Para pelaku ekonomi global gelisah disebabkan tanda-tanda resesi dan pelemahan ekonomi mulai muncul ke permukaan. Hal ini disebabkan karena keputusan Federal Reserve AS (The Fed) pada rabu kemarin (3/5/2023) menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin. Kenaikan tersebut adalah yang ke-10 kali dalam kurun waktu kurang dari satu tahun terakhir sehingga suku bunga acuan Fed kini berada di level 5%-5,25%, tertinggi sejak Agustus 2007.
Kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS tersebut dituduh menyebabkan ketidakpastian ekonomi tinggi sehingga harga minyak dunia turun 4 persen pada perdagangan terakhir. Harga Brent turun 4% atau US$ 2,99 yaitu menjadi US$72,33 per barel dan termasuk harga terendah sejak Desember 2021.
Ekonom dan Pakar kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, setelah Fed menaikan suku bunga, biasanya seluruh bank central baik Bank Sentral Eropa, Jepang, Australia dan Bank Indonesia (BI) pun akan menyusul menaikan suku bunganya. Baca Juga: Jaga Perekonomian di Tengah Ancaman Resesi, Kolaborasi Bersama Harus Diperkuat
"Disinilah letak masalahnya. Saat ekonomi diwarnai dengan kenaikan suku bunga bank sentral maka situasi ekonomi menjadi berbiaya tinggi dan memberatkan sektor riil dan pelaku usaha. Situasi seperti ini tidak boleh dibiarkan, bila sektor pembiayaan menjadi langka maka pelaku usaha kecil dan menengah tidak akan mampu bertahan dan akhirnya mereka akan menuju kebangkrutan. Resesi yang berkepanjangan seperti ini tidak akan menguntungkan untuk eksistensi institusi ekonomi," ujar Achmad dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Lalu, apa yang dapat dilakukan Indonesia untuk meminimalisir dampak resesi ekonomi? Achmad bilang, Indonesia harus segera mengambil sejumlah langkah tegas untuk mengantisipasi terjadinya resesi.
Pertama, yakni menempatkan prioritas belanja fiskal untuk daya tahan ekonomi bukan untuk ekspansi infrastruktur seperti dalam 8 tahun terakhir. Kedua, melakukan realokasi anggaran belanja APBN dan APBD untuk memperbesar ruang fiskal agar APBN dan APBD dapat digunakan untuk memberikan dukungan bansos kepada kelompok rentan dan financing kepada pelaku usaha. Baca Juga: Silicon Valley Bank Kolaps, Indef: Bisa Picu Resesi Global
"Ketiga, BI perlu memperlambat kenaikan suku bunga acuan domestiknya. Meski langkah tersebut dapat melemahkan nilai tukar dan menggerus cadangan devisa namun dengan mengintensifkan pengumpulan DHE (Devisa Hasil Ekspor) dari penjualan ekspor Kelapa Sawit dan Batubara, masalah tersebut tidak menjadi persoalan besar," ucapnya.
Selanjutnya, kata Dia, Indonesia perlu membangun kerja sama lebih intens dengan kawasan terdekat terutama dengan kawasan ASEAN dan Asia Selatan dalam tema bagaimana bersama meminimalkan dampak negatif dari resesi dan inflasi. Kerjasama regional akan lebih feasibel karena jarak yang lebih dekat daripada lintas kontinental yang kelihatannya lebih memanas akan di waktu dekat.
Kelima, Indonesia perlu membangun diversifikasi ekonomi dengan mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu seperti sektor energi fosil dan impor sektor pertanian dan ketergantungan sektor keuangan pada perbankan domestik. Baca Juga: Petik Pelajaran Berharga dari Kasus SVB, Dirut BRI Sebut Potensi Resesi Indonesia Hanya 2% di 2023
Keenam, pemerintah perlu melakukan perubahan struktural dari mengandalkan pajak dalam penerimaan negara menuju kolaborasi ekonomi tanpa menaikan pajak tinggi. Perubahan struktural lain yang dapat dilakukan berupa efisiensi terhadap pengeluaran negara yang boros seperti belanja infrasturktur IKN, Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung dan menekan pengeluaran biaya kesehatan nasional (BPJS) yang tidak berkelanjutan.
"Singkatnya, seluruh kebijakan antisipasi resesi difokuskan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan pelaku usaha, meningkatkan daya saing dan produktivitas ekonomi untuk memperkuat pertumbuhan jangka panjang dan memperkuat ekonomi domestik dalam menghadapi resesi ekonomi global," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman