Soal Dedolarisasi, Ekonom: Kalau Dolar Ditinggalkan, Perekonomian Global Bisa Bangkrut
Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan rupiah terhadap dolar AS, Pemerintah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir mulai melakukan kerja sama bilateral dan multilateral melalui sebuah kebijakan yang bernama dedolarisasi.
Pada Mei 2023, pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan Bank Sentral Korea Selatan beserta beberapa negara Asia Tenggara untuk menggunakan mata uang lokal yang sudah disepakati dalam hal transaksi dan investasi.
Ekonom senior dan Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam menjelaskan bahwa dolar AS telah lama menjadi mata uang dominan dalam transaksi internasional. Hal ini yang kemudian membuat negara-negara mulai mengantisipasi ketergantungan perekonomian mereka terhadap dolar AS.
Baca Juga: Indonesia dan Negara-negara Lain Mulai Tinggalkan Dolar, Amerika Serikat Cemas?
“Dolar ini kan mata uang global yang paling banyak dipergunakan di dalam setiap transaksi, selain mata uang global lainnya seperti euro atau yen. Dolar itu dipergunakan sekitar 58% di dalam transaksi global. Negara-negara juga menyimpan kekayaan cadangan devisanya menggunakan dolar,” kata Piter, dikutip dari kanal Youtube IDX CHANNEL pada Rabu (24/05/2023).
Dalam penuturannya, ia menyatakan bahwa dedolarisasi sudah secara gradual diterapkan di forum kerja sama negara-negara berbasis ekonomi, misalnya seperti Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS).
“Seperti yang disepakati negara-negara BRICS, mereka bersepakat untuk di perdagangan antara mereka, mereka akan menggunakan mata uang baru, tidak lagi menggunakan dolar,” ujarnya.
Sementara itu, ia menjelaskan bahwa kebijakan dedolarisasi hanya akan mengurangi penggunaan, bukan meninggalkan sepenuhnya dolar AS dalam transaksi internasional.
“Makanya saya mengatakan bahwa ini masih fenomena di mana negara-negara hanya berupaya mengurangi, belum berupaya benar-benar meninggalkan dolar. Walaupun mereka pada akhirnya sebagian tetap menggunakan dolar. Karena kalau hal tersebut dilakukan secara tiba-tiba, secara bersamaan semua negara membuang dolar, itu bahaya sekali,” ungkapnya.
Ia kemudian mengatakan bahwa Amerika Serikat merupakan tiang dari perekonomian global. Dengan demikian, apabila seluruh negara secara serentak dan tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkan dolar, maka perekonomian global akan lumpuh.
“Amerika itu dalam tanda kutip adalah tiang dalam perekonomian global. Kalau tiang utamanya ini tanpa persiapan kemudian kita robohkan, maka atapnya akan menimpa kita semua. Jadi bangkrutnya Amerika akan menyebabkan bangkrutnya perekonomian global dan akan berdampak negatif pada semua negara,” jelasnya.
Lebih lanjut, Piter menjelaskan ketergantungan negara-negara terhadap dolar AS ada pada penjualan surat utang yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Sehingga, apabila nilai dolar AS turun, maka akan berpengaruh signifikan terhadap cadangan devisa negara.
“Contohnya begini, Amerika itu pengutang terbesar di dunia. Utang dalam bentuk surat utang itu dibeli oleh negara-negara terutama negara yang sedang surplus, seperti Jepang, China, Korea Selatan, dan juga negara-negara Arab. Mereka itu surplus ditandai dengan jumlah cadangan devisa mereka yang sangat besar. Mayoritas cadangan devisa sekitar 60% itu bentuknya adalah surat utang pemerintah Amerika. Kalau dolar itu dibuang, nilai dari dolar akan jatuh. Kalau nilai dolar jatuh, maka nilai surat utangnya akan jatuh. Jadi cadangan devisa di negara-negara surplus ini akan jatuh semua,” paparnya.
Dengan demikian, ia menjelaskan bahwa dedolarisasi yang dilakukan oleh beberapa negara tidak akan mengancam perekonomian Amerika Serikat.
“Kalau kita lihat sebenarnya yang melakukan upaya dedolarisasi dan menggunakan mata uang domestik ini juga belum terlalu banyak, yang aktif memang Indonesia dengan beberapa negara, seperti China, Thailand, dan negara-negara lain di Asia. Jadi kalau kita lihat dari total transaksi di dunia belum terlalu besar. Dedolarisasi sejauh ini bukan sebuah fenomena besar yang mengancam posisi dari Amerika,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: