Pemerintah terus berupaya menurunkan angka prevalensi stunting. Tercatat, angka balita stunting di Indonesia pada 2022 sebesar 21,6 persen, turun dari 30,8% pada 2018. Untuk mencapai target hingga ke angka 14 persen pada 2024, tantangan yang dihadapi kian berat.
Selain keterbatasan waktu dan besaran target untuk dicapai, pemerintah berhadapan dengan tahun politik.
Pergantian kepemimpinan di pusat dan daerah harus dipastikan tetap mengakomodasi percepatan penurunan stunting sebagai prioritas pembangunan.
"Oleh karena itu, saya minta kepada saudara-saudara pejabat Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta seluruh organisasi perangkat daerah, untuk betul-betul mengawal pelaksanaan program tahun depan, sekaligus memastikan penurunan stunting tetap menjadi program prioritas pada saat transisi pemerintahan," tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin selaku Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Percepatan (Rakornas) Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023, di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023).
Baca Juga: Wapres Optimis Target Angka Prevalensi Stunting 2024 Capai 14%
Menurutnya, komitmen politik pemimpin akan memastikan adanya mobilisasi sumber daya yang diperlukan, serta mendorong perbaikan koordinasi di lapangan dan implementasi pelaksanaan program agar lebih tepat sasaran.
"Pelajaran dari pelaksanaan program empat tahun terakhir menunjukkan bahwa komitmen politik para pemimpin di pusat dan daerah pada upaya penurunan stunting amatlah penting," ungkap Wapres.
Wapres menyebut, komitmen politik yang kuat akan mampu mendekatkan pada pencapaian target untuk menghilangkan segala bentuk masalah gizi, termasuk stunting, pada 2030 sebagaimana target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Untuk itu, Wapres mengucapkan selamat kepada pemerintah daerah (pemda) yang dalam kesempatan ini menerima insentif fiskal atas kinerja dan sumbangsih signifikan dalam upaya percepatan penurunan stunting, termasuk pula para pihak penerima penghargaan.
"Saya berharap insentif dan penghargaan ini bukan semata tujuan akhir saudara-saudara dalam bekerja, melainkan menjadi pemicu untuk berkontribusi lebih besar lagi," ucapnya.
Wapres pun meminta, pemda dan para pihak yang belum mendapatkan insentif dan penghargaan agar lebih terpacu untuk memperkuat komitmen dan kontribusinya.
Sebab, tambahnya, kunci penanganan permasalahan gizi dan stunting pada khususnya bergantung dari peran aktif, sinergi, dan kolaborasi seluruh pihak.
"Penuntasan persoalan gizi termasuk stunting, tidak sekadar perkara menurunkan prevalensi, tetapi merupakan tugas kemanusiaan berkelanjutan, sekaligus penentu kualitas kehidupan bangsa ke depan," pungkas Wapres.
Senada dengan Wapres, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan selaku Wakil Ketua TP2S Pusat Muhadjir Effendy menekankan, perlunya komitmen, kerja keras, dan kerja sama dalam pencegahan stunting hingga ke tingkat desa.
Oleh karena itu, Muhadjir meminta para gubernur, bupati, dan wali kota, untuk mengoptimalkan koordinasi dan sinkronisasi dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota, dan provinsi secara berkala guna memaksimalkan konvergensi layanan dan mencarikan solusi atas kendala atau tantangan yang dihadapi TP2S. Selain itu perlunya mendorong organisasi perangkat daerah terkait untuk mengoptimalkan DAK fisik, DAK non-fisik, APBD, dan APB Desa dalam mendukung percepatan penurunan stunting.
Para kepala daerah juga perlu memastikan perencanaan melalui rembuk stunting berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan di tiap tingkatan dan daerah. Untuk tingkat kabupaten, perlunya menerbitkan peraturan bupati tentang dana desa secara tepat waktu tiap tahunnya sebagai pedoman pengelolaan dana desa untuk stunting.
“Marilah kita bersinergi dan berkolaborasi melibatkan seluruh kekuatan dan pihak demi cegah stunting untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan menuju Indonesia emas tahun 2045,” ajak Muhadjir.
Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku Ketua Pelaksana TP2S Pusat Hasto Wardoyo melaporkan, tren penurunan stunting cukup menggembirakan dari tahun ke tahun.
Meskipun tidak sepenuhnya mencapai target, rata-rata penurunan pada 2013 hingga 2019 mencapai 1,3 persen per tahun, pada 2019 ke 2021 penurunan mencapai 1,6 persen per tahun, dan pada 2021 hingga 2022 penurunan tetap bisa mencapai 2,8 persen per tahun.
Dengan tren tersebut, ia pun optimistis bahwa angka 14 persen dengan target penurunan sebesar 3,8 persen akan bisa dikejar dalam 2 tahun ini. Dalam hal ini, pemerintah dinilai tidak banyak mengeluarkan dana dari APBN karena alokasi anggaran stunting dari 2020 sampai 2022 tidak meningkat, dan bahkan menurun pada 2023, tetapi capaian tetap meningkat.
“Ini menunjukkan bahwa komitmen pemerintah dari pusat sampai daerah cukup baik dan juga kepesertaan dana desa dan juga APBD menjadi kontribusi yang baik,” ungkapnya.
Baca Juga: Pimpin Forum CSR DKI Jakarta, Aldi Wibowo Siap Bantu Pemerintah Tangani Stunting
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: