Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menilai kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan kepada masyarakat untuk membeli mobil listrik keluar dari hakikat subsidi.
Said menyebut, pengertian subsidi adalah negara menyiapkan anggaran untuk membayar sebagian harga produk barang dan jasa agar rakyat yang tidak mampu, bisa membeli barang untuk kebutuhannya.
"Ini (subsidi mobil listrik) sama sekali tidak masuk kriteria kepada mobil listrik karena pertama membeli mobil listrik bukan kebutuhan pokok yang penting bagi rakyat, kedua yang membeli mobil listrik bukan rakyat yang tidak mampu," ujar Said dalam diskusi virtual, Selasa (16/5/2023).
Baca Juga: Alasan Turunkan Emisi GRK dengan Subsidi Kendaraan Listrik Tidak Tepat
Said mengatakan, contoh subsidi yang benar seperti pada pupuk. Di mana harga pupuk yang seharusnya dibayarkan rakyat sebesar Rp4.000, untuk urea hanya dibayarkan Rp1.600 oleh rakyat dan sisanya dibayar oleh negara.
"Yang ini adalah rakyat membeli mobil listrik lebih murah dari harga pabrik yang katanya, padahal kita tidak tahu harga pabriknya berapa? Kita tidak tahu, siapa tahu harga pabriknya sudah dinaikkan, sehingga sebenarnya tidak ada subsidi, tapi menambah keuntungan kepada produsen mobil listrik," ujarnya.
Menurutnya, kondisi ini membuka semua hal tidak efisiennya kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan memberikan subsidi atas pembelian mobil listrik.
"Akhirnya tidak bisa ditutupi ketidakefisienan atau keinginan mendapatkan keuntungan para pelaku industri mobil listrik agar laku banyak, maka negara yang membeli," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: