Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gelombang PHK Terus Hantam Fintech, Akankah Terus Berlanjut?

        Gelombang PHK Terus Hantam Fintech, Akankah Terus Berlanjut? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Teknologi yang terus berkembang memang memunculkan banyak industri baru. Banyak industri konvensional yang beralih menjadi digital, tak terkecuali industri keuangan.

        Teknologi membuat industri keuangan digital baru yang disebut financial technology (fintech) bermunculan. Kemunculan industri fintech telah menjadi bagian integral dari perekonomian dunia. Namun, sayangnya, perkembangan sektor fintech tak dapat menghindari gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda perusahaan-perusahaan startup dalam beberapa tahun terakhir.

        Berdasarkan laporan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) atau AFTECH Annual Members Survey (AMS), tercatat 84% responden startup fintech melakukan lay-off sepanjang 2022.

        Baca Juga: Bukalapak Lakukan PHK Karyawannya, Bagaimana Cara Hadapi PHK di Tempat Kerja?

        Gelombang PHK yang terjadi di startup fintech tersebut sudah beberapa kali diramalkan akan segera berakhir. Salah satu yang meramalnya adalah Ketua Dewan Pengawas AFTECH Rudiantara. Ia mengatakan, setelah terjadi badai di perusahaan startup (tech winter), banyak yang melakukan rekalibrasi dan efisiensi di bidang biaya. Namun, kata dia, setelah badai tersebut berlalu perusahaan akan semakin resilient. 

        “Kelihatannya akan ada spring (setelah tech winter), jadi sudah siap semua, akan semakin resilient, venture capital sudah punya dana banyak lagi, terutama Fed suku bunga itu turun lagi, uang akan mengalir pada startup, salah satunya fintech,” ungkapnya pada peluncuran AMS 2022/2023, di Jakarta, Kamis (27/7/2023).

        Namun, nyatanya, gelombang tersebut tetap terjadi. Baru-baru ini dilaporkan, sebuah startup fintech peer-to-peer (P2P) lending PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) mengumumkan PHK kepada 17,76 persen karyawannya. Hal ini berarti, terdapat 38 karyawan  yang diberhentikan kerja dari total 214 karyawan di Indonesia.

        Manajemen Modalku menyampaikan bahwa PHK tersebut terjadi seiring dengan kondisi ekonomi makro yang kurang menguntungkan dan berdampak terhadap pengguna jasa perusahaan, termasuk bisnis Modalku di lima negara.

        “Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan kami untuk mengoptimalkan bisnis dalam mendukung UMKM di wilayah tersebut, kami telah memutuskan untuk melakukan perampingan operasi bisnis di Indonesia,” kata manajemen Modalku dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (18/8/2023).

        Sejumlah Fintech yang Lakukan PHK

        Kondisi perekonomian makro yang sulit memang menyebabkan banyak perusahaan rintisan (startup) terpaksa untuk melakukan efisiensi dengan cara memangkas karyawannya. Hal tersebut juga banyak terjadi di sektor fintech, di mana setidaknya dalam beberapa tahun terakhir ada lebih dari 10 startup fintech yang memutus hubungan kerja dengan karyawannya.

        Berikut adalah beberapa startup fintech yang telah melakukan efisiensi karyawan:

        LinkAja

        Layanan keuangan digital LinkAja melakukan PHK terhadap karyawannya dengan alasan untuk reorganisasi SDM-nya. Penyesuaian jumlah karyawan dilakukan untuk memastikan perusahaan bisa secara optimal bertumbuh dengan efisien dan fokus pada bisnis perusahaan.

        Tokocrypto

        Dalam satu tahun di tahun 2022, Tokocrypto melakukan dua kali PHK. PHK kedua dilakukan Desember lalu dan menyinggung soal kondisi pasar yang bergejolak. Tujuan dari pengurangan karyawan yang dilakukan Tokocrypto adalah pengelolaan biaya operasional yang lebih baik.

        Xendit

        Startup di bidang teknologi finansial Xendit melakukan PHK massal sebanyak 5% karyawannya yang ada di Indonesia dan Filipina. Keputusan kala itu diambil karena situasi makroekonomi yang tidak menentu hingga saat ini. Sehingga memaksa perusahaan mereorganisasi sumber daya manusianya. 

        Ajaib

        Perusahaan rintisan di bidang investasi Ajaib Sekuritas Asia melakukan PHK pada 67 karyawan pada tahun 2022 lalu.

        Ayoconnect

        Startup open finance ini dikabarkan telah melakukan PHK terhadap 10% karyawan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya mengejar lini bisnis yang menguntungkan dan mandiri.

        Qoala

        Startup asuransi atau insurtech Qoala melakukan PHK terhadap 80 karyawan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya perampingan untuk reorganisasi menyeluruh dari unit bisnis inti.

        Akseleran

        Startup pinjaman online atau pinjol Akseleran melakukan PHK terhadap 60 karyawan. Penyedia layanan fintech lending ini pun menunda pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO).

        Danafix

        Startup pinjol ini menyetop layanan di Tanah Air pada Maret 2023. Sementara hal-hal mengenai hak dan kewajiban pengguna diselesaikan selambat-lambatnya pada 30 April 2023. 

        Bibit.id

        Perusahaan investasi reksadana ini juga dikabarkan melakukan PHK secara diam-diam kepada 30-40 karyawannya.

        Modalku

        Perusahaan investasi P2P lending ini melakukan efisiensi terhadap 38 karyawan dari total 214 karyawan di Indonesia.

        Apa Penyebabnya?

        Sebagaimana diketahui, sejak awal pandemi Covid-19, kondisi perekonomian memang mengalami berbagai guncangan. Kondisi tersebut pun berdampak pada startup di berbagai sektor, tak terkecuali di sektor fintech.

        Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan gelombang PHK yang terjadi di perusahaan digital disebabkan tekanan makroekonomi yang cukup berat pascapandemi Covid-19.

        “Mulai dari tekanan makroekonomi, kenaikan inflasi, tren penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli masyarakat, risiko geopolitik, dan model bisnis yang berubah signifikan. Kemudian rekrutmen yang secara agresif dilakukan di awal, juga menjadi salah satu penyebab sekarang banyak PHK,” katanya dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (18/8/2023).

        Setelah masa pandemi, diharapkan jumlah pengguna akan bertambah dan layanan digital akan terus menguntungkan. Namun, ternyata, konsumen justru dihadapkan dengan kenaikan inflasi pada bahan pangan dan energi, yang mengakibatkan penurunan dalam pembelian melalui platform digital, khususnya di Indonesia.

        Sementara itu, Chief Financial & Strategy Officier LinkAja, Reza Ari Wibowo mengatakan bahwa reorganisasi pegawai tersebut merupakan salah satu strategi dalam penguatan fundamental bisnis. Hal tersebut dilakukan agar fintech mengalami pertumbuhan bisnis yang lebih sehat dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan pasar.

        Startup ini ingin mencapai bisnis fundamental yang lebih kuat. Ini adalah untuk pada akhirnya akan melakukan cost yang lebih efisien dan juga mendapatkan business growth yang lebih sustainable dan healthy. PHK itu hanya satu langkah dari berbagai langkah yang dilakukan untuk menjawab tantangan pasar di 2023,” ungkapnya dikutip dari kanal YouTube CNBC Indonesia, Jumat (18/8/2023).

        Ia juga menjelaskan tantangan-tantangan pasar yang dihadapi oleh startup fintech. Mulai dari fenomena tech winter di tahun 2022 lalu hingga investor yang semakin selektif dalam berinvestasi.

        “Di 2022 ada tech winter, kemudian investor semakin selektif dalam melakukan investasi, di mana perusahaan juga dituntut untuk profit lebih cepat, memperbaiki profitabilitas, dan ini adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh company-company digital, termasuk fintech,” lanjutnya.

        Apa Gelombang PHK Fintech Akan Terus Berlanjut?

        Meskipun masa pandemi Covid-19 telah berlalu, Bhima memprediksi gelombang PHK startup fintech akan masih terus berlanjut sampai 2024. Terutama, pada fintech P2P lending. Hal ini dikarenakan adanya tekanan dari eksternal, termasuk kenaikan suku bunga dan penurunan modal institusi luar negeri yang tersedia untuk pendanaan.

        Selain itu, ia juga mengatakan, naiknya pembiayaan bermasalah, terutama pinjaman konsumtif juga mempengaruhi kondisi keuangan startup fintech lending. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Mei 2023, jumlah kredit macet atau tingkat wanprestasi (TWP) 90 fintech lending meningkat 3,36 persen atau mencapai Rp1,72 triliun.

        Sehingga, ia menilai langkah utama yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi permasalahan keuangan tersebut adalah dengan melakukan efisiensi karyawan.

        “Kondisi ini menimbulkan beban bagi fintech, sehingga langkah utama yang dilakukan adalah efisiensi karyawan dan downsizing usaha secara ekstrem,” jelas Bhima.

        Sementara itu, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk menjaga ekonomi makro agar tetap stabil supaya investor tetap tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.

        “Kita harus memastikan kondisi ekonomi makro tetap terjaga untuk menjaga kepercayaan investor. Sehingga, investor tetap mau terus melakukan investasi di Indonesia,” tuturnya dilansir dari kanal YouTube CNBC Indonesia, Jumat (18/8/2023).

        Dengan begitu, ia berharap dapat menjadi solusi untuk menghentikan gelombang PHK yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.

        Baca Juga: 'Tahun Efisiensi' Berhasil, Mark Zuckerberg Pekerjakan Kembali Karyawan Meta yang Jadi Korban PHK

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: