Desentralisasi Fiskal Perkuat Ekonomi Daerah, Luky Alfirman Harap Lima Tujuan Ini Tercapai
Kementerian Keuangan saat ini berupaya mewujudkan pemerataan pembangunan dan percepatan transformasi ekonomi, guna memastikan pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat di seluruh Indonesia.
Upaya tersebut dilakukan melalui reformasi desentralisasi fiskal dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Baca Juga: Ganjar Ajak Mahasiswa Tangkap Peluang Pengembangan Ekonomi Biru dan Hijau Buat Majukan Indonesia
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, UU HKPD menjadi wujud nyata kehadiran APBN untuk masyarakat. Lewat instrumen Transfer ke Daerah (TKD), APBN hadir mendukung akselerasi transformasi ekonomi dan memeratakan kesejahteraan.
"Kita ingin memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah, tujuannya untuk melakukan desentralisasi ekonomi dan membangun pusat-pusat ekonomi di daerah masing-masing sehingga tercipta lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan," ujarnya, Selasa (17/10/2023).
Ia menjelaskan, UU HKPD sebagai landasan reformasi desentralisasi fiskal diharapkan dapat memperkuat desentralisasi fiskal melalui beberapa hal.
Pertama, TKD berbasis kinerja berupa penggunaan DBH Sawit yang diarahkan untuk penanganan eksternalitas negatif dan memperhatikan kebutuhan daerah.
"Selain itu, Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan sekaligus kualitas layanan publik di daerah," katanya.
Baca Juga: Kemenko Perekonomian Apresiasi Ary Ginanjar Perkuat Budaya Kerja ASN Melalui Core Values BerAKHLAK
Kedua, perubahan kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) diarahkan untuk mendukung peningkatan pendapatan daerah dan menjaga akses masyarakat atas layanan dasar wajib dan kemudahan berusaha.
"Serta memperkenalkan skema Opsen PKB dan BBNKB untuk memberikan kepastian penerimaan kepada pemerintah kabupaten/kota, dengan tidak menambah beban Wajib Pajak," sambungnya.
Ketiga, peningkatan kualitas belanja daerah yang dilakukan lewat simplifikasi dan sinkronisasi program prioritas daerah.
Baca Juga: Bangkitnya Ekonomi, Home Credit Yakin Catatkan Kinerja Gemilang di Jatim
Selain itu, pemerintah menyusun belanja daerah yang didasarkan atas standar harga, serta mengatur batasan belanja pegawai sebesar maksimal 30% dan belanja infrastruktur layanan publik minimal 40%.
"Agar APBD memberikan kemanfaatan yang lebih optimal bagi masyarakat di daerah," tegas Luky.
Keempat, pembiayaan utang daerah dilakukan untuk mendorong akselerasi penyediaan infrastruktur serta penyederhanaan mekanisme pembiayaan.
Seperti, mengintegrasikan persetujuan DPRD dengan pembahasan APBD dengan tetap menjaga prudentiality dan mendorong bentuk lain yang berbasis sinergi pendanaan serta kerjasama dengan pihak swasta, BUMN, BUMD, ataupun bersama Pemda yang lain.
Kelima, yakni sinergi fiskal untuk kesinambungan fiskal antara lain penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, kebijakan penetapan batas kumulatif defisit dan pembiayaan utang Daerah, serta sinergi sistem informasi termasuk penggunaan bagan akun standar. Luky juga menyampaikan, UU HKPD memberi terobosan untuk mengurangi kemiskinan ekstrem dan mengurangi stunting dengan baik melalui pemberian transfer lebih besar.
"Ke depan, instrumen TKD diarahkan untuk pemerataan kesejahteraan secara inklusif dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, dengan terus meningkatkan kualitas tata kelola dan kinerja pengelolaan TKD," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Aldi Ginastiar