Anggota Komisi VII DPR Mulyanto kritik keras pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahaladia yang mengatakan pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan tidak perlu spesialiasi, namun cukup diserahkan kepada kontraktor seperti perusahaan-perusahaan tambang yang ada sekarang.
Sehingga Bahlil memastikan pemberian IUP bagi ormas keagamaan tidak akan menimbulkan konflik kepentingan.
Menurut Mulyanto, logika yang dinyatakan Bahlil tersebut ngawur dan berpotensi menabrak aturan yang ada. Pernyataannya ini sebentuk kerancuan yang parah dalam pengelolaan negara.
"Harusnya kalau ada yang tidak beres di tataran implementasi pertambangan, diperbaiki oleh Pemerintah. Bukan menjadi justifikasi untuk direplikasi dan diperbanyak. Kalau ini dilakukan kerusakannya akan semakin meluas," kata Mulyanto.
Mulyanto menyebut kaidah good governance sudah mengatur tugas dan fungsi masing-masing sektor dalam mengelola negara, baik sektor publik-pemerintah, sektor ekonomi, maupun sektor kemasyarakatan. Kalau fungsi tiga sektor negara ini tumpang tindih maka makin semrawutlah pengelolaan negara.
"Bayangkan saja kalau TNI atau Polisi secara kelembagaan ikut cawe-cawe di dunia tambang. Atau Kementerian tertentu ikut bisnis tambang. Kalau ini terjadi dapat diperkirakan urusan tambang akan semakin amburadul," jelas Mulyanto.
"Menegakkan pengawasan tambang ilegal yang dibeking aparat saja belum bisa dituntaskan, masak mau nambah masalah baru dengan mengizinkan ormas secara kelembagaan mengelola tambang," lanjut Mulyanto.
Mulyanto memperkirakan program bagi-bagi IUP kepada ormas juga akan berdampak kurang baik bagi ormas itu sendiri.
Hibah izin usaha ini sekurang-kurangnya akan mempengaruhi objektivitas pelaksanaan visi-misi, soliditas maupun governansi organisasi.
"Bisa rusak ormas-ormas keagamaan dalam mengawal hati nurani kita," kata Wakil Ketua FPKS DPR RI ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement