CEO CTI Group Ungkap Cerita Jatuh Bangun Mengembangkan Bisnis: Masa-Masa Sulit yang Penuh Pembelajaran
Genap dua dekade sejak didirikan pada tahun 2003 silam, CTI Group melakukan rebranding perusahaan yang mencerminkan komitmen CTI Group dalam menyediakan solusi yang inovatif dan relevan bagi pelanggan.
Rebranding perusahaan juga menjadi wujud semangat CTI Group sebagai perusahaan yang terus tumbuh dan berkembang. CTI Group juga menegaskan komitmen perusahaan dalam beradaptasi melalui pendekatan yang segar dan relevan.
Redaksi Warta Ekonomi, Cahyo Prayogo, berkesempatan mewawancarai CEO CTI Group, Rachmat Gunawan, di Royal Tulip Gunung Geulis Resort and Golf, Bogor, Jawa Barat. Dalam wawancara beberapa waktu lalu itu, Rachmat Gunawan mengungkap cerita jatuh bangun mengembangkan bisnis hingga akhirnya CTI Group mampu berekspansi lebih jauh menembus pasar regional. Simak cerita selengkapnya dalam wawancara berikut.
Sebagai pemimpin perusahaan teknologi CTI Group, bagaimana awal mula Anda bersentuhan dan tertarik dengan teknologi?
Saya mulai bersentuhan dengan teknologi sejak saya belum sekolah. Saya masih ingat sekali ketika itu saya melihat bola lampu yang menyala dan saya sangat penasaran. Ada rasa keingintahuannya tinggi tentang ada apa di dalamnya. Itu sesuatu yang menarik. Lalu, ketika SMA saya membuat proyek-proyek elektronik sendiri yang akhirnya menuntun saya untuk kuliah di bidang technology engineering.
Kalau untuk teknologi digital, saya mulai tertarik di salah satu mata kuliah digital. Dari semua mata kuliah, mata kuliah digital itu yang paling saya sukai.
Bagaimana cerita jatuh bangun Anda dalam membangun CTI sejak awal perusahaan ini didirikan?
Pada saat didirikan, analoginya seperti startup zaman sekarang. Modal cekak, SDM sedikit, kemudian hadir sebagai company baru yang belum dikenal siapa itu CTI, padahal kompetitor kami sudah dikenal baik di market.
Itu menjadi satu masa-masa sulit membangun brand, image, kepercayaan baik ke pelanggan, partner, maupun ke principal. Jadi itu masa sulit sekaligus masa yang indah karena dari situ banyak pengalaman baru yang didapat.
Saya dari technology engineering akhirnya juga bisa tahu bagaimana bisnis berjalan, belajar banyak tentang finance dan accounting selama masa-masa itu.
Apa hal pertama yang menjadi pembelajaran penting yang paling membekas ketika awal membangun CTI, apakah dari aspek bisniskah atau justru berkenaan dengan financing?
Mengenai modal dan funding itu bisa membuat kami tertatih-tatih. Tetapi satu hal yang membuat kami berhasil adalah kami mendapatkan kepercayaan. Trust itu sesuatu yang tidak mudah didapatkan. Kepercayaan dari pelanggan, reseller, principal itu membuat jadi lebih mudah. Kami kemudian dipercaya untuk menawarkan solusi ke pelanggan dan partner. Jadi mendapatkan kepercayaan itulah yang paling sulit.
Sehubungan dengan adanya rebranding perusahaan, dalam logo yang baru terdapat filosofi CTI sebagai perusahaan yang humble. Bagaimana perusahaan membentuk culture sehingga meski sudah besar, CTI tetap bisa humble?
Culture tersebut kami tanamkan sejak awal berdirinya CTI. Kami merasa dari kecil memang bukan dari keluarga mampu. Jadi ketika sudah berdikari, kami tetap rendah hati dan mau mendengarkan masukan dari siapa pun. Dari situ kita bisa belajar lebih banyak lagi. Berikutnya kita bisa memperkaya dan terus menjadi lebih baik.
Dari waktu ke waktu, kami memberikan value tersebut kepada karyawan. Setiap karyawan baru akan kami berikan program New Employee Session dan kami berikan wejangan bahwa inilah value CTI, humble dan strive for excellence.
Ketika culture tersebut sudah terbentuk dan kepercayaan terus dibangun selama 20 tahun terakhir, momen apa yang menjadi tipping point bagi CTI dalam hal pertumbuhan bisnis?
Jika melihat kembali perfomance kami dari 2003 hingga sekarang, dapat dikatakan bahwa CTI menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan konsisten. Memang ada satu masa di mana seperti plato dan itu yang membuat kami harus menemukan new way untuk bertumbuh lagi. Dalam bisnis akan ada satu masa harus berinovasi sehingga bisa bertahan.
Apakah bisa dikatakan bahwa CTI lebih mengutamakan pertumbuhan yang berkelanjutan daripada yang eksponensial seperti halnya startup?
Kami memang lebih fokus untuk sustainability. Hal itu bisa tercermin dari pertumbuhan CTI yang stabil. Jadi kami fokus supaya pertumbuhan itu stabil dan tidak pernah berhenti. Sebab, kami percaya bahwa bisnis dengan pondasi yang baik akan bisa berkelanjutan.
CTI Group melakukan ekspansi global ke Malaysia dan Filipina. Apa yang melatarbelakangi CTI memilih ekspansi ke dua negara tersebut?
Hal itu berkaitan dengan rencana CTI dalam ekspansi regional. Pada awalnya CTI tidak membatasi hanya dua negara Malaysia dan Filipina, kami mencari potensi negara-negara di ASEAN.
Ada banyak cara untuk menembus pasar regional. Singapura menjadi hub utama di ASEAN dan banyak perusahaan besar di dunia yang belum mengenal market ASEAN pasti akan masuk dari Singapura. Tetapi bagi CTI sebagai perusahaan Indonesia, kami sudah mengenal market.
Selain itu, kami memiliki partner terpercaya sehingga akhirnya kami memilih Malaysia. Saat itu Malaysia juga menjadi negara kedua setelah Singapura dalam ranah IT. Sementara Filipina, secara size memang kecil, tetapi pertumbuhannya tinggi. Itulah alasan kami memilih dua negara tersebut untuk ekspansi regional.
Ada visi dan misi baru yang diusung dalam rebranding kali ini. Apa saja target ke depan yang ingin dicapai CTI dalam momentum rebranding ini? Kemudian, strategi apa yang akan dilakukan CTI untuk mencapai target tersebut?
Tentunya CTI akan terus berinovasi, beradaptasi dengan perubahan yang ada, mulai dari lanskap bisnis yang cepat berubah hingga teknologi yang cepat berkembang. Begitu juga dengan para talent SDM di market yang sudah sangat berbeda sehingga memang harus terus berinovasi. Pada intinya kami akan melakukan langkah yang relevan dengan kondisi saat ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih