Anggota DPR Usul Pengeluaran Aturan Tembakau dengan Narkotika dan Psikotropika di RUU Kesehatan
Salah satu Panitia Kerja (Panja) Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mendorong agar tembakau tidak disamakan dengan narkotika dan alkohol. Hal ini menyikapi adanya pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang menyetarakan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika.
"Ini kan rokok disamakan dengan narkotika (dalam Pasal 154 RUU Kesehatan). Ini sebenarnya sudah dibahas, walaupun belum diputuskan. Muncul usulan agar narkotika dipisahkan dari rokok atau tembakau. Narkotika kan dilarang. Kalau rokok tentu harus dibedakan," ucap Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, kepada wartawan.
Baca Juga: Picu Masalah Sosial, Pemerintah Diminta Copot Pasal Soal Tembakau di RUU Kesehatan Omnibus Law
Saleh menegaskan tembakau dan rokok sebagai produk turunannya bukan barang terlarang. Sebaliknya, narkotika dan psikotropika adalah produk terlarang.
"Tentu kita tidak bisa serta merta memutus industri rokok. Tidak mungkin. Bahkan di negara maju tidak dilarang. Yang ada hanya pembatasan, yaitu pembatasan peredaran dan tempat merokok. Jadi rokok tidak dilarang dan diperbolehkan diperdagangkan," tegasnya.
Ditambah lagi, industri tembakau juga menyumbang pendapatan negara dan nilainya signifikan, terutama melalui pajak dan cukai rokok.
"Besaran cukai rokok yang masuk ke negara sebesar Rp218 triliun setahun," Saleh menjelaskan.
Rencana pemisahan regulasi tembakau dengan zat adiktif lainnya ini disampaikan setelah menampung aspirasi dari berbagai pihak, termasuk petani tembakau, pelaku usaha, dan pemerintah. Saleh juga mengatakan pihaknya sudah mendengar keterangan dari pihak yang pro rokok maupun yang kontra.
Secara terpisah, anggota Komisi IX DPR, Nur Nadlifah, mengatakan pihaknya akan menunggu masukan dari para pekerja dan petani tembakau yang bergelut di dunia pertembakauan.
"Memang ada kebanyakan fraksi yang keberatan (dengan pasal yang menyetarakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan)," ujarnya.
Secara bijaksana, menurutnya, DPR harus memikirkan banyak hal terkait dengan pembahasan RUU Kesehatan ini, terlebih ada penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika.
Baca Juga: Tren Konsumsi Beralih, Rokok Murah Bermunculan, Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Berkurang
"Kalau produk tembakau disamakan dengan narkotika dan psikotropika, menurut saya ini tidak adil. Nanti petani sama saja menanam ganja. Logikanya kan seperti itu. Itu tidak adil," tegasnya.
Belum lagi memikirkan industri turunan yang melibatkan jutaan tenaga kerja. "Teman-teman yang kerja di industri rokok nanti bisa saja disamakan dengan membuat ganja. Menteri Kesehatan (Menkes) harus menjelaskan alasannya, kadarnya seperti apa, dan kenapa tembakau dikelompokkan ke dalam keluarga zat adiktif narkotika," desaknya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: