Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        ISPO & RSPO Harus Bersinergi, Kunci Teratasinya Persoalan Traceability dalam Industri Sawit

        ISPO & RSPO Harus Bersinergi, Kunci Teratasinya Persoalan Traceability dalam Industri Sawit Kredit Foto: ANJ
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Harmonisasi sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dinilai dapat membantu mengatasi persoalan traceability atau ketertelusuran minyak kelapa sawit Indonesia beserta produk turunannya.

        Peneliti Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir mengatakan setidaknya terdapat dua masalah utama dalam industri kelapa sawit Indonesia, yaitu status dan legalitas kepemilikan tanah, serta transformasi praktik petani kecil.

        Baca Juga: ISPO Diterapkan, Bukti Industri Sawit Berkontribusi Secara Nyata Terhadap Pencapaian 10 Dari 17 SDGs

        "RSPO dan ISPO memiliki cara berbeda untuk mengatasinya melalui ketentuan dan kriteria mereka," katanya, seperti dilansir dari Bloomberg

        Perlu diketahui, RSPO yang didirikan pada April 2004, merupakan sertifikasi berkelanjutan milik swasta untuk industri minyak sawit global. Sementara ISPO yang diluncurkan pada 2011, merupakan sertifikasi wajib bagi pelaku industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia. 

        Selain itu, dikatakan Faisol, permasalahan lainnya meliputi adanya beberapa data yang berbeda, praktik perkebunan di Indonesia yang diwariskan dari budaya kolonial Belanda, serta pengakuan tanah adat/ulayat secara nasional.

        "Petani kecil yang memiliki atau mengoperasikan hampir separuh lahan budidaya kelapa sawit di seluruh Nusantara juga memainkan peran yang sangat penting dalam transformasi industri melalui sertifikasi," tuturnya. 

        Baca Juga: Pembukaan April Diwarnai Hijaunya Harga Minyak Sawit, Apa Penyebabnya?

        ISPO dan RSPO pada dasarnya memiliki pendekatan yang tidak terlalu berbeda dalam mengikutsertakan lebih banyak petani kecil dalam sertifikasi mereka.

        Namun penerapannya di lapangan berbeda, lantaran kemampuan auditor atau surveyor dalam menginterpretasikan prinsip dan kriteria masing-masing.

        Baca Juga: Sukses Hidupkan Ekonomi, Yuk Kenali Eksistensi Perkebunan Sawit di Provinsi Aceh!

        Faisol menjelaskan harmonisasi kedua skema sertifikasi ini akan memberikan ketertelusuran rantai pasokan yang komprehensif dan kuat yang akan bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan industri, yakni pemerintah, perusahaan, petani kecil, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam memastikan keberlanjutan produk minyak sawit Indonesia.

        Baca Juga: Kementerian Luar Negeri Sampaikan Upaya Diplomasi RI atas EUDR kepada Petani Sawit

        Harmonisasi keduanya juga merupakan upaya merespons kampanye negatif terhadap minyak sawit Indonesia di pasar ekspor, khususnya pasar Global North.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: