Mantap! Akseleran Tetap Tumbuh di Tengah Ketidakpastian Global dan Domestik
Kondisi perekonomian dan keuangan global yang masih dipenuhi ketidakpastian hingga sulitnya mendapat pendanaan global menjadi hal yang perlu diantisipasi para pelaku usaha, termasuk Akseleran yang merupakan perusahaan Financial Technology Peer to Peer Lending (“Fintech P2P Lending”) di Indonesia.
Untuk diketahui, ancaman resesi global terus menghantui berbagai negara usai runtuhnya tiga bank di Amerika Serikat, ketegangan geopolitik yang belum mereda, hingga laju inflasi yang masih tinggi. Apalagi dampak Pandemi Covid-19 juga masih dirasakan termasuk di Indonesia sendiri.
Co-Founder and CFO P2P Lending Akseleran, Mikhail Tambunan mengatakan, Akseleran sebagai fintech P2P Lending sudah menyusun berbagai strategi dalam menghadapi tantangan tersebut. Dari sisi profil bisnis, konsumen Akseleran yang lebih banyak UMKM dinilai menjadi kekuatan dibandingkan P2P Lending lainnya yang justru lebih banyak ke consumer loan atau pinjaman konsumen pribadi. Baca Juga: Sasar UMKM Naik Kelas, Akseleran Siap Akuisisi Perusahaan Multifinance Tahun ini
"So far di kita impact-nya tidak terlalu masif ya, meski demikian, kalau saya ambil contoh sekarang winter, tapi dulu zaman pandemi lebih parah lagi. Tapi di zaman pandemi saja dulu Akseleran masih bisa tumbuh 25 persen di-support dari retail lender kita. Jadi memang uniknya Akseleran karena dia di-support dua sisi, baik institusi maupun retail lender jadi impact-nya tidak terlalu signifikan ke kita," ujar Mikhail saat ditemui di kantornya, Jakarta, baru-baru ini.
Strategi lainnya yang saat ini dilakukan Akseleran untuk menghadapi tantangan global maupun domestik adalah menjaga penyaluran kredit tetap sehat. Selama tahun 2022, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) Akseleran hanya 0,5 persen, jauh lebih kecil dibandingkan industri fintech P2P Lending nasional yang mencapai 3 persen.
Menurut Mikhail, NPL Akseleran salah satu yang terendah dan menjadi core kekuatan Akseleran dalam menghadapi persaingan dan tantangan global. "Of course untuk credit underwriting process kita kan selalu kita revisit, kalau berulang kali lihat jadi tahu apa yang bisa kita ketatkan, apa yang bisa kita longgarkan, jadi of course pengaruhnya ada, tapi kembali ke fleksibilitas kita lagi bagaimana cara kita menganalisa supaya tidak kehilangan opportunity yang ada, tapi tidak juga mengorbankan kualitas yang sudah kita miliki," ungkap Mikhail.
Selanjutnya, kata Mikhail, yang pasti kita harus mampu beradaptasi dengan cepat dan harus selalu fleksibel. Misalnya saat Pandemi Covid-19 melanda dan banyak lembaga keuangan mengerem pembiayaannya justru Akseleran melihatnya sebagai peluang dalam menyalurkan pinjaman. Baca Juga: Industri Fintech Indonesia Punya Potensi Besar, Pemain Tumbuh 600% dalam Satu Dekade Terakhir
"Tapi jangan sampai kita ngasih terus meledak. tapi justru bagaimana kita bisa serve tapi tetap prudent, jadi kita lihat lagi apa yang bisa dikondisikan. Contoh, sebelumnya kita banyak di receivable financing, sekarang kita lebih beratkan ke invoice financing, karena kalau invoice financing kan dia sudah selesai mengerjakannya, tinggal terima tagihan. Ini yang harus lebih fleksibel dan lebih melihat peluang lagi, pintar-pintar lihat peluang dan satu sisi melihat tanpa mengorbankan prudent, kualitas kredit," tandasnya.
Adapun pada tahun ini, Akseleran menargetkan mampu menyalurkan pinjaman hingga Rp 6 triliun. Angka ini naik 100 persen dari penyaluran di 2022 yang sebesar Rp 2,9 triliun.
Mikhail menjelaskan, target tersebut sangat mungkin tercapai. Apalagi rencananya di tahun ini, Akseleran akan mengakuisisi perusahaan multifinance. Menurutnya, akuisisi ini akan memperluas penyaluran pendanaan Akseleran kepada masyarakat. Saat ini, sebanyak 85-90 persen konsumen Akseleran berada di wilayah Jawa. Ke depan, Mikhail pun berharap konsumen bisa lebih luas di wilayah lainnya di luar Pulau Jawa.
"Kita harus serve pulau lain selain Jawa, ke depan kita bisa serve lebih besar lagi dengan cara-cara yang kita lakukan masih in line, misalnya kita lihat ticket size lewat vehicle baru ini. Supaya makin banyak yang tersentuh, inklusi keuangan atau visi kita bisa tercapai," tambahnya.
Selain itu, lanjutnya, funding gap di Indonesia juga masih sangat besar. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), gap pembiayaan yang tidak bisa dijangkau lembaga keuangan formal selama tahun lalu mencapai USD 165 miliar atau sekitar Rp 2.000 triliun (kurs Rp 15.200 per dolar AS). Baca Juga: Berkat Strategi ini, Akseleran Sukses Pertahankan Kredit Macet yang Rendah
Menurut Mikhail, fintech P2P Lending bisa menjadi solusi dan berperan dalam menutup gap pembiayaan tersebut karena dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas. Dengan begitu, fintech P2P Lending dapat berkontribusi bagi perekonomian Indonesia.
"Kalau gap-nya semakin kecil, modal kerja terpenuhi, terutama dari sisi UMKM, secara langsung berpengaruh pada sumbangan ke GDP, secara perekonomian bergeraknya lebih cepat lagi dan pertumbuhan ekonominya diharapkan jadi lebih tinggi dan roda perekonomiannya berputar," tutur Mikhail.
Asal tahu saja, sejak Oktober 2017 sampai dengan Desember 2022, Akseleran telah menyalurkan pinjaman sebesar hampir Rp 7 triliun, sebesar sekitar 97 persen di antaranya disalurkan kepada sektor produktif, khususnya UMKM. Ketika terjadi pandemi, Akseleran justru terus meningkatkan penyaluran pinjaman kepada UMKM. Terlihat di tahun 2020 ketika pandemi sedang hangat-hangatnya, Akseleran menyalurkan pinjaman sebesar hampir Rp 1 triliun, tumbuh 30 persen dibanding tahun 2019.
Di tahun 2021 ketika pemulihan ekonomi mulai terjadi, Akseleran menyalurkan pinjaman sebesar lebih dari Rp 1,8 triliun, tumbuh lebih dari 90 persen dari penyaluran tahun 2020. Sedangkan tahun lalu di 2022 Akseleran menyalurkan pinjaman sebesar hampir Rp 3 triliun, tumbuh 62 persen dibandingkan 2021.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman