Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting untuk mengukur stabilitas harga dan daya beli masyarakat di suatu negara. Sejak awal tahun 2023, laju inflasi tahunan Indonesia dikabarkan terus melandai.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia berhasil menyentuh angka inflasi tahunan 3,08% (year-on-year) pada Juli 2023. Angka tersebut sekaligus merupakan inflasi terendah sejak awal tahun 2023. Sebelumnya, pada Juni, angka inflasi Indonesia sebesar 3,52%.
Kabar ini tentunya membawa kegembiraan bagi masyarakat Indonesia. Mengingat, pada tahun 2022 lalu, Indonesia diprediksi akan mengalami resesi terburuk pada tahun 2023. Namun, kabar inflasi yang terus melandai dari awal 2023 menyangkal prediksi buruk tersebut.
Baca Juga: Menilik Alasan di Balik Bank Mandiri Hentikan Kredit ke Pegawai BUMN Karya
Terdapat banyak faktor yang disebut-sebut berkontribusi dalam penurunan inflasi tahunan Indonesia tahun ini. Salah satunya, keberhasilan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui komitmen, perhatian, dan arahannya yang tak henti untuk perekonomian Indonesia.
Selain itu, pencapaian tersebut tak luput dari koordinasi yang baik antara Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia. Direktur Eksekutif-Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan bahwa melandainya inflasi merupakan buah manis dari upaya BI maupun pemerintah.
“Terjaganya inflasi dalam kisaran sasaran tidak lepas dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara BI dan pemerintah pusat dalam tim pengendalian inflasi," ujarnya dalam sebuah keterangan, Rabu (2/8/2023).
Sebelumnya, diketahui bahwa BI menetapkan sasaran besar nilai inflasi berada di kisaran 3% sampai 4% pada tahun 2023. Hal ini berarti angka inflasi Indonesia saat ini sudah mencapai target tersebut.
Tren Inflasi Indonesia Tahun Ini
Tren Inflasi di Indonesia dikabarkan terus melandai pada tahun 2023 hingga mencapai angka terendahnya di Juli 2023 sebesar 3,08 persen. Capaian tersebut membuktikan bahwa perekonomian Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain yang masih mengalami inflasi tinggi. Misalnya Jerman (6,17 persen), Inggris (7,90 persen), Turki (38,21 persen), dan Argentina (115,60 persen).
Dilansir dari data BPS, pada Januari 2023, angka inflasi di Indonesia sebesar 5,28 persen. Selanjutnya, pada Februari mengalami kenaikan sedikit ke angka 5,47 persen. Meskipun begitu, pada Maret angka inflasi turun kembali ke angka 4,97 persen.
Demikian pula pada bulan-bulan selanjutnya, yaitu April, Mei, dan Juni, angka Inflasi berturut-turut menurun, yakni di angka 4,33 persen, 4,0 persen, dan 3,53 persen. Sementara puncak terendahnya pada Juli 2023, angka inflasi tahunan Indonesia berhasil mencapai 3,08 persen.
Jika menilik komponennya, inflasi umum menurun karena penurunan, baik inflasi inti maupun inflasi harga diatur pemerintah. Inflasi inti pada Juli 2023 tercatat 2,43% yoy atau lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 2,58% yoy. Kemudian inflasi kelompok harga diatur pemerintah tercatat 8,42% yoy atau melandai dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 9,21% yoy.
Angka-angka tersebut tentunya lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. BI pun optimis angka inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran sampai akhir tahun 2023.
Komoditas-komoditas yang Pengaruhi Laju Inflasi
Laju inflasi di Indonesia tentunya dipengaruhi oleh komoditas-komoditas yang ada. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan, penyumbang terbesar inflasi di Juli 2023 adalah kelompok transportasi, dengan angka inflasi 0,58 persen dan andil 0,8 persen.
Sementara komoditas penyumbang inflasi terbesar month-to-month, di antaranya angkutan udara dengan adil sebesar 0,06 persen, daging dengan andil sebesar 0,04 persen, cabe merah dengan andil sebesar 0,03 persen.
Kemudian bawang putih dengan andil sebesar 0,02 persen dan beberapa komoditas dengan andil sebesar 0,01 persen, seperti biaya sekolah dasar, telur ayam ras, biaya sekolah SMA dan SMP, rokok kretek filter, dan kentang.
Inflasi Melandai, Waspada Harus
Pudji mengatakan, tren melandainya inflasi tahunan ini menunjukkan stabilitas harga komoditas pangan.
"Angka tahunan ini menggambarkan inflasi menunjukkan harga-harga komoditas pangan relatif stabil dan terkendali," tegasnya dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (3/8/2023).
Meskipun begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyarankan agar masyarakat tetap waspada. Pasalnya, ancaman kenaikan harga pangan ada di depan mata.
Hal ini ia ungkapkan karena melihat risiko fenomena el-nino ditambah dengan pernyataan Rusia yang mengatakan akan keluar dari Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative, sebagai imbas dari perang melawan Ukraina.
"Ini berarti pada paruh kedua tahun ini kita akan sangat dipengaruhi ketidakpastian dari komoditas, hampir mirip seperti 2022, ditambah dengan nanti el nino, ini menjadi sesuatu yang harus kita waspadai pada paruh kedua 2023 ini," ujarnya.
Masalah ini akan berpengaruh terhadap Indonesia karena bahan pangan Indonesia masih dipengaruhi oleh produk panganan yang termasuk dalam Black Sea Grain Initiative, seperti gandum hingga biji bunga matahari.
Dengan demikian, dia memastikan berbagai komoditas yang terkait dengan perjanjian itu akan mengalami lonjakan harga seperti pada 2022, di antaranya yang paling terhubung dengan Indonesia adalah minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang berimplikasi langsung ke harga minyak goreng.
“Lalau sunflower enggak keluar dari Ukraina, harga minyak goreng melonjak tinggi, makanya CPO kita pasti kena. Mengingatkan juga waktu itu krisis minyak goreng terjadi pada 2022 pada saat awal dari perang di Ukraina, ini yang saya sampaikan bahwa fenomena global akan memengaruhi dan merembes ke seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia yang harus kita waspadai," papar Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, Black Sea Grain Initiative merupakan kesepakatan yang diinisiasi Turki dan PBB. Ini memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian melintasi Laut Hitam pascaserangan Rusia ke negara itu pada 24 Februari 2022.
Penolakan Rusia untuk memperpanjang perjanjian tersebut menyebabkan Laut Hitam kembali dalam status daerah bahaya untuk pelayaran. Penarikan jaminan keselamatan ekspor dari Ukraina ini berpotensi memengaruhi pasokan gandum secara global. Pasalnya Ukraina merupakan salah satu negara terbesar pemasok komoditas gandum di dunia.
Baca Juga: Sukses Kendalikan Inflasi, 33 Daerah Dapat Penghargaan Insentif Fiskal dari Kemendagri dan Kemenkeu
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: