Bank Indonesia (BI) mengaku akan mengurangi ketergantungan terhadap mata uang utama dunia seperti dolar AS. Hal ini agar dampak gejolak ekonomi dunia terhadap perekonomian Indonesia tidak terlalu besar.
Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, BI mencoba mengurangi ketergantungan pada mata uang utama karena kalau hanya bergantung satu atau dua mata uang memberi dampak besar saat ada gejolak. Baca Juga: Risiko Resesi Global Melandai, Ekonomi Global Akan Tumbuh 2,6% di 2023
"Salah satu upaya kita mencoba mengurangi ketergantungan kepada mata uang utama, US dolar atau dolar AS. Karena, kalau hanya bergantung terhadap satu atau dua mata uang, tentunya gejolak dari negara-negara pemilik mata uang itu akan berpengaruh ke kita," ujar Dody dalam Media Briefing di Nusa Dua, Bali Senin (27/3/2023).
Menurutnya, bila kita bisa mengurangi sedikit ketergantungan terhadap global currency, maka akan keluar satu opsi bahwa gejolak dan kerugian akan berkurang.
Untuk itu, salah satu upaya yang dilakukan BI adalah dengan mencoba mengandalkan Local Currency Transaction atau transaksi mata uang lokal di ASEAN. Bahkan, hal ini juga bisa dilakukan dengan menggunakan digital payment.
"Misalnya QR Indonesia dan Thailand yang sudah terhubung. Dengan digital payment connectivity kita bisa terinterkoneksi dengan kawasan," sebut Dody. Baca Juga: AFMGM ASEAN 2023 Dimulai, BI Ingin Porsoalan Aset Kripto Bisa Ditangani Bersama-sama
Dia mengatakan bahwa dengan adanya crossborder payment, ini menjadi salah satu bukti bahwa ASEAN adalah epicentrum of growth. "Melalui ASEAN Economic Community (AEC) sejak 2015 sampai 2025, kita akan menuju kawasan yang terinterkoneksi, inklusif, dan sejahtera. Itu adalah semangat AEC 2025," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: