Bukan di Rekening Bank, Pedagang Karpet di Inggris Simpan Cadangan Kasnya di Bitcoin
Pemilik Flooring Hut, perusahaan yang menjual karpet secara daring di Inggris, telah membeli Bitcoin (BTC) dan menaruhnya di neraca perusahaannya, mengikuti jejak Tesla, MicroStrategy, dan Real Bedford.
Dilansir dari Cointelegraph, Selasa (25/7/2023, Paul Brewster, CEO Flooring Hut, mengatakan, “kami melihatnya [Bitcoin] sebagai aset yang memiliki potensi pertumbuhan modal terbaik saat ini."
Dia menjelaskan bahwa perusahaan memutuskan untuk tidak menyimpan cadangan kasnya di rekening bank, melainkan di Bitcoin. Hal ini dikarenakan Bitcoin dapat memberikan potensi pengembalian yang lebih besar, yang akhirnya dapat memberikan nilai yang lebih baik bagi pelanggan.
Baca Juga: GAO AS: Regulasi Kripto Harus Memuat Kerja Sama Antar-Lembaga
Menurut Companies House, badan pemerintah yang mengelola daftar perusahaan-perusahaan di Inggris, laporan keuangan Flooring Hut tahun 2023 menunjukkan cadangan kas sebesar £75,105 (Rp1,24 triliun), yang pada saat berita ini ditulis, cadangan kas tersebut bisa membeli sekitar 3,3 BTC.
Selain itu, perusahaan ini hanya menerima pembayaran dalam bentuk Bitcoin. Brewster menjelaskan bahwa "Bitcoin adalah kelas aset yang berdiri sendiri," dan menyebutnya sebagai "emas digital."
Meskipun secara pribadi, Brewster dan rekan-rekannya memiliki minat dalam ruang kripto yang lebih luas, ia menyatakan bahwa mereka tidak akan menambahkan aset tersebut ke neraca Flooring Hut dalam waktu dekat.
Flooring Hut tidak akan menyimpan koin tersebut dengan perusahaan kripto seperti Coinbase atau FTX yang telah tutup. Namun, perusahaan akan menjaga Bitcoin dalam penyimpanan dingin (cold storage) untuk menghindari penipuan.
Keputusan berani yang dibuat oleh pedagang yang beroperasi dalam industri karpet senilai 2 miliar pound (Rp38,54 triliun) tentu saja sangat mengejutkan, mengingat Flooring Hut merupakan salah satu perusahaan yang memiliki penerapan teknologi yang sangat kurang dibandingkan sektor lain.
Perusahaan yang memiliki bisnis di seluruh Inggris ini mencari cara inovatif untuk menginvestasikan modal mereka karena uang tunai yang berada di bank akan mengalami depresiasi akibat inflasi tinggi.
Inggris dan mata uangnya, pound, mengalami krisis lebih parah daripada Uni Eropa. Seperti yang dijelaskan Brewster, mengelola bisnis pada tahun 2023 dalam kondisi ekonomi yang sulit ini berarti "progresif."
"Kami akan menginvestasikannya kembali ke perusahaan, yang kemudian menghasilkan lebih banyak nilai uang bagi pelanggan kami, yang memberi kami keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing kami," tutupnya.
Baca Juga: DoJ AS Gandakan Jumlah Tim Penegakan Kripto untuk Atasi Kejahatan Ransomware
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: