Klausul power wheeling atau mekanisme yang mengizinkan Independent Power Producers (IPP) menjual energi listrik kepada fasilitas milik negara, pelanggan rumah tangga, dan industri kembali muncul setelah sebelumnya sempat dihilangkan.
Terkait itu, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, mengingatkan pemerintah dan DPR untuk lebih berhati-hati dalam menyusun rancangan undang-undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
“Ada pemain swasta yang tetap menghendaki klausul power wheeling masuk dalam RUU EBET,” katanya, dikutip dari Warta Ekonomi, Kamis (28/9/2023).
Baca Juga: DEN Meminta Pemerintah Hati-hati Soal Power Wheeling
Menurut Ali Ahmudi Achyak, klausul power wheeling terus didorong dalam pembahasan RUU, sehingga diduga ada pihak listrik swasta yang mengupayakan hal tersebut masuk dalam draf RUU EBET. “Dulu saat pembahasan draft RUU Energi sudah ditolak, ini di pembahasan RUU EBET masih berusaha dimasukkan lagi,” ungkapnya.
“Di mana porsinya lebih besar dibandingkan pembangkit fosil. Dengan demikian, tidak ada lagi urgensi penerapan skema power wheeling, apalagi akan dipaksakan masuk ke dalam RUU EBET. Kan, tanpa skema power wheeling program itu tetap berjalan baik,” tutupnya.
Sementara itu, melansir IESR, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, memaparkan bahwa power wheeling memang dibutuhkan agar selaras dengan upaya Indonesia meningkatkan energi terbarukan.
“Power wheeling bisa mendorong energi terbarukan karena memberikan insentif dari sisi supply dan demand. Namun demikian, power wheeling membutuhkan pengaturan lebih lanjut. Ketentuan tarif skema power wheeling di negara lain itu diatur oleh regulator, paling tidak rumusannya,” papar Fabby.
“Sementara aspek komersialnya diurus oleh business to business antara pihak yang ingin menggunakan dengan pemilik transmisi. Tidak hanya itu, power wheeling perlu masuk dalam undang-undang karena implikasi penerapan skema tersebut akan melibatkan sejumlah kementerian/lembaga. Untuk itu, tidak cukup hanya sampai peraturan menteri saja,” lanjutnya.
Di sisi lain, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memandang power wheeling yang berisiko menambah beban fiskal negara karena Indonesia sudah oversupply listrik.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, Abra Talattov, mengatakan risiko tersebut muncul jika power wheeling disahkan saat kondisi listrik di Tanah Air mengalami oversupply.
Baca Juga: Power Wheeling Dinilai Berisiko Perberat Beban Fiskal Negara
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Amry Nur Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: