Tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf mencapai rekor tertinggi. Temuan survei Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan sebanyak 81,6 persen publik yang merasa puas terhadap Jokowi.
Di antaranya 12,0 persen bahkan menyatakan sangat puas dipimpin oleh Jokowi. Hanya 17,4 persen yang merasa tidak puas, termasuk 0,6 persen saja yang menyatakan tidak puas sama sekali, dan sisanya tidak tahu/tidak jawab sebanyak 1,0 persen.
Kepuasan publik terus meningkat sejak awal tahun, hingga menembus batas psikologis 80 persen pada survei bulan Juni 2023 dan kini mencatatkan rekor baru. Tingginya tingkat kepuasan terjadi menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi untuk periode kedua. Baca Juga: Dunia Gonjang-ganjing, Jokowi: ASEAN Butuh Strategi Taktis Extraordinary!
Hal tersebut mengisyaratkan tingginya pula harapan publik terhadap keberlanjutan program setelah Jokowi tidak lagi menjabat. Publik menginginkan agar kepemimpinan nasional hasil Pemilu 2024 mendatang bisa terus melanjutkan pembangunan yang telah dirintis oleh Jokowi.
“Rekor kepuasan publik yang mencapai 81,6 persen menandai tingginya harapan publik akan keberlanjutan program Jokowi pasca-2024,” ungkap peneliti senior CPCS Hatta Binhudi dalam keterangannya di Jakarta pada Senin (4/9/2023).
Menurut Hatta, wacana keberlanjutan program Jokowi tecermin dalam peta konstelasi menuju pencapresan dan koalisi partai-partai. “Dua capres yang dominan, yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, merepresentasikan kuatnya harapan keberlanjutan,” tandas Hatta.
Elektabilitas Prabowo dan Ganjar kini bersaing memperebutkan posisi unggul dalam bursa capres. “Keduanya juga disokong oleh koalisi partai-partai dari pemerintah, yang dipimpin oleh dua partai utama penyokong pemerintah, yaitu PDIP dan Gerindra,” lanjut Hatta.
Anies Baswedan yang paling kencang menyuarakan perubahan selalu menempati peringkat ketiga dan mengalami tren penurunan elektabilitas. “Koalisi Perubahan yang disokong partai-partai oposisi juga kini mengalami keretakan,” jelas Hatta.
Demokrat yang gagal mendapatkan tiket cawapres pendamping Anies bagi ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono, menyatakan mundur dari koalisi. “Anies memilih berpasangan dengan Muhaimin Iskandar dari PKB yang notabene bagian dari pemerintah,” terang Hatta.
Di tengah tingginya tingkat kepuasan publik dan sokongan partai-partai politik, situasi menuju tahapan elektoral selanjutnya juga dibayang-bayangi oleh potensi masalah ekonomi. “Setelah terus menurun sejak awal tahun, inflasi Agustus kembali naik menjadi 3,27 persen,” jelas Hatta.
Kenaikan harga beras menjadi pemicu utama meingkatnya inflasi, karena dampak El Nino dan larangan ekspor bahan pangan oleh sejumlah negara. Indonesia masih dihadapkan pada kurangnya produksi pangan domestik, sehingga harus membuka keran impor. Baca Juga: Presiden Jokowi Tinjau Kesiapan Venue KTT ke-43 ASEAN: JCC Sudah Siap 99,9%
Pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina memperparah situasi global yang mendisrupsi rantai pasok komoditas pangan dan energi. “Pemerintah harus mencari solusi yang efektif agar tingkat kepuasan publik tidak kembali merosot menjelang tahapan pemilu berikutnya,” pungkas Hatta.
Survei CPCS dilakukan pada 21-27 Agustus 2023, dengan jumlah responden 1200 orang mewakili 34 provinsi yang diwawancarai secara tatap muka. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman