Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Desak Uni Eropa Soal UU Deforestasi, Airlangga: Pesan Kami Jelas, Setop Diskriminasi Sawit!

        Desak Uni Eropa Soal UU Deforestasi, Airlangga: Pesan Kami Jelas, Setop Diskriminasi Sawit! Kredit Foto: Kemenko Bidang Perekonomian
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, kembali menyampaikan concern yang serius dan ketidaksetujuan kepada Uni Eropa (UE) atas tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit melalui EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang telah dikeluarkan pada 16 Mei 2023.

        Hal itu ia sampaikan bersama dengan Deputy Prime Minister-Minister of Plantation and Commodities of Malaysia, Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof, dalam acara jamuan makan malam dengan perwakilan Civil Society Organisations (CSOs) dan Non-Governmental Organisations (NGOs) di Brussels, Belgia.

        Baca Juga: Perjuangkan Suara Petani Sawit Kecil, Airlangga Marahi Uni Eropa: EUDR Diskriminatif!

        "Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang begitu penting buat kami seperti kakao, kopi, karet, produk kayu, dan minyak sawit," jelas Airlangga, Rabu (31/5/2023).

        Airlangga menilai, kebijakan tersebut seperti mengecilkan semua upaya Indonesia yang berkomitmen menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan biodiversity sesuai dengan kesepakatan, perjanjian dan konvensi multilateral, seperti Paris Agreement.

        "Negara anggota CPOPC secara ketat sudah mengimplementasikan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan. Bahkan, level deforestasi di Indonesia turun 75% pada periode 2019–2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84%," tutur Airlangga.

        Pada kesempatan yang sama, Indonesia kembali menyerukan agar kolaborasi antara negara anggota CPOPC dan saling pemahaman antara negara produsen dan konsumen perlu ditingkatkan. Indonesia meminta pengakuan dan pemahaman atas apa yang telah dilakukan dalam memproduksi palm oil secara berkelanjutan. "Pesan kami kepada Uni Eropa sudah sangat jelas, berikan kami pengakuan yang layak kami terima," tegas Airlangga.

        Airlangga juga menyerukan dan meminta CSOs dan NGOs di Eropa yang hadir untuk bersama-sama secara aktif bersuara dan mempromosikan minyak sawit dalam skema yang objektif, transparan, tidak diskriminatif, serta didukung oleh data dan informasi yang akurat, ter-update, dan terpercaya.

        "Komitmen Indonesia untuk memproduksi minyak sawit yang memenuhi persyaratan keberlanjutan serta cara kami menyelesaikan berbagai isu terkait deforestasi, perubahan iklim telah diketahui dan dijadikan contoh oleh berbagai organisasi internasional dan multilateral antara lain publikasi Bank Dunia Climate Development Report yang terbaru telah menyatakan dan mengakui komitmen Indonesia untuk merealisasikan target iklim dan pengembangan kami," jelasnya.

        Di samping itu, Airlangga juga menegaskan bahwa adanya produk No Palm Oil perlu dilawan dan peran dari CSO dan NGO untuk melawan kampanye negatif ini harus terus-menerus dilakukan secara konsisten. 

        Sejalan dengan penjelasan Airlangga, Deputi PM Malaysia juga menegaskan akan terus mendukung upaya penanganan perubahan iklim dan penurunan deforestasi. Pada sesi tanya jawab terungkap adanya keresahan yang juga dirasakan oleh kalangan CSOs dan NGOs terkait dengan regulasi terbaru dari UE ini.

        Baca Juga: Berkomitmen Salurkan Kredit ke Sektor Sawit untuk Realisasikan Program PSR Pemerintah, BRI Minta Petani Lakukan Hal Ini

        Beberapa masukan atau pertanyaan yang disampaikan oleh kalangan CSOs dan NGOs di antaranya yakni perlu adanya kejelasan bentuk platform konsultasi yang nantinya akan dibentuk untuk mendukung penyusunan implementing regulation dari EUDR sehingga akan lebih praktis dan less-bureaucratic serta tidak merugikan para petani smallholders.

        Di samping itu, kalangan CSOs dan NGOs juga siap mendukung Indonesia dalam menghadapi permasalahan regulasi EUDR dan turunannya. Hal ini mengingat keberadaan strategis kelapa sawit yang juga memberikan keuntungan bagi para petani smallholders. Ditambahkan pula bahwa sebenarnya Eropa sama sekali tidak dapat terbebas dari kelapa sawit.

        Ketentuan utama EUDR yang berpotensi akan sangat merugikan dan menyulitkan para petani smallholders termasuk penerapan geolocation plot lahan kelapa sawit dan country benchmarking system yang akan membagi negara dalam 3 kategori, yakni high risk, standard, dan low risk.

        Menyangkut benchmarking, Airlangga tegaskan bahwa sebagai sesama negara anggota yang tunduk pada ketentuan hukum dan konvensi/persetujuan internasional, ketentuan EUDR tersebut berpotensi menghambat akses pasar bagi komoditas yang menjadi target EUDR, yakni kopi, kakao, kayu, minyak sawit, dan karet.

        Tidak luput dari ketentuan ini adalah pemberian citra negatif akan diberikan kepada negara-negara yang digolongkan sebagai high risk.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Alfida Rizky Febrianna
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: