Pesatnya perkembangan teknologi telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk di bidang kesehatan yang sudah memasuki era Healthcare 4.0 yang mengadopsi teknologi, seperti Internet of Things (IoT), analisis big data, Artificial Intelligence (AI), dan cloud computing.
Pengaplikasian Healthcare 4.0 pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) atau rumah sakit dinilai bisa menjadi solusi peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Dijelaskan oleh Galatia Chandra Chief Executive Officer PT Aktivo Indonesia Sukses, perusahaan yang menyediakan layanan hightech untuk penerapan healthcare 4.0,disrupsi di bidang kesehatan yang dipercepat dengan pandemi membuat digitalisasi dunia medis di Indonesia sudah tidak bisa dihindari, semisal menggunakan platform berbasis layanan atau alat canggih yang bisa mengdiagnosis medis. Karena, hal-hal tersebut bukan hanya bisa meningkatkan layanan kesehatan, tapi bisa menekan biaya operasional yang lebih besar.
Baca Juga: Hadirkan Solusi Healthcare End to End, Kompetisi Inovasi Digital di Bidang Kesehatan Kembali Digelar
Galatia Chandra menceritakan negara lain seperti China, Filipina, Thailand, sudah mulai melakukan digitalisasi, bahkan telah menerapkan medical tourism. Lantas, bagaimana kondisi penerapan digitalisasi di fasyankes di Indonesia saat ini?
"Sedang masa transisi. Saat ini pemerintah sudah melakukan electronic medical records atau rekam medik elektronik sudah dilakukan pemerintah untuk fasilitas kesehatan. Artinya fasilitas kesehatan, mulai dari puskesmas hingga rumah sakit pemerintah maupun swasta, wajib menjalankannya. Tidak pakai kertas lagi. Masa transisi sesuai permenkes 2022 berakhir pada akhir tahun 2023 ini," kata Galatia Chandra dalam acara seminar bertema Healthcare 4.0 and 2024 Outlook yang digelar oleh President Executive Club di Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Kemenkes juga telah mengeluarkan cetak biru strategi transformasi digital kesehatan. Ia meyakini akan banyak di 2024 fasyankes seperti rumah sakit melakukan transformasi digital, seperti menggunakan teknologi AI.
Dalam acara seminar diketahui bahwa belum banyak rumah sakit yang mengadopsi teknologi AI. Namun, rumah sakit besar di Indonesia seperti RS UI sudah mengadopsi teknologi, yaitu memakai aplikasi Telemedicine Berbasis AI yang membuat dokter RSUI bisa memonitoring kesehatan pasien dari jarak jauh.
Sementara itu, dr. Tarmizi Hakim,Mantan Direktur Rumah Sakit (RS) Harapan Kita menambahkan, penerapan digitaliasasi di Indonesia membutuhkan waktu.
“Menerapkan teknologi AI pada fasyankes tidak semudah menghadirkan aplikasi saja, tapi perlu juga melatih sumber daya manusianya,” ucap dr. Tarmizi.
Selain itu, dalam acara Health Outlook 2024 juga membahas topik sekitar tantangan mengenai pasien Indonesia yang masih banyak berobat ke luar negeri. Kabar baiknya, kata former President of Asian Thoraric and Cardiovascular Surgery of Asia ini, sudah ada proyek "medical tourism" dari pihak swasta, seperti Jababeka Medical City yang dikembangkan oleh PT Jababeka Tbk.
Jababeka Medical City merupakan kawasan industri kesehatan dengan infrastruktur standar WHO seluas 72 hektar di Kawasan Jababeka-Cikarang. Tujuan dari hadirnya Jababeka Medical City, ialah, untuk menampung wisatawan asing berobat di Jababeka Medical City-Cikarang.
Sejak tahun 2006 hingga 2023, rumah sakit di Kawasan Jababeka telah berdiri 20 rumah sakit yang melayani lebih dari 2000 perusahaan dari 34 negara dengan karyawan lebih dari satu juta orang. Terlebih, sudah ada Fakultas Kedokteran President University yang merupakan salah satu kelengkapan dari Jababeka Medical City.
“Misi Jababeka Medical City, kami ingin ada health center yang di dalamnya poli-poli spesialisasi berada di dalam satu tempat, seperti yang banyak ditemui di luar negeri. Jadi pasien yang butuh pengobatan spesialis bisa langsung datang ke Medical City,” ungkap pria yang juga merupakan konsultan dan project director di proyek Jababeka Medical City ini.
“Saat ini, di Jababeka Medical City sudah ada ruko bagi para dokter spesialis buka praktek. Kami sendiri terbuka kerja sama apakah dokter atas nama mereka sendiri, mewakili rumah sakit, investor yang untuk berpraktek di sana,” tambah dokter Tarmizi.
Meski begitu, untuk membuat masyarakat Indonesia berobat ke Jababeka Medical City tidak mudah.
S.D Darmono Founder President Executive Clubmenerangkan bahwa dibutuhkan kerja sama antar pihak untuk mengembangkan, mulai dari para pengusaha, pemerintah dan akademisi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa PEC siap menjadi wadah bagi berbagai berkolaborasi, termasuk untuk mengembangkan Medical City. Itu karena keunggulan merupakan klub yang anggotanya terdiri dari pebisnis ternama (bussines), pejabat (goverment), dan juga akademisi. Dengan anggota yang telah mencapai ratusan saat ini dan proyek kerja sama yang telah dilakukan, Darmono – sapaan akrabnya – PEC bisa menjadi mitra strategis bagi para stake holder kesehatan.
"Jangan sampai untuk persoalan check up, masyarakat kita sampai ke luar negeri. Kita ingin ke Cikarang aja sudah cukup," kata SD Darmono.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: