko Polhukam belum diteken. Rapat kemudian diundur menjadi Jumat (24/3).

        Meski begitu, Mahfud tidak bisa santai. Mahfud memanggil Sri Mulyani dan Ivan ke kantornya untuk rapat masalah tersebut.

        Ivan Yustiavandana tiba di Kantor Kemenko Polhukam sekitar pukul 13.24 WIB. Dia datang dengan menenteng tas kecil di tangan kirinya. Tak ada kata-kata yang disampaikan Ivan kepada awak media. Dia langsung memasuki Gedung Kemenko Polhukam.

        Baca Juga: Bikin Rakyat Tersiksa, Said Didu Minta Petugas Ditjen Pajak dan Bea Cukai yang 'Bermain' dengan Wajib Pajak Harus Dihukum Berat!

        Berselang 15 menit kemudian, giliran Sri Mulyani datang menyusul. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini terlihat menenteng buku hitam dan beberapa dokumen di tangannya.

        Sebelum masuk ke Gedung Kemenko Polhukam, Sri Mul sempat menyapa para awak media, "Siang!" singkatnya. Namun, dia tidak memberi komentar soal maksud kedatangannya dan langsung memasuki ruang pertemuan.

        Sekitar 90 menit kemudian, Mahfud menggelar konferensi pers bersama Sri Mul dan Ivan. Mahfud jadi orang pertama yang menyampaikan hasil rapat tersebut.

        Mahfud mengatakan, dalam pertemuan kali ini, pihaknya membahas soal Laporan Hasil Analisa (LHA) PPATK tentang temuan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di kalangan pejabat Kemenkeu. Aliran uang itu disebutnya bukan hasil korupsi, melainkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

        "Saya sebut waktu itu Rp 300 triliun, setelah diteliti lagi transaksi mencurigakan itu ya lebih dari itu. Rp 349 triliun, mencurigakan," ucap Mahfud.

        Ia lalu menjelaskan yang dimaksud TPPU dan ruang lingkupnya. Antara lain, kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarga pelaku dan kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun tidak bergerak atas nama pihak lain. Selain itu, membentuk perusahan cangkang untuk mengelola hasil kejahatan, sebagai upaya agar keuntungan operasional perusahaan itu menjadi sah. Pola pencucian uang juga kerap menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan dan menyembunyikannya ke dalam safe deposit box.

        Mahfud menegaskan, temuan PPATK terkait transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu tidak selalu berkaitan dengan anak buah Sri Mulyani. Sebab, praktik tersebut kerap melibatkan orang-orang di luar Kemenkeu. "Jadi jangan berasumsi bahwa Kementerian Keuangan korupsi Rp 349 triliun," jelasnya.

        Kendati demikian, Mahfud menyatakan, pihaknya dan Kemenkeu sepakat untuk melanjutkan dan menyelesaikan semua LHA yang dilakukan PPATK dan diduga sebagai tindak pidana pencucian uang. Baik yang menyangkut pegawai di lingkungan Kemenkeu maupun pihak lain.

        Jika diperoleh bukti yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, temuan itu akan diserahkan kepada aparat penegak hukum. Mulai dari Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK.

        Khusus soal LHA terkait pencucian uang, kata Mahfud, bakal ditindaklanjuti oleh Kemenkeu sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang pajak dan kepabeanan. Sebab, memberantas korupsi itu lebih gampang karena tolak ukurnya jelas. Seperti memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, dan merugikan negara. Namun, memberantas pencucian uang butuh kerja ekstra.

        "Kita buat Undang-Undang TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) itu dalam rangka itu, mencari yang lebih besar dari korupsi. Sebenarnya bisa lebih besar kalau diburu, bisa lebih besar dari hasil pidana korupsi pokoknya," pungkas Mahfud.

        Beres Mahfud, guliran Sri Mulyani yang bicara. Dia memastikan, Kemenkeu bersama PPATK dan Mahfud sebagai Ketua Tim TPPU, memiliki komitmen yang sama untuk memerangi dan memberantas TPPU maupun korupsi. Sri Mul pun berjanji akan terus menggunakan semua sumber daya yang ada, termasuk mencari dan klarifikasi data untuk bisa melaksanakan beberapa target. 

        "Satu, mencegah. Kalaupun nggak bisa dicegah, ya diberantas korupsi maupun TPPU," katanya.

        Sri Mulyani lalu meluruskan beberapa informasi yang simpang siur. Pertama, soal surat yang disampaikan PPATK terkait dengan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun. Surat yang dimaksud bernomor SR2748/ap.01.01/III/2023 tertanggal 7 Maret 2023. Surat itu berisi seluruh surat PPATK yang pernah dikirim kepada Kemenkeu, terutama terhadap Inspektorat Jenderal dari periode 2009-2023. Totalnya ada 196 surat.

        "Surat ini tanpa ada nilai transaksi, berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama orang yang ditulis PPATK dan tindak lanjut Kemenkeu," ungkapnya.

        Baca Juga: Anak Buah Megawati Aja Heran dengan Keputusan Jokowi Melarang Impor Pakaian Bekas: Datanya dari Mana?

        Beberapa nama yang tertera di dalamnya melakukan kejahatan dan sudah diproses secara hukum. Antara lain Gayus Tambunan, Angin Prayitno, hingga Dhana Widyatmika Merthana. Namun, Sri Mulyani menegaskan, dalam laporan tersebut tidak mencantumkan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun.

        Setelah rapat dengan Mahfud, sepekan kemudian PPATK baru menyerahkan surat kedua. Secara rinci, Sri Mulyani menjelaskan, dari 300 surat terdapat 65 surat yang berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perorangan, tanpa ada pegawai Kemenkeu. Kemudian, 99 surat berkaitan dengan penegak hukum senilai Rp 74 triliun. Sementara, yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu, mencapai 135 surat.

        “Transaksi itu berkaitan dengan perdagangan dan pergantian properti yang dinilai mencurigakan, sehingga harus ditindaklanjuti Kemenkeu,” jelasnya.

        Selain itu, Sri Mulyani juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Mahfud yang telah memberi perhatian besar kepada pihaknya dalam memerangi korupsi dan pencucian uang. Pihaknya pun bakal terus menindaklanjuti LHA PPATK terkait temuan transaksi mencurigakan tersebut. Baik yang menyangkut pegawai Kemenkeu maupun bukan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: