Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Loyalis Sarankan yang Nyinyir Anies Baswedan 'Cuma Bisa Berkata-kata' Segera ke Psikiater: Masalahnya RS Tambal Otak Nggak Ada di Jakarta!

        Loyalis Sarankan yang Nyinyir Anies Baswedan 'Cuma Bisa Berkata-kata' Segera ke Psikiater: Masalahnya RS Tambal Otak Nggak Ada di Jakarta! Kredit Foto: Instagram/Geisz Chalifah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Produser Jakarta Melayu Festival yang juga mantan Komisaris Ancol, Geisz Chalifah blak-blakan menyarankan agar pihak yang kerap “nyinyir” soal Anies Baswedan hanya mampu berkata-kata tanpa bisa bekerja untuk segera menemui Psikiater.

        Hal ini Geisz ungkapkan menanggapi bincangnya dirinya dengan Manajer Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bidang Community and Stakeholder Engagement era Anies Baswedan, yang juga putra dari seorang Pendeta di Papua, Billy David Nerotumilena. Dalam perbincangan tersebut, Billy mengungkapkan Anies menyelesaikan masalah IMB gereja yang puluhan tahun dan lintas generasi kepemimpinan Gubernur, dengan melakukan dialog langsung dengan warga sekitar yang menolak penerbitan IMB gereja.

        “Kan nggak mungkin seorang pemimpin bekerja tanpa berkomunikasi dengan baik. Keluarlah kalimat tendensius semacam itu (Cuma bisa berkata-kata), saya membacanya ini orang yang ngomong seperti itu harus ke psikiater, karena problemnya nggak ada rumah sakit tambal otak di Jakarta,” ujar Geisz di kanal Youtubenya, dikutip Minggu (28/5/23).

        Baca Juga: Anies Baswedan Tak Pedulikan Warga Minoritas di DKI Jakarta? Pendeta Blak-blakan Bongkar Habis: Dia Betul-betul...

        Geisz mengungkapkan kemampuan diplomasi dan berdialog ini merupakan sebuah hal penting yang harus dimiliki seorang pemimpin.

        Menurut Geisz, suksesnya Anies menerbitkan banyak IMB gereja di DKI Jakarta dengan melakukan dialog bersama warga sekitar adalah bukti nyata kemampuan “berkata-kata” Anies bisa menghasilkan sesuatu yang nyata.

        “Itulah pentingnya seorang pemimpin yang mampu berkomunikasi, bertata kata, dan menyusun pikirannya untuk dimengerti orang lain,” ujarnya.

        “Jadi bagi kalangan sana yang tidak mampu memahami semacam itu ya mohon maaf, memang orang dilahirkan dengan kapasitas otak yang tidak sama, jadi kalau Anda tak mampu mencerna apa yang dilakukan Anies ya itu problem lu... Ya bagaimana, kita kan susah menyembuhkan otak orang, kalau soal kelakuan bisa kita tegur, tapi kalau otaknya kurang normal ya banyak-banyak doa saja semoga cepat disembuhin,” tambahnya.

        Sementara itu, Billy membeberkan bagaimana Anies turun langsung saat ada penolakan di hari H pemberian IMB.

        Baca Juga: Kubu Lawan Mohon Simak Baik-baik, Tim Koalisi: Apakah di Jakarta Ada Konflik SARA Selama Dipimpin Anies Baswedan?

        Salah satu yang diingat David adalah saat muncul penolakan dari warga sekitar saat hari H pemberian IMB ke sebuah Gereja.

        Menurutnya, Anies turun langsung berdialog dengan warga sekitar yang melakukan penolakan terkait pemberian IMB gereja ini.

        “Ketika hari H muncul juga ada penolakan, saat itu kasusnya dua IMB gereja di lobang Buaya, tapi yang dilakukan Pak Anies yang tak banyak orang tahu, dia datang setelah salat zuhur tanpa media, tanpa penjabat pendampingnya, beliau datang sebagai orang yang memohon restu kepada warga dan orang tua setempat,” jelasnya.

        Menurut David, sikap Anies yang turun langsung ke masyarakat untuk menyelesaikan masalah puluhan tahun ini merupakan sikap sejati seorang pemimpin.Ia menyebut, diplomasi Anies berdialog langsung dengan warga sekitar yang melakukan penolakan sangat efektif untuk mencari jalan keluar bersama.

        Baca Juga: Ngakak! Survei Bilang Ganjar Pranowo Lebih Pintar dari Anies Baswedan dan Prabowo, Perkara Doyan Nonton Bokep Diungkit: Ini Merusak Otak!

        “Itu menunjukkan kerendahan hati seorang pemimpin, dia bisa dengan mudah memanggil Pak Rt dan pak Lurah, tapi tidak dilakukan dengan beliau, beliau yang datang langsung. Saat dialog terjadi kehangatan, saling menguntungkan,” jelasnya.

        “Warga setempat merasa pemimpinnya hadir, memberikan solusi, datang dan mendengar, ketika datang pun sebenarnya dia melihat masalahnya sederhana bukan pelik, dia datang justru mencairkan suasana, sampai sekarang ketakutan seperti penolakan tidak terjadi lagi,” tambahnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bayu Muhardianto
        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: