Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Strategi CEO Hypernet Kembangkan Perusahaan dan Sinergi dengan Berbagai Pihak

        Strategi CEO Hypernet Kembangkan Perusahaan dan Sinergi dengan Berbagai Pihak Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perusahaan penyedia jasa internet berbasis managed service awal hingga akhir (end-to-end) di bawah naungan XL AxiataHypernet Technologies, semakin berkembang pesat. Pascapeluncuran jenama atau brand Lyft yang melibatkan Link Net dan XL Axiata, perusahaan terus menambah talenta berkualitas dan memindahkan kantor pusatnya ke lokasi strategis. 

        Warta Ekonomi berkesempatan mengunjungi kantor baru Hypernet Technologies di daerah Setiabudi, Jakarta Selatan, DKI Jakarta pada Selasa (15/8/2023). Bertemu dengan CEO Hypernet Technologies, Sudianto Oei atau kerap disapa Apin, berikut wawancaranya.

        Setelah meluncurkan Lyft bersama Link Net dan XL Axiata, inovasi apa yang kini Hypernet kembangkan?

        Jadi kalau lihat dari secara posisinya, XL Axiata dan Link Net ini kan memang pemain di internet. Mereka sangat fokus dengan coverage, kemudian jasa internet apa pun itu, baik seluler maupun baik fiber optik.

        Baca Juga: Perjalanan Bisnis Hypernet: Bermula dari Warnet hingga Kini Berkembang Pesat

        Tetapi mereka juga sama, punya masalah dan tantangan. Bagaimana nih bisnisnya bisa tumbuh tanpa hanya mengandalkan dari sisi penjualan internet? Jadi kan mereka mau ada penjualan produk-produk teknologi. Namun, kapabilitasnya mereka mungkin tidak sefleksibel kami dan mereka belum mulai. Mereka baru-baru ini mulai. Makanya terjadi istilahnya bundling product Lyft. Lyft itu singkatannya Link Net Hypernet Future Technology.

        Jadi dari sisi Link Net menyediakan konektivitas dan infrastruktur termasuk WiFi. Dari sisi Hypernet menyediakan produk non-internet dan WiFi-nya. Seperti komputasi awan (cloud), IT outsourcing, keamanan, yang di mana mereka merasa bahwa segmen UMKM justru tidak hanya butuh internet tok, tadi, ya simpel. Diberi WiFi, tapi laptop yang enggak ada itu bagaimana? Atau laptopnya lemot, masih yang Intel Celeron? Sedangkan WiFi-nya, dia langganan mungkin yang 100 Megabyte.

        ’Kok masih lama ya?’ Padahal laptopnya yang sudah lama. Nah itu menjadi bagian kontribusi Hypernet masuk ke segmen itu.

        Ini memang pada akhirnya nanti bisnisnya harus saling berkolaborasi sih. Karena enggak mungkin semua orang bisa mengerjakan semua hal. Ini ya mungkin ekosistem antara Hypernet, XL Axiata, dengan Link Net itu cukup unik dibandingkan kompetitor lain.

        Keamanan atau security menjadi layanan unggulan di Hypernet, seperti apa wujudnya? 

        Bicara keamanan ini memang harus end-to-end. Karena kami tidak bisa mengamankan hanya dari satu sisi. Jadi kalau misalnya kita mau bangun rumah, keamanannya apa? Ya enggak bisa hanya bangun pagar dan CCTV. Harus banyak. Bahkan ada yang mungkin taruh satpam. Ada yang mungkin tambahin lagi, misalnya anjing penjaga.

        Nah, memang secara produk nanti kami akan menyesuaikan dengan karakter si pelanggan. Seberapa dalam keamanan yang dibutuhkan.

        Kalau sekarang kami mengibaratkan tiering, yang paling berisiko tinggi itu pasti dari segmen finansial. Jadi solusi keamanan yang ada di finansial akan berbeda dengan yang mungkin di restoran, atau di kampus. Sektor publik juga sekarang menjadi salah satu yang cukup kritis terhadap keamanan. 

        Nah layanan keamanan yang di clear high priority itu memang dari sisi keamanan secara infrastruktur, data, dan nanti ujungnya akan aman secara prosesnya.

        Karena terkadang kami sudah jagain nih infrastrukturnya, istilahnya tidak bisa disusupi. Datanya tidak bisa dicolong. Sudah diamankan. Tapi prosesnya salah. Sesimpel misalnya terima email tanpa sengaja, dia mengeklik link, kemudian link itu masuk ke situs yang sudah kena malware/phising atau semacamnya, atau tanpa sengaja memberikan OTP. Banyak sekali kan sekarang lagi ramai masalah APK. Itu kan tanpa sengaja prosesnya, dia tidak mengerti. Yes, yes, yes aja tiba-tiba handphone-nya hilang, langsung diambil semua datanya. 

        Nah masalah proses keamanan ini lah yang juga menjadi salah satu PR, tapi menjadi kesempatan bagi kami untuk mulai melakukan edukasi ke pelanggan. Makanya tadi kami memastikan bahwa proses di Hypernet harus bagus dulu nih dengan ISO tadi. Baru kami bisa ngomong ke pelanggan, ‘eh harusnya begini lho’. Nah kalau kami enggak bagus, kami enggak punya bukti, kami ngomong ke pelanggan kan, jadi mereka merasa ‘kamu benar enggak begitu?’ ‘Ini berdasarkan ISO tuh begini’, dan kami sudah terapkan.

        Makanya di kami ada satu layanan namanya konsultasi profesional. Layanan ini adalah jasa yang kami berikan ke pelanggan untuk pendampingan, supaya pada saat dia mau mendapat sertifikasi ISO, dia sudah paham dulu checklist PR-nya. 

        Kami tidak bisa membantu pelanggan untuk melakukan sertifikasi karena kami bukan lembaga sertifikasi, tapi yang bisa kami lakukan adalah kami melakukan pendampingan, konsultasi, ngajarin. Karena istilahnya orang mau ujian, sebelum lulus kan belajar dulu. Nah kami bantu nih belajar dulu. Jadi kami guru les lah, istilahnya.

        ‘Eh nanti beresin dulu ya PR-PRnya, sudah beres baru kamu ujian’, nanti ujiannya harusnya sih lulus. Kalau dia ikutin, kalau dia enggak ikutin ya mungkin enggak lulus.

        Nah itu bagian kami melakukan keamanan atau security secara proses, supaya tadi, infrastruktur, data, dan prosesnya semua aman secara end-to-end.

        Terkait dengan jumlah konsumen, berapa target yang Hypernet capai secara tahunan atau year-on-year (YoY)? 

        Targetnya memang tiga tahun atau lima tahun ke depan, tetap harus kami pertahankan tumbuh double digit. Karena dari histori angka sebelumnya, pertumbuhan kami selalu double digit. Apakah itu secara pendapatan maupun dari jumlah pelanggan.

        Karena, skema kami kan managed service itu sewa, berarti pelanggan itu, rata-rata berkontrak satu tahun sampai lima tahun. Rata-rata rentangnya di situ.

        Yang sudah berkontrak ini, kami punya parent, bagaimana caranya kami menambahkan lagi layanan lain? Sehingga, mungkin pertumbuhan pelanggannya—secara jumlah pelanggan—enggak akan signifikan, tetapi secara pendapatannya mungkin akan tetap naik. Karena, kami menjual lagi layanan di luar, dari layanan yang sudah ada, ke pelanggan yang sudah ada. Lebih mudah bagi kami meyakinkan pelanggan yang sudah kami kenal dan mereka sudah tahu performa kami, dibandingkan pelanggan baru yang belum kenal dan belum tahu, ‘benar enggak sih Hypernet bagus?’ Jadi fokusnya kami selalu upsell ke pelanggan yang di situ.

        Bermula dari warung internet (warnet), bagaimana Anda dan tim mengambil kesempatan dan melangkah lebih jauh hingga membangun Hypernet? 

        Warnet itu, jadi begini, kami itu selalu bertumbuh atau berinovasi itu berdasarkan masalah. Karena, saya punya kepercayaan bahwa kami bisa memecahkan masalah, seharusnya bisnis itu akan bertahan lama atau lebih berlanjut (sustain).

        Nah, dari warnet menjadi provider internet, karena waktu itu masalahnya di warnet tidak ada koneksi yang bagus. Akhirnya kami buat provider internet.

        Dari provider internet menjadi provider service, karena waktu itu pelanggan sudah diberikan koneksinya, tetapi mereka tetap punya masalah dan telepon kami, sesimpel mereka ngomong begini.

        ‘Pak, laptop saya ini kok koneksinya enggak jalan?’

        Setelah kami cek, ‘lah modemnya jalan kok, bu.’

        ‘Tapi laptop saya enggak bisa konek, Pak. Nah laptop yang teman kerjain kan bisa, tapi laptop saya enggak bisa.’

        Kami jadi bertanya-tanya, ‘ini problem-nya kan di laptop’. Tetapi kami enggak bisa semudah mengatakan, ‘Pak, laptopnya ganti aja’. Kan kami enggak masalah.

        Akhirnya kami bisa perbaiki, oh ya sudah berarti kayaknya pelanggan harus kami kasih juga nih laptopnya sekalian, supaya dia bisa punya koneksi.

        Nah, itu akhirnya jadi terlibat, jadi bertumbuh dan berevolusi sampai jadi managed service, kami menyediakan perangkatnya juga. Jadi menjawab tantangan tadi, masalah tadi, bahwa pelanggan tidak cukup hanya dikasih koneksinya aja, tapi harus dikasih tools-nya juga, perangkatnya juga.

        Nah kemudian berevolusi lagi, tapi kami dalam rencana bisnis, akan menjadikan managed security. Karena setelah terintegrasi, bertransformasi, berarti kan datanya akan banyak sekali, bertambah tools-nya. Data pelanggan, data penjualan, bagaimana mengamankan ini?

        Karena, orang sekarang selalu ngomong, saya koneksi online. Oke, tapi gara-gara dengar hacker-hacker begitu, mereka jadi parno. Wah, berarti data saya dicolong dong? Personal saya bisa dilihat dong? Nah, kami mulai berpikir bahwa ini menjadi masalah ke depannya.

        Nah, evolusi inovasi kami ke depannya adalah bagaimana membantu mereka mengamankan diri dengan kami. Jadi, layanan keamanan siber atau cybersecurity itu akan kami maksimalkan, supaya kami bisa membantu mereka mengelola keamanan datanya juga.

        Jadi, enggak hanya dia online aja, dikasih tools-nya lalu sudah bisa pakai, tetapi datanya enggak aman. Nanti kan ujung-ujungnya dia akan komplain. ‘Pak, kok data di komputer saya hilang ya?’

        Nah, terus kami kan enggak mungkin dong mengatakan, ‘ya salahnya Bapak, salah instal’, begitu kan? Ujung-ujungnya kami mesti bantu.

        ‘Oh Pak. Bapak instal-nya masih pakai ini.’ Nanti dia akan bertanya berikutnya, ‘Pak, ya sudah kamu bantuin sekalian deh, saya enggak ngerti, saya pusing. Kan saya sudah bayar kamu.’

        Nah, ya sudah. Mau enggak mau ya, layanan itu secara otomatis menjadi ada, karena menjawab masalah kan.

        UMKM menjadi penyumbang PDB di Indonesia, bagaimana strategi Hypernet supaya tetap relevan dan menjadi provider terdekat mereka? 

        Kami sekarang banyak membuat aktivitas yang kami sebut dengan MENS, yakni Meet, Eat, Inspire. Nah acara ini bisa di tempat (offline), bisa daring (online).

        Nah segmennya memang menyasar ke UMKM. Karena mereka butuh belajar. Biasanya UMKM ini, mereka lebih kepo. Mau cari tahu, ada apa lagi sih yang baru? Nah jadi kami bikin acara ini supaya kami bisa memberikan update knowledge.

        Apa sih tren pasar sekarang? Terus kira-kira kalau dari sisi Hypernet, kami bisa bantunya di sisi yang mana? Nah pada saat mereka merasakan ketertarikan, ‘pak kami mau dong’. Nah biasanya, kami ada program uji coba gratis (free trial). Jadi kami berikan yang coba dulu tapi gratis, atau ada promo mungkin langganannya sekarang, tapi bayarnya bulan keempat, minimal komitmen harus dua tahun. 

        Jadi fleksibilitas secara harga itu biasanya kami mainkan di segmen UMKM ini. Karena memang tantangannya adalah masalah bujet. Mereka terbatas, jika dibandingkan dengan korporasi.

        Tapi bahwa mereka mau mencoba, mau. Kadang-kadang UMKM ini lebih gesit. Karena proses keputusannya kan cepat ya. Kalau korporasi mesti ke ini dulu, ke itu dulu, lama. Bisa dua bulan baru mendapat deal-nya. Sedangkan UMKM, hitungan hari bisa langsung oke. Tantangannya adalah harga jangan mahal-mahal.

        Jadi, produk yang kami buat itu ke UMKM memang selalu concern-nya, pertama, pasti dari sisi harga dulu. Kedua baru dari ceruk atau niche-nya. Karena kalau niche-nya ada, harganya tidak masuk, mereka enggak sanggup beli juga. Tapi kalau harganya sudah sesuai dengan kantongnya mereka, biasanya niche-nya bisa kami buatkan, dengan cara kami mengedukasi tadi. 

        Misal, dia enggak paham, tapi pada saat kami ajak event, ‘oh ternyata bisa begini ya, oh bener juga ya’. Dari situ niche-nya jadi ada. Tapi pas mereka tanya, ‘harganya berapa Pak?’ Nah harus sesuai. Kalau harganya selangit, ya mereka, ‘ya bapak percuma ngasih tahu saya, saya enggak sanggup pak’. ‘Keren, tapi saya enggak sanggup beli’. Jadi harus datang dari harganya dulu sih. Segmennya agak beda.

        Kalau korporasi, dia maunya niche dulu. ‘Saya bagian biaya, bisa saya pikirin, yang penting kamu bisa begini enggak? Gini, gini, gini’. Jadi biasanya PR-nya sudah ada dari mereka. Kami malah ikuti. Nanti kami kasih fokusnya.

        Kalau UMKM, dia mau disuapin. Hypernet bisa kasih UMKM apa sih

        Di tengah persaingan bisnis penyedia internet di Indonesia, bagaimana Hypernet tetap bertahan meski di segmen B2B?

        Kuncinya memang pasti kami harus inovasi terus ya, dan menyesuaikan dengan kebutuhan si pelanggan. Percuma kami punya produk yang keren, bagus, mungkin di luar sudah banyak yang memakai. Tapi pada saat di bawah, penduduknya ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Jadi, kami selalu pendekatan dua arah, dari sisi secara perkembangan teknologi dan permintaan pasar.

        Nah kalau dilihat dari secara komposisi, dengan adanya sinergi dengan XL Axiata, saya melihatnya bahwa kami lebih punya solusi end-to-end. Karena dari sisi penyediaan infrastruktur bahkan sampai ke mobile cellular, kami bisa sediakan sekarang dengan dibantu oleh teman-teman dari XL Axiata.

        Dari sisi secara penyediaan hardware dan software, kami memang sudah lakukan sejak awal. Sekarang kami masuk juga ke penyediaan IT outsourcing dan prosesnya. Jadi seperti penggabungan antara penyedia selular, penyedia barang dengan penyedia jasa konsultasi (consulting). 

        Ujung-ujungnya akan menjadi satu end-to-end bisnis proses outsourcing-nya. Nah ini yang kami lihat memang dari Hypernet, ekosistem kami sudah buat sedemikian rupa supaya end to end-nya dapet.

        Kalau dibandingkan dengan kompetitor, kayaknya mereka masih satu per satu (piece by piece). Ya ada yang memang jago di perangkat keras (hardware), jago di operator seperti yang merah dan kuning itu yang fokusnya jualan selular saja.

        Ada yang memang jasa konsultasinya saja, tapi dia enggak mengerti penyediaan hardware. Nah kami berusaha supaya ini bisa end-to-end.

        Motto “cepat, tegas, dan simpel”, bagaimana mewujudkan ini bersama tim Hypernet? 

        Sebenarnya tiga kata tadi yang disebutkan itu turunannya saja sih. Sebenarnya banyak juga ya. Aman, nyaman, transformatif, dan sebagainya. Tapi itu memang sub-campaign lah. Bahasa marketing itu konten lah supaya menarik. Tagline besarnya itu adalah di sisi #TerimaBeres.

        Kalau kultur internal kami, tadi Anda lihat ada tulisan SOLID yang besar itu. Simplicity, open-minded, learning spirit, integrity, dan dependable. Jadi itu memang kulturnya kami. Karena konsepnya #TerimaBeres, kami maunya memang pelanggan kami ya terima beres saja. Jangan pusing. Simpel. Satu kata yang menggambarkan semua masalah mereka tapi mereka langsung ngeh. Karena UMKM ini kan enggak semuanya yang mengerti teknologi. Enggak semuanya paham. Jadi kami harus buat satu slogan yang memang mereka itu paham.

        #TerimaBeres di mananya? ‘Oh yaudah Bapak. Tidur tenang aja ya sudah, pokoknya Bapak bisnis jalan terus’, begitu.

        Soal pilar Empowering People, seberapa inklusif Hypernet dalam merekrut talenta perempuan dan putra-putri daerah? 

        Di bisnis seperti ini terutama jasa, apalagi kami berbicara soal teknologi, ujung-ujungnya memang yang paling berharga adalah aset karyawannya.

        Kalau sumber dayanya enggak mumpuni, dikasih barang sebagus apa pun enggak akan bisa dioperasikan dengan maksimal. Jadi memberdayakan talenta (Empowering People) itu menjadi salah satu pilar utama kami untuk menjalankan bisnis.

        Nah salah satu bentuk konkretnya, kami pindah ke tempat yang baru untuk memfasilitasi mobilisasi supaya lebih strategis. Secara interior, ala-ala startup, supaya tadi, Gen Z lihat-lihat, ‘oh pantry bagus ya, mau’. 

        Kami juga memberikan banyak sekali fasilitas pelatihan dan sertifikasi. Kalau dia ikut pelatihan dan lulus sertifikasi, mereka mendapatkan tunjangan sertifikasi. Jadi gajinya bertambah. Bukan hanya ‘oh kasih training gratis’, kan itu biasa lah ya. Namanya pelatihan, ya kantor harus bayarin dong, masa dari sendiri? Sudah kantor yang bayarkan, mereka diberikan pula tunjangan setiap bulan, selama masa sertifikasinya berlaku dan satu orang bisa maksimal mendapatkan 5 sertifikasi. Jadi dapat 5 kali tunjangan tuh.

        Jadi, cara untuk naik gaji di sini tuh enggak hanya promosi saja. Kalau atasannya masih ada, masa ditendang? Ya berarti dia harus meningkatkan kompetensi dan keahlian dengan sertifikasi.

        Itu salah satu hal untuk memotivasi talenta kami agar mau terus belajar. Karena kan kultur yang kita tadi berpikiran terbuka dan spirit senang belajar, dia harus belajar, dia mesti terbuka. Kalau kami enggak belajar, kami enggak terbuka, bagaimana bisa mengajari orang lain? Kira-kira begitu lah. Jadi people memang menjadi salah satu fokus utama kami.

        Ada Empowering People, Product Transformation, Process Optimization, Partner Collaboration, dan yang terakhir Customer Engagement. Ini menjadi lima strategi utama kami dalam menjalankan bisnis.

        Semua leader kami harus menurunkan lima strategi ini menjadi inisiatif bisnis. Nanti biasanya kami pada saat kuartal ketiga ini akan ada rapat kerja nasional. Semua leader dikumpulkan. Mereka membuat rencana bisnis baru untuk 2024. Target sudah ada, ditentukan. Untuk mencapai target itu mereka harus ngapain kan begitu? Nah panduan mereka harus dari lima ini. Enggak boleh bikin ngasal-ngasal begitu.

        Soal proporsi perempuan dan anak daerah, sejak pandemi COVID-19 sih memang kami memfokuskan, kalau bisa jumlah karyawan perempuan lebih banyak dari sebelum-sebelumnya. Tapi porsi persentasenya, saya nanti butuh kualifikasi sama tim Human Capital.

        Memang sekarang jumlah pelamar baru yang saya lihat lebih banyak didominasi perempuan, terutama di bagian marketing dan sales, terutama itu. Kalau di bagian operasional memang masih dominasinya pria. 

        Nah kalau anak daerah, saya belum mendapatkan datanya. Karena yang saya masih tekankan, masalah profil umurnya sih. Karena inginnya tadi, proses motivasinya itu masih tetap semangat bekerja lah. Masalah dia orang Jakarta atau orang luar Jakarta, menurut saya sih itu tidak masalah atau doesn't matter. Karena sama-sama IT kok.

        Kami juga sudah buka perwakilan di Kalimantan dan Sumatera. Jadi fokusnya kami adalah setiap pulau itu setidaknya harus ada perwakilan. Nah masalah nanti itu menyebar lagi ke kota lain itu tergantung dari perkembangan bisnisnya.

        Kalau buka cabang di daerah, kalau bisa kepala cabangnya minimal harus talenta lokal. Karena dia yang mengerti pasar. Masalah nanti timnya mungkin dikirimkan dari Jakarta atau dari tempat lain. Tetapi kepala cabangnya, biasanya kami selalu minta orang lokal. 

        Baca Juga: Strategi Hypernet Lekatkan Diri dengan UMKM: Mereka Lebih Kepo

        Semisal enggak ada, secara sementara dikirim dari Jakarta, setelah itu baru ke talenta lokal. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nadia Khadijah Putri
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: