Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indonesia Dianggap Masuk Negara Gagal Sistemik, Apa Kata Kemenkeu?

        Indonesia Dianggap Masuk Negara Gagal Sistemik, Apa Kata Kemenkeu? Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Belakangan ramai pembicaraan soal Indonesia dianggap masuk negara gagal sistemik. Menurut Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB), negara gagal sistemik adalah negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan. Lantas, bagaimana kata Kementerian Keuangan (Kemenkeu)?

        Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, membantah. Indonesia, katanya, justru termasuk kelompok negara berpendapatan menengah atas (upper middle country) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%.

        Baca Juga: Kemenkeu: APBN Guyur KIP Kuliah Rp12,8 Triliun untuk 893 Ribu Mahasiswa pada 2023

        "Total anggaran pendidikan dan kesehatan tahun 2022 adalah Rp649 triliun atau 168% dari belanja bunga senilai Rp386 triliun. Tahun 2023 bahkan naik!" cuit Prastowo di Twitter pribadinya yang dikutip pada Jumat (21/7/2023).

        Pada tahun 2022, Indonesia menggelontorkan dana sebesar Rp386,34 triliun dari segi bunga utang. Sementara itu, anggaran untuk pendidikan sebesar Rp472,6 triliun dan kesehatan sebesar Rp176,7 triliun.

        "Bahkan, jika ditambah anggaran kesehatan Pemda via APBN yang Rp249 triliun, total anggaran kesehatan Rp426 triliun," lanjut Prastowo. Lebih jauh, pada tahun 2023, angka anggaran pendidikan dan kesehatan meningkat sebesar Rp791 triliun.

        Kemudian soal pertumbuhan ekonomi di kuartal satu tahun 2023, tercatat masih di atas 5%. Bahkan, capaian inflasi masih dalam rentang target pemerintah, yakni 3,52% tahunan atau year-on-year (yoy) pada Juni 2023.

        Data-data tersebut pun didukung oleh lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) yang menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat BBB dengan outlook stabil.

        "Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023," ujar Bank Indonesia dalam keterangan resmi yang dimuat di situs resminya yang dilansir pada Jumat (21/7/2023).

        Meskipun begitu, pembicaraan tersebut muncul dari cuitan akun Twitter Direktur Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiman, yang menampilkan video Sekjen PBB António Guterres. Video tersebut memaparkan hampir setengah populasi dunia kini tinggal di negara-negara yang banyak menghabiskan dana di bunga pinjaman daripada pendidikan atau kesehatan.

        "Indonesia masuk negara gagal sistemik. APBN 2022: biaya Kesehatan Rp176,7 triliun; bunga pinjaman: Rp386,3 triliun. UN Chief, António Guterres mengatakan, negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan, masuk kategori negara gagal sistemik," cuit Anthony Budiman selaku Direktur Political Economy and Policy Studies (PEPS) yang dilansir dari Twitternya pada Jumat (21/7/2023).

        Dalam cuitan yang menampilkan video tersebut, Guterres menyebutkan, utang-utang yang tidak berkelanjutan (unsustainable) ini terkonsentrasi di negara-negara miskin dan mereka dinilai tidak menimbulkan risiko sistemik terhadap sistem keuangan blobal.

        Baca Juga: Kemenkeu Beberkan Jurus APBN Turunkan Stunting Lewat 3 Intervensi

        "Ini adalah fatamorgana, 3,3 miliar penduduk ini lebih dari sekadar risiko sistemik. Ini adalah kegagalan sistemik," ujar Guterres dalam sesi konferensi pers peluncuran laporan World of Debt dari UN Global Crisis Response Group pada 13 Juli lalu.

        Dalam video YouTube PBB bertajuk Crushing debt spells development disaster for billions yang dilansir pada Jumat (21/7/2023), menurutnya, "Kondisi pasar cenderung tidak mengalami kesengsaraan, tetapi penduduk iya." Guterres sempat menyebutkan negara saat ini dihadapkan dua pilihan yang terpaksa, yakni melunasi utang atau melayani rakyatnya.

        "Mereka hampir tidak memiliki ruang fiskal untuk investasi penting dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals; SDGs) atau transisi ke energi terbarukan," tegasnya.

        Guterres memaparkan singkat, di tahun 2022, utang publik global tercatat mencapai US$92 triliun atau setara dengan Rp1.381 kuadriliun. "Tingkat utang publik mencengangkan–dan melonjak," pungkas Guterres.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nadia Khadijah Putri
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: