PGII Punya Program Baru, Jokowi Minta Jatah Buat Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
Di tengah KTT G7, para pemimpin kelompok negara industri maju G7 menyampaikan komitmen mereka dalam memberikan peluang baru kemitraan Partnership for Global Infrastructure Investment (PGII).
Pada 2022 lalu, di tengah KTT G20, Presiden Joko Widodo, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Komisi Uni Eropa Ursula Van der Layen bersama-sama meluncurkan PGII sebagai upaya pengembangan infrastruktur dan investasi.
Mewakili Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang melanjutkan pertemuan PGII bersama kedua pemimpin tersebut mengumumkan peluang kerja sama, termasuk di dalamnya Just Energy Transition Partnership (JETP) atau kemitraan untuk transisi energi yang berkeadilan.
Sejak PGII diluncurkan, para Pemimpin G7 bersama negara berkembang yang bermitra, mulai bekerja untuk memobilisasi ratusan miliar dolar dalam pembiayaan infrastruktur, antara lain infrastruktur energi, fisik, digital, kesehatan, dan ketahanan iklim.
Fokus utama dari kemitraan ini adalah untuk kesetaraan, meningkatkan standar ketenagakerjaan dan lingkungan, serta mempromosikan transparansi, tata kelola, dan langkah-langkah antikorupsi.
Pada KTT G7 2023 ini, Presiden Biden mengumumkan serangkaian PGII baru untuk membangun koridor ekonomi transformatif dan mendorong investasi infrastruktur, yang dapat menghubungkan pembangunan ekonomi di berbagai negara dan sektor.
Hingga saat ini, Amerika Serikat telah memobilisasi USD 30 miliar melalui hibah, pembiayaan federal, dan meningkatkan investasi sektor swasta.
Baca Juga: Airlangga Dampingi Jokowi Hadiri Sejumlah Pertemuan Bilateral di KTT G7, Bahas Apa Saja?
Selain itu, pihak AS juga menyampaikan bahwa PGII ini sudah setahun diluncurkan sejak G7 Summit tahun lalu di Jerman, karena itu perlu lebih didorong untuk realisasi dan implementasinya.
Investasi di Koridor Ekonomi Utama bertujuan untuk menciptakan dan memperkuat koridor ekonomi, yang antara lain:
1. Menghubungkan ekonomi melalui infrastruktur transportasi utama.
2. Membangun pembangkit listrik bersih lebih terjangkau, andal, dan tersedia untuk lapisan masyakat.
3. Memberikan solusi jaringan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke masyarakat pedesaan.
4. Mengintegrasikan hub pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan regional.
5. Meningkatkan akses layanan kesehatan dan solusi energi bersih.
PGII juga mendukung pengembangan dan penyebaran solusi rantai pasokan energi bersih secara menyeluruh pada skala global dengan cara mendukung kemajuan Reaktor Modular Kecil atau Small Modular Reactor (SMR).
Baca Juga: KTT Dewan Eropa Dimulai di Islandia, Ini Agenda-agendanya
Teknologi modern reaktor modular kecil menawarkan investasi modal awal yang lebih rendah, skalabilitas yang lebih besar, potensi peningkatan keselamatan dan keamanan, dan fleksibilitas lokasi yang selama ini tidak dapat membangun reaktor tradisional yang lebih besar.
Pengembangan SMR canggih ini dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Indonesia menjadi negara mitra SMR. Sejak meluncurkan Just Energy Transition Partnership (JETP) pada KTT G20 2022, Amerika Serikat mengumumkan kemitraan bersama Indonesia untuk mendukung Indonesia sebagai penggerak pertama di kawasan dalam pengembangan SMR di ASEAN.
Teknologi perusahaan AS, NuScale Power menjadi proyek percontohan meliputi:
1. Tambahan USD 1 Juta dalam bentuk dukungan yang ditargetkan untuk menetapkan kemampuan teknis dan peraturan dalam mengembangkan SMR.
2. Studi kelayakan SMR senilai USD 2,4 Juta dari USTDA.
The United States International Development Finance Corporation (DFC) telah menandatangani Letter of Interest untuk mendukung pengembangan SMR di Indonesia.
Amerika Serikat terus mendukung rantai pasokan dan penyebaran energi bersih di Indonesia sebagai bagian dari PGII, termasuk melalui JETP dan keterlibatan berkelanjutan lainnya.
Selain itu, untuk memfasilitasi investasi yang sangat penting untuk transisi ke ekonomi yang terhubung secara global, terdigitalisasi, dan berkelanjutan.
Lembaga pembiayaan AS menerapkan model pembiayaan inovatif seperti obligasi hijau dan fasilitas kredit bergulir.
Baca Juga: Dibina Telkom, Erick Thohir Puji UMKM Indonesia Bergelora di KTT ASEAN 2023
Salah satunya, Citi menyebutkan sekitar USD 1,6 miliar investasi yang baru-baru ini diumumkan atau diselesaikan dan sejalan dengan PGII, termasuk peluncuran obligasi hijau pertama pengembang panas bumi milik BUMN Indonesia senilai sekitar USD 400 juta.
Proyek ini membantu Indonesia memimpin pengembangan energi hijau dengan memperluas operasi panas bumi di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Tag Terkait: