Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Airlangga Wanti-wanti, Majunya Industri Harus Perhatikan Risiko Perubahan Iklim

        Airlangga Wanti-wanti, Majunya Industri Harus Perhatikan Risiko Perubahan Iklim Kredit Foto: Kemenko Bidang Perekonomian
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, perekonomian Indonesia saat ini tangguh dengan tumbuh 5,3% meski kondisi global masih bergejolak dengan berbagai tantangan, termasuk isu perubahan iklim.

        Sementara itu, kata Airlangga, struktur PDB Indonesia masih didorong oleh industri manufaktur yang terus tumbuh positif karena kuatnya permintaan domestik.

        Baca Juga: Lagi-lagi Keluhkan Regulasi Diskriminatif Uni Eropa, Menko Airlangga: RI Tolak EUDR dan CBAM!

        "Dalam upaya memajukan sektor industri manufaktur, kita tetap harus memperhatikan risiko global untuk jangka menengah panjang, yaitu salah satunya isu perubahan iklim," ujarnya, Rabu (7/6/2023).

        Terkait hal tersebut, Airlangga mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengingatkan publik dan pengambil kebijakan terkait dibutuhkannya pembiayaan untuk energi hijau terbarukan.

        Dia lalu mengungkapkan, realisasi investasi pada sektor industri di triwulan pertama 2023 berhasil mencatatkan nilai sebesar Rp139,9 triliun atau meningkat sebesar 42,5% (yoy). Menurutnya, hal ini harus dipacu lebih tinggi lagi karena merupakan salah satu cara untuk membantu Indonesia bisa keluar dari middle income trap.

        "Peran sektor industri harus terus ditingkatkan dari 18%-19% saat ini menjadi di atas 25% dalam 5-10 tahun ke depan," jelas Airlangga.

        Di tengah konflik geopolitik yang relatif menyebabkan peningkatan penggunaan energi fosil, Indonesia tetap menunjukkan komitmen untuk meningkatkan target Nationally Determined Contribution (NDC) per 23 September 2022.

        Kata Airlangga, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 31,89% (dari sebelumnya 29%) dengan kemampuan sendiri atau 43,20% (dari sebelumnya 41%) dengan bantuan internasional pada 2030.

        "Untuk mencapai target Enhanced NDC pada 2030, Indonesia secara kontinyu memperkuat kolaborasi sektor swasta dan mendorong pembiayaan yang kreatif dan inovatif," ujarnya.

        Airlangga menambahkan, Indonesia juga membentuk Indonesia Investment Authority dan sekarang telah mendapatkan investasi mencapai US$25 miliar, kemudian ada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Indonesia.

        "Serta, SDG Indonesia One untuk mencari dan membuka proyek investasi, terutama di sektor energi, pertanian, transportasi, dan lingkungan yang akan menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi masa depan yang lebih hijau," papar Airlangga.

        Baca Juga: Genjot Pariwisata dan Rantai Pasok Global, Airlangga Resmikan Wiraraja Industrial Park

        Selain itu, lanjut dia, UU Cipta Kerja juga mereformasi beberapa peraturan untuk menarik lebih banyak investasi sektor swasta di sektor energi hijau dan biru dengan tetap memperhatikan dimensi lingkungan dan sosial.

        "Indonesia akan segera meluncurkan Comprehensive Investment Plan senilai US$20 miliar yang dikomitmenkan oleh G7 plus Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa untuk memungkinkan transisi sektor ketenagalistrikan di Indonesia," tuturnya.

        Sementara itu, Airlangga mengatakan, APBN juga memprioritaskan proyek-proyek untuk mengatasi perubahan iklim dan mendorong kegiatan ramah iklim. "Untuk memastikannya, Pemerintah menerapkan mekanisme Climate Budget Tagging di tingkat nasional dan daerah yang mampu melacak alokasi anggaran perubahan iklim, serta menyajikan data kegiatan dan hasilnya," ucap Airlangga.

        Menurutnya, Pemerintah juga terus mengakselerasi ekonomi berbasis industri hijau melalui efisiensi sumber daya alam dan penerapan ekonomi sirkular, pemanfaatan energi alternatif seperti biofuel, dan refuse derived fuel (RDF) atau bahan bakar yang dihasilkan dari berbagai jenis limbah. 

        Selain itu, pembangunan ekosistem kendaraan listrik juga terus diakselerasi dengan memberikan insentif dari sisi permintaan untuk mempercepat sektor industri ramah lingkungan yang mampu mengurangi emisi CO2 dan konsumsi bahan bakar fosil.

        "Tahun ini kita sudah menjalankan B35 dan ini adalah yang tertinggi dibandingkan negara lain. Bahkan, negara tropis lain seperti Brazil baru menerapkan Etanol 20, dan biofuel mereka baru 20%," tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Alfida Rizky Febrianna
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: