Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tren Konsumsi Beralih, Rokok Murah Bermunculan, Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Berkurang

Tren Konsumsi Beralih, Rokok Murah Bermunculan, Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Berkurang Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peralihan konsumsi rokok di tengah masyarakat semakin menguat. Hal ini terlihat dari pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu yang menyampaikan penurunan produksi rokok golongan I, meskipun di sisi lain terdapat peningkatan produksi rokok golongan II dan III, ternyata berdampak pada realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).

Akibatnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan CHT hingga April 2023 mencapai Rp72,35 triliun atau menurun 5,16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).

Baca Juga: Dampak Kenaikan Konsumsi Rokok Murah terhadap Pengendalian Konsumsi dan Penerimaan Negara

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan kenaikan tarif cukai 10% telah memicu tren downtrading, di mana konsumen turun kelas ke golongan yang lebih murah.

"Kita lihat angka penerimaannya mengalami penurunan, tren konsumsi masyarakat naik di segmen rokok yang lebih murah," ungkapnya.

Tauhid menjelaskan, apabila pola kebijakan seperti ini diteruskan, di mana golongan I terus mengalami kenaikan lebih besar, fenomena downtrading akan terus terjadi.

"Apalagi harganya sudah di atas (tinggi), otomatis konsumen golongan I akan turun kelas," ujarnya. 

Menurutnya, secara jangka panjang, peralihan konsumsi ini akan semakin mempengaruhi penerimaan negara.

"Semakin besar jarak tarif antargolongan, banyak praktik penghindaran cukai supaya pabrikan bisa buat rokok lebih murah. Kenaikan cukai jadi tidak efektif untuk optimalisasi penerimaan cukai," katanya.

Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah untuk memperhatikan maraknya rokok murah dari golongan II atau di bawahnya.

"Kalau pemerintah mau menjaga penerimaan negara ya harus segera diatasi, kalau tidak loss-nya akan banyak. Tidak hanya itu tenaga kerja di industri juga dirugikan karena dengan maraknya downtrading, laba dan omzet industrinya makin turun dan sumbangan cukainya justru negatif," ujarnya. 

Fenomena peralihan konsumsi yang berimbas pada penurunan penerimaan CHT terjadi karena adanya selisih tarif yang besar antarrokok golongan I dan golongan II. Selama ini, golongan I telah menjadi penyumbang penerimaan cukai terbesar sehingga penurunan produksinya berdampak besar pada penurunan penerimaan negara. 

Sebelumnya, dilaporkan produksi rokok golongan I turun 2,57% menjadi 13,57 miliar batang di April 2023. Sementara rokok golongan II naik 11,25% menjadi 6,25 miliar batang dan rokok golongan III naik 42,85% menjadi 4,51 miliar batang.

Kenaikan produksi rokok golongan II juga terlihat dari maraknya produk rokok dengan merek baru dan berharga murah. Warganet di media sosial kerap mendiskusikan fenomena produk rokok baru dengan harga murah ini.

Baca Juga: Pekerja Rokok Tak Akan Pilih Wakil Rakyat yang Tak Peduli Penderitaan Rakyat

Cuitan pada akun Twitter @txtdariperokok tentang "Sejak rokok naik, nama rokok temanku jadi aneh semua" telah dilihat sebanyak 3,8 juta kali, dan memperoleh lebih dari 50.000 tanggapan yang membenarkan fenomena tersebut.

Menanggapi hal ini, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Moddie Alvianto menilai masyarakat akan membeli rokok sesuai dengan kemampuan finansialnya. Saat harga rokok di pasaran semakin mahal, banyak konsumen memilih 'turun kasta' ke merek yang lebih terjangkau semata-mata agar tetap bisa terus merokok.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: