Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PDB Tumbuh 5,17% di Kuartal II 2023, Ekonom Senior: Itu Sudah Kapasitas Optimalnya

        PDB Tumbuh 5,17% di Kuartal II 2023, Ekonom Senior: Itu Sudah Kapasitas Optimalnya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2023 tercatat sebesar 5,17 persen (year-on-year/YoY). Capaian produk domestik bruto (PDB) ini lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2023, yang sebesar 5,03 persen. Adapun capaian tersebut sesuai dengan prediksi Ekonom Senior Ryan Kiryanto yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2023 akan berada di atas 5% atau 5,1% (yoy).

        "Terpantau pertumbuhan PDB tahunan sejak triwulan IV 2021 hingga triwulan II 2023 secara rerata sedikit di atas 5%. Ini menunjukkan kapasitas optimal pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar sedikit di atas 5% yoy," ujarnya di Jakarta, Senin (7/8/2023). Baca Juga: Sesuai Prediksi Sri Mulyani, BPS Lapor Ekonomi RI Tumbuh 5,17% di Kuartal II-2023

        Lebih lanjut, dikatakannya, pertumbuhan PDB di triwulan II 2023 yang 5,17% yoy ditopang oleh pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,23% atau setara dengan 53,31% dari total PDB nasional yang tumbuh 5,17%. Dukungan pembentukan modal tetap bruto atau investasi juga tumbuh bagus sebesar 4,63% yang setara dengan 27,90% terhadap total PDB nasional.

        "Porsi PMTB ini menggembirakan karena multiplier effects-nya yang luas dan besar bagi perekonomian nasional. Pengeluaran konsumsi pemerintah juga bagus, melejit sebesar 10,62% yang mengindikasikan serapan belanja yang membaik. Tak kalah pentingnya, pertumbuhan konsumsi LNPRT sebesar 8,62% seiring dengan makin maraknya kegiatan di berbagai ormas dan orpol serta sejenisnya," jelasnya.

        Menurut Kiryanto, semua pertumbuhan tersebut merupakan resultan dari game changer berupa dicabutnya kebijakan PPKM yang mendorong mobilitas orang, barang dan jasa.

        "Lonjakan konsumsi rumah tangga yang masif terjadi di April-Mei lalu seiring dengan perayaan hari keagamaan (lebaran idul fitri). Ini diikuti dengan lonjakan konsumsi pemerintah seiring dengan mobilitas orang, barang dan jasa tersebut," ungkapnya.

        Sementara itu, aktivitas ekspor dan impor mengalami kontraksi masing-masing sebesar -2,75% dan -3,08% yang kalau dinetokan ekspor tetap positif alias surplus, dimana kontribusi ekspor sebesar 20,25% dan impor sebesar -18,54%.

        Associate Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) itu bilang, pertumbuhan ekspor yang negatif karena ekspor barang yang menurun meskipun ekspor jasa tetap tumbuh positif. "Ke depannya upaya mendorong ekspor non migas atau produk manufaktur harus ditingkatkan untuk mengkompensasi normalisasi ekspor komoditas supaya proceed ekspor atau devisa hasil ekspor (DHE) tetap meningkat secara berkesinambungan," tukasnya.

        Yang menarik, terjadi perbaikan pertumbuhan spasial dimana PDRB pulau Jawa tumbuh bagus sebesar 5,18% dengan share 57,27% terhadap total PDB nasional. Kalimantan tumbuh bagus 5,56% (efek ekspor batubara), Sulawesi juga bagus sebesar 6,64% (efek hilirisasi tambang) dan Maluku & Papua sebesar 6,35% (efek hilirisasi  tambang).

        "Yang perlu diperhatikan pemerintah dalam konteks pertumbuhan spasial adalah pertumbuhan yang melambat di Bali dan Nusa Tenggara (3,01%) dan Sumatera (4,90%) atau di bawah PDB nasional). Yang juga perlu diperhatikan adalah stagnasi kontribusi industri pengolahan yang sebesar 18,25% atau jauh di bawah capaian rerata yang sebesar 25-30% pada dekade-dekade sebelumnya," kata Kiryanto. Baca Juga: Pacu Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Pemerintah Lewat Penggunaan Toko Daring dan E-Katalog Perlu Dioptimalkan

        Untuk menuju dan menjadi negara maju dengan pertumbuhan PDB nasional rerata 6-7%, maka reindustrialisasi atau hilirisasi menyeluruh dan kreatif-inovatif menjadi salah satu solusinya sekaligus menghindarkan Indonesia dari jebakan negara berpenghasilan menengah (Middle Income Trap/MIT).

        "Ini pun masih harus didukung oleh investasi langsung sebagai salah satu mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: