Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Demokrat Minta Amendemen UUD 1945 Dilakukan Pascapemilu 2024

        Demokrat Minta Amendemen UUD 1945 Dilakukan Pascapemilu 2024 Kredit Foto: Twitter/Hinca Panjaitan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, mengaku terbuka dengan amendemen Undang-undang Dasar 1945. Kendati demikian, dia menilai akan lebih arif jika amendemen dilakukan pasca-Pemilu 2024 rampung dilaksanakan.

        Hal itu dia ungkap menyusul pidato Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo (Bamsoet), di Sidang Tahunan MPR, DPR, DPD pada Rabu (16/8/2023) terkait pengembalian wewenang MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

        Baca Juga: Gemas Anies Tak Kunjung Umumkan Cawapres, Demokrat: KPU Tak Mungkin Hanya Terima Capres

        "Jikalau itu mau dimulai (dibahas) nanti saja setelah Pemilu 2024. Toh masih ada kan kalau Pemilu 14 Februari. Nah, sidang MPR lagi nanti yang 16-18 Agustus masih ada 2024," kata Hinca saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

        Hinca menyebut, amendemen bukan sesuatu yang tabu dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pasalnya, dia menyebut Undang-undang Dasar 1945 telah mengalami beberapa amendemen hingga saat ini.

        Dia pun menyebut, amendemen itu perlu didiskusikan untuk menangani kekosongan kekuasaan. Meski begitu, Hinca menegaskan amendemen mesti dilakukan dengan perhitungan waktu yang matang.

        "Tinggal timing-nya karena niat kita membuat itu pasti untuk yang terbaik, untuk bagaimana lebih baik dan setelah reformasi 98 ke sini sudah lebih dari 20 tahun, saya kira bisa juga kita duduk berunding bersama-sama konstitusi itu harus dipercakapkan bersama-sama," jelasnya.

        Dia pun menegaskan, perlu kajian mendalam dalam pembahasan amendemen Undang-undang Dasar 1945. Pasalnya, amendemen yang dilakukan akan menentukan penyelenggaraan Pilpres pada periode selanjutnya.

        Lebih lanjut, Hinca menegaskan bahwa amendemen perlu dikaji oleh seluruh elemen masyarakat. Hal itu dia nilai perlu untuk menyatukan pikiran dari setiap gagasan-gagasan masyarakat.

        "Karena itu bukan hanya MPR, DPR, bukan. Seluruh rakyat Indonesia, para akademisi, harus membongkar dan membaca ulang itu dan memberi jalan pikirannya supaya semuanya bisa menyampaikan apa yang di kepalanya sesuai dengan perubahan zaman," tandasnya.

        Wacana Amendemen UUD 1945 MPR dan DPD 

        Sebagaimana diketahui, Bamsoet meminta MPR dikembalikan sebagai lembaga negara tertinggi sebagaimana yang disampaikan Presiden ke-5, Megawati Soekarnoputri, beberapa waktu lalu.

        "Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," kata Bamsoet dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, DPR, DPD 2023 di Ruang Paripurna Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (16/8/2023).

        Bamsoet menilai, dikembalikannya MPR sebagai lembaga tertinggi negara perlu untuk menyikapi bencana di luar dugaan saat pemilu dilaksanakan. Menurutnya, kondisi tersebut akan memicu kosongnya kekuasaan di Indonesia.

        "Masalah-masalah seperti di atas belum ada jalan keluar konstitusionalnya setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari kita semua sebagai warga bangsa," tandasnya.

        Baca Juga: Pidato LaNyalla Soal Amandemen UUD 1945 Tarik Atensi Surya Paloh: Tak Ada Lagi Pilpres

        Hal senada juga diungkap oleh Ketua Dewan Perwalian Daerah (DPD), La Nyalla Mattalitti, yang menyinggung amendemen Undang-undang Dasar 1945 tahun 1999-2002 yang dinilai telah keluar dari nilai-nilai Pancasila. La Nyalla menyebut, berdasarkan kajian akademik dari sejumlah kalangan akademisi, UUD hasil amendemen 1999-2002 tidak memuat Pancasila.

        "Ditemukan kesimpulan bahwa Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada tahun 1999 hingga 2002 yang sekarang kita gunakan telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi," kata La Nyalla dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, DPR, DPD 2023 di Ruang Paripurna Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (16/8/2023).

        Berdasarkan hal tersebut, La Nyalla menyambut baik kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang meminta perbaikan dan penyempurnaan sistem bernegara.

        "Sebagai sebuah jalan keluar untuk memberikan ruang bagi bangsa dan negara ini untuk merajut mimpi bersama, guna melahirkan tekad bersama, untuk mempercepat terwujudnya cita-cita lahirnya negara ini," tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: