Jokowi Setop Ekspor Bauksit: Hilirisasi Jadi Cita-Cita vs Potensi Malapetaka yang Nyata
Presiden Jokowi resmi melarang ekspor bijih bauksit (ekspor bauksit) sejak 10 Juni 2023. Larangan ekspor bauksit tersebut termaktub dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Kebijakan Presiden Jokowi menghentikan ekspor bauksit menuai pro dan kontra. Pemerintah mengklaim, larangan ekspor bauksit dilakukan demi mendorong hilirisasi dalam negeri. Namun pada saat yang sama, Indonesia terancam malapetaka baru akibat larangan ekspor bauksit tersebut.
Baca Juga: INDEF ke Pemerintah: Hilirisasi Bauksit Harus Dilakukan secara Menyeluruh
Redaksi Warta Ekonomi telah merangkum serba-serbi larangan ekspor bauksit oleh pemerintahan Jokowi seperti berikut ini.
Alasan dan Tujuan Larangan Ekspor Bauksit
Hilirisasi berbasis sumber daya alam menjadi alasan mendasar pemerintahan Jokowi melarang ekspor bauksit mulai Juni 2023. Melalui hilirisasi, pemerintah bertujuan meningkatkan nilai tambah komoditas dengan melarang ekspor bahan baku. Dengan begitu, Indonesia nantinya dapat melakukan ekspor barang setengah jadi atau barang jadi.
Pemerintah, jelas Jokowi, akan terus berupaya meningkatkan industri pengolahan sumber daya alam di dalam negeri. Guna mendukung hal tersebut, pemerintah berkomitmen untuk terus mengurangi porsi ekspor dan memaksimalkan hilirisasi dalam negeri.
"Pemerintah terus berupaya meningkatkan industri pengolahan sumber daya alam di dalam negeri. Ekspor akan terus dikurangi, hilirisasi berbasis sumber daya alam di dalam negeri akan terus ditingkatkan," tegas Jokowi dalam video YouTube Sekretariat Presiden, Rabu 21 Desember 2022 lalu, disimak kembali pada Jumat, 16 Juni 2023.
Keberhasilan Larangan Ekspor Nikel Jadi Acuan
Pemerintah telah memulai proyek hilirisasi melalui larangan ekspor bahan mentah sejak beberapa tahun lalu. Per 1 Januari 2020, Presiden Jokowi memulai pelarangan ekspor bijih nikel. Kebijakan tersebut diklaim Jokowi memberi hasil yang positif.
Jokowi menyebutkan, pada akhir 2014 nilai ekspor nikel Indonesia berada di kisaran Rp17 triliun atau US$1,1 miliar. Nilai ekspor tersebut melonjak lebih dari 19 kali lipat berkat hilirisasi nikel menjadi Rp326 triliun atau US20,9 miliar pada tahun 2021.
Kenaikan nilai ekspor tersebut menjadi acuan Presiden Jokowi untuk melakukan kebijakan serupa di komoditas lain, termasuk bauksit.
"Ini baru satu komoditas. Keberhasilan ini akan dilanjutkan untuk komoditas yang lain. Mulai Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan larangan ekspor bijih bauksit dan mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri," lanjutnya.
Seberapa Siap Indonesia Setop Ekspor Bauksit?
Sebagai bagian dari kebijakan larangan ekspor bauksit, pemerintah berencana membangun 12 pabrik pemurnian (smelter). Dengan begitu, bauksit yang tidak diekspor dapat diolah di smelter dalam negeri.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menyebutkan bahwa dari 12 smelter bauksit yang sudah direncanakan, baru 4 di antaranya yang rampung dibangun. Sementara itu, ada 1 smelter yang sedang dibangun dan 7 lainnya hingga kini masih berupa tanah lapang.
"Pada 7 lokasi smelter masih berupa tanah lapang. Walaupun dinyatakan dalam laporan hasil verifikasi ditunjukkan kemajuan pembangunan sudah mencapai 32% hingga 66%," pungkas Arifin beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, 4 smelter yang sudah jadi diperkirakan dapat menyerap bahan baku hingga 90%, "Saya rasa itu bisa jadi salah satu solusi."
Bayang-Bayang Malapetaka Larangan Ekspor Bauksit
Berbeda dengan pemerintah yang menatap optimis proyek hilirisasi bauksit, para pengusaha justru menunjukkan respons yang pesimis. Bahkan, pelaku industri menilai bahwa larangan ekspor bauksit ini hanya akan membawa malapetaka baru bagi Indonesia.
Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistyanto, menyampaikan bahwa kebijakan Jokowi setop ekspor bauksit akan menimbulkan dampak besar bagi pengusaha bauksit Tanah Air. Dampak tersebut mulai dari produksi yang turun hingga PHK yang tak terhindarkan.
"Pelarangan ekspor bauksit tentu akan berdampak. Dampak yang jelas adalah pemutusan hubungan kerja (PHK), itu pasti," tegasnya seperti disimak dalam YouTube CNBC Indonesia bertajuk "Malapetaka di Balik Pelarangan Ekspor Bauksit" pada Jumat, 16 Juni 2023.
Ia menambahkan, produksi bauksit dalam negeri berpotensi terpangkas hingga 50% akibat larangan ekspor bauksit tersebut. Jumlah produksi bauksit umumnya mencapai 30 juta ton per tahun dan diperkirakan amblas menjadi sekitar 12-14 juta ton per tahun karena perusahaan hanya bisa menjual ke pabrik pengolahan dalam negeri.
"Jika produksi 30 juta ton, katakanlah perusahaan memerlukan karyawan total sekitar 6.000 hingga 7.000 orang. Kalau separuhnya, kira-kira hitungannya separuh (karyawan terdampak)," lanjutnya.
Dampak berikutnya akan terasa bagi para kontraktor. Produksi menurun, kegiatan kontraktor akan ikut menurun bahkan terhenti.
"Bisa dibayangkan jika (ekspor bauksit) diberhentikan, perusahaan tidak berproduksi, tidak tahu mau jual ke mana. Itu artinya berhenti semua kegiatan dan bisa kita hitung berapa pesangon yang harus kita berikan kepada karyawan dan kontraktor. Jadi seperti efek domino, melebar dan bisa dirasakan oleh semua pihak yang berkepentingan di dalam kegiatan smelter," tegasnya lagi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: