Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Alasan Turunkan Emisi GRK dengan Subsidi Kendaraan Listrik Tidak Tepat

Alasan Turunkan Emisi GRK dengan Subsidi Kendaraan Listrik Tidak Tepat Kredit Foto: Antara/Agha Yuninda
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan pemerintah dengan memberikan subsidi untuk pembelian kendaraan listrik, baik roda dua maupun roda empat, guna menekan tingkat emisi gas rumah kaca dinilai tidak tepat. 

Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, emisi karbon gas rumah kaca Indonesia per kapita masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara lainnya.

"Di Indonesia emisi karbon gas rumah kaca per tahun per kapita termasuk yang sangat rendah dibandingkan Amerika yang sampai 50 juta ton per kapita per tahun, Singapura 10 juta, Malaysia 9 juta, dan Indonesia hanya 3 juta, jadi masih sangat rendah," ujar Marwan saat diskusi virtual, Selasa (16/5/2023).

Baca Juga: Indonesia-Korea Selatan Bangun Pusat Layanan Kendaraan Listrik

Marwan mengatakan, melihat hal tersebut, seharusnya tidak terlalu mendesak bagi Indonesia untuk mengejar populasi mobil dan motor listrik.

Menurutnya, seharusnya pemerintah dapat melihat potensi objektif untuk apa mengembangkan atau meningkatkan motor dan mobil listrik di Indonesia.

"Kalau itu untuk kepentingan negara dan kepentingan rakyat kita setuju, tapi kalau kepentingan oligarki kita menolak," ujarnya.

Lanjutnya, emisi gas rumah kaca di Indonesia dengan catatan 3 juta ton per tahun tersebut, ternyata penyumbang paling besar berasal dari sektor pembangkitan. 

Di mana sektor pembangkit listrik sebesar 66 persen dari pembangkit listrik dengan bahan batu bara, yang sampai 2030 angkanya masih di atas 60 persen, jadi masih panjang perjalanannya.

"Ini emisinya masih jauh lebih besar dibandingkan dengan emisi kendaraan bermotor seperti mobil atau motor yang menggunakan BBM. Kalau bicara emisi GRK, itu poin yang signifikan datang dari sektor pembangkit listrik tenaga uap batu bara dan itu juga terjadi akibat kebijakan oligarki," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: