Permohonan penghapusan pasal-pasal tembakau dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan terus berjalan. Terbaru, Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia (Gapero) bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur mewakili para pelaku industri tembakau menyampaikan aspirasi kepada Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR RI yang saat ini tengah membahas aturan yang akan bersifat omnibus law itu.
Ketua Kadin Jawa Timur Adik Dwi Purwanto saat audiensi permohonan penghapusan pasal 154 – 158 RUU Kesehatan ke DPR didampingi Ketua Gaperindo, Sulami Bahar, menyampaikan kekhawatirannya karena pasal-pasal dimaksud akan memengaruhi komoditas tembakau di Indonesia.
Adik mengatakan seluruh pasal dimaksud berpotensi mematikan industri hasil tembakau (IHT).
”Mazhab kesehatan jangan mengalahkan mazhab ekonomi. Keduanya ini penting, harus ada titik temu. Harus ada pencegahan tidak berkembangnya preferensi rokok. Ini harus dievaluasi dulu dan perlu pengawasan-pengawasan,” kata Adik Dwi Purwanto, dalam keterangannya usai berkunjung ke gedung DPR, Jakarta.
”Rokok ini turunannya banyak. Mulai dari pedagang asongan sampai petani. Ini yang harus dipikirkan teman-teman dewan,” lanjut Adik.
Adik menjelaskan, dari sisi kesehatan, dia meminta pemerintah untuk mengatur regulasi para perokok agar tidak merugikan lingkungan sekitar.
”Kalau dari segi kesehatan, bisa diatur bagaimana mencegahnya. Artinya kalau di kawasan perkantoran, harus menyiapkan smoking area. Ini yang harus diperhatikan DPR. Ini semua bisa dijembatani melalui pengawasan. Contoh pengawasannya, tidak menjual rokok di area dekat sekolah dan pembatasan umur perokok, ini sudah diawasi atau belum,” papar Adik.
Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K. Mudi menambahkan keberatannya apabila RUU Kesehatan disahkan. Keberatan itu di pasal 154 dan 155.
”Dalam pasal itu, tembakau termasuk zat adiktif dan psikotropika, ini yang menjadi keberatan kami. Sebagai petani tembakau berarti pembudidaya tanaman ilegal,” tegas Mudi.
Mudi merasa apabila RUU itu disahkan petani tembakau selama ini dianggap menanam tanaman ilegal. Dia meminta pemerintah untuk melindungi petani tembakau agar roda perekonomian di daerah tetap bergerak.
”Kami meyakini bahwa penyusunan bab zat adiktif pada RUU Kesehatan tidak dikaji secara mendalam dan tidak memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan, khususnya IHT. Kami percaya bahwa peraturan-peraturan saat ini telah melingkupi IHT dengan baik dan proporsional, serta menetapkan batasan-batasan jelas bagi seluruh lapisan masyarakat,” tutur Mudi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri