Gak Jadi Dihapus, Ini Alasan Inggris Pertahankan Undang-Undang Uni Eropa
Pemerintah Inggris membatalkan rencana untuk menghapus semua undang-undang (UU) Uni Eropa (UE) yang tersisa pada Rabu (10/5/2023). Sekitar 4.000 aturan akan tetap bertahan di buku UU Inggris pada akhir tahun ini.
Menteri Bisnis Inggris Kemi Badenoch mengatakan dalam pernyataan tertulis, bahwa pemerintah malah akan menyusun daftar sekitar 600 UU khusus yang akan dicabut. Badenoch mengakui ada risiko ketidakpastian hukum jika semua UU UE dibatalkan pada akhir tahun.
Baca Juga: Anggota Parlemen AS Anggap Uni Eropa dan Inggris sebagai Contoh Regulasi Kripto dalam Sidang
Anggota parlemen dari oposisi Partai Buruh Jenny Chapman menyebut pengumuman itu sebagai perubahan yang memalukan dari pemerintah yang lemah dan terpecah.
Ribuan UU UE didaur ulang ke dalam UU Inggris ketika Inggris meninggalkan blok tersebut pada 2020. Perubahan itu dilakukan untuk memastikan kesinambungan bagi warga dan bisnis.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum UE yang Dipertahankan oleh pemerintah akan secara otomatis menghapus semuanya pada akhir tahun kecuali jika secara eksplisit diganti atau dipertahankan.
Pemerintah Inggris mengatakan, langkah itu akan memangkas birokrasi dan melonggarkan regulasi untuk bisnis.
Tapi kritikus berpendapat, meninjau sejumlah besar UU secara terburu-buru akan menyebabkan peraturan ditulis ulang tanpa pengawasan parlemen yang tepat.
Para penentang juga khawatir pemerintah akan melemahkan hak-hak pekerja dan standar lingkungan karena terburu-buru membuang cara UE dalam melakukan sesuatu.
Mantan Perdana Menteri Inggris Liz Truss memperkenalkan RUU itu selama tujuh minggu masa jabatannya tahun lalu. Pengganti Truss, Rishi Sunak, memutuskan untuk mempertahankannya.
Padahal, Sunak saat melakukan persaingan dengan Truss dalam perebutan kursi perdana menteri telah bersumpah untuk menghapus semua UU UE dalam 100 hari pertamanya menjabat. Dalam video kampanye juga menunjukkan dia memasukkan rim kertas berlabel "UU UE" ke mesin penghancur.
RUU itu disetujui oleh House of Commons, dengan Partai Konservatif yang berkuasa memiliki mayoritas suara. Namun, perubahan itu mendapat tentangan di majelis tinggi Parlemen House of Lords.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: