PKS Minta BPK Audit Besaran Gaji Ahok: Jika Benar Rp8,3 Miliar, Sungguh Ironis
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit struktur gaji serta tunjangan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ditaksir hingga miliaran rupiah per bulan.
Mulyanto menyebut audit tersebut wajar dilakukan untuk menghindari polemik di masyarakat. Dia menilai BPK perlu memeriksa apakah penetapan besaran gaji Ahok selama ini sudah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Baca Juga: Orang PKS Protes Keras ke Ahok Diminta Jangan Cawe-Cawe
"Pertamina juga sebaiknya mengklarifikasi pemberitaan mengenai gaji Komisaris Utama Pertamina yang viral di medsos dan media massa lainnya. Apa benar gaji Ahok dan anggota komisaris lainnya sebesar Rp8.3 miliar? Kalau berita ini benar maka sungguh ironis sekali," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/8/2023).
Mulyanto mengaku prihatin jika besaran gaji Komisaris dan Direksi Pertamina mencapai miliaran rupiah per bulan. Pasalnya, besaran gaji itu tidak sebanding dengan prestasi yang dihasilkan.
Mulyanto menyebut, Pertamina masih menyisakan pekerjaan besar yang belum terselesaikan, yakni realisasi lifting minyak yang terus mengalami penurunan meskipun mencapai target setiap tahun, kebakaran kilang minyak di beberapa tempat, hingga seringnya kelangkaan pasokan BBM dan kelangkaan gas melon 3 kg.
"Itu semua menjadi bahan cemoohan masyarakat. Apalagi Dirut Pertamina baru saja mengumumkan bahwa tahun lalu (2022) Pertamina mencapai keuntungan terbesar sepanjang sejarah. Artinya, keuntungan yang besar dari Pertamina itu dinikmati secara seenaknya oleh elite Pertamina," katanya.
Baca Juga: Bambang Pacul PDIP: Waktu Ahok Tempur di Jakarta, TPS-nya Habib Rizieq Bisa Menang Kok
Menurutnya, besaran gaji mesti sesuai dengan konstitusi kekayaan alam yang dikuasai negara yang digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dia pun berharap agar Pertamina tidak memanfaatkan penerimaan negara dari sumber daya alam Indonesia dinikmati dan menjadi bancakan oleh segelintir penguasa.
"Ini melukai rasa keadilan kita, di tengah masyarakat yang kesulitan karena kelangkaan gas melon 3 kg bersubsidi serta harga BBM yang kembali merangkak naik," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas