Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Capres-Cawapres Minim Angkat Isu Perubahan Iklim, Parpol dan Caleg Diharapkan Ambil Bagian

        Capres-Cawapres Minim Angkat Isu Perubahan Iklim, Parpol dan Caleg Diharapkan Ambil Bagian Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Chair Monash Climate Change Communication Research Hub - Indonesia Node Ika Idris menilai isu perubahan iklim tak jadi prioritas paslon capres-cawapres berdasarkan pemaparan visi-misi yang masing-masing kubu telah keluarkan.

        Karenanya, Ika menilai Partai Politik dan Calon Legislatif bisa ambil bagian dalam mengangkat isu perubahan iklim.

        “Yang mau kita dorong bukan hanya capres cawapres tapi juga dari partai dan politisi yang lain,” ujar Ika kepada Warta Ekonomi, Senin (31/10/23).

        Ika menjelaskan porsi Capres-Cawapres akan berdampak pada level nasional terkait isu perubahan iklim, tetapi Parpol dan caleg punya porsi besar dalam mengangkat masalah ini.

        Bukannya tanpa alasan, posisi di legislatif dan kekuatan yang ada di Parpol menurutnya bisa jadi wadah untuk mengangkat dan mengatasi masalah perubahan iklim.

        Baca Juga: Harga Beras Mahal, Anies Baswedan Tanya Serius ke Masyarakat: Mau Lanjut Atau Berubah?

        “Capres-cawapres ini oke secara level nasional, tapi sebenarnya banyak juga politisi lain yang berperan dalam pembuatan kebijakan, kayak caleg ini kan berperan juga dalam pembuatan kebijakan, itu yang kita dorong,” ungkapnya.

        “Sebenarnya perubahan iklim bukan Cuma di level capres-cawapres tapi juga seluruh politiisi,” tambahnya.

        ketiga paslon yang ada saat ini masih minim mengangkat isu lingkungan hidup dan perubahan iklim dalam visi-misi mereka.

        Ika menjelaskan pihaknya mengubah format file visi-misi ketiga paslon capres-cawapres dari PDF ke bentuk TXT. Kemudian, dilakukan cleaning pada teks tersebut, dengan:

        1. Penghilangan karakter-karakter non-alfabet (simbol, angka, dll).
        2. Stemming/Lemmatization, yaitu pengubahan setiap kata menjadi kata akar/baku-nya.
        3. Tokenization, yaitu pemisahan teks menjadi token-token per kata.
        4. Penghapusan stopwords (kata sambung), seperti: “dengan”, “merupakan”, “sehingga”, etc; yang tidak memberikan topik/makna pada teks yang ada.

        Berdasarkan proses tersebut, didapati visi misi AMIN berjumlah 13.853, Ganjar-Mahfud 4.302 kata, dan Prabowo-Gibran 7.570 kata.

        Ika mengungkapkan dengan menggunakan empat kata kunci yang dipilih (“lingkungan”, “iklim”, “ekologi”, dan “energi”), ditemukan dalam visi-misi ketiga pasang capres hanya memuat sekitar 1% kata-kata yang terafiliasi dengan kebijakan perubahan iklim dan lingkungan.

        Ika menjelaskan alasan pihaknya memilih 4 kata kunci tersebut karena ingin mengambil inti dari isu utama yakni perubahan iklim. Ia tak menampik dalam visi-misi yang dikeluarkan masing-masing pihak, banyak kata yang berkaitan dengan perubahan iklim dan lingkungan seperti air, pagan, dsj, tetapi dalam temuan kali ini, ia ingin fokus pada inti masalah yakni perubahan iklim.

        “Kenapa kami ambil intinya? karena asosiasinya untuk perubahan iklim bukan yang lain. Pangan atau pertanian bisa saja masuk tapi jangan-jangan lebih kepada kualitas hidup atau pertanian itu sendiri, jadi yang kita ambil 4 ini yang benar-benar perubahan iklim. Kita fokus pada perubahan iklim saja,” jelas Ika saat dihubungi Warta Ekonomi, Senin (30/10/23).

        Baca Juga: Nggak Sampai 2 Persen, Isu Perubahan Iklim Minim Diangkat Capres-Cawapres dalam Visi Misi, Ini Buktinya!

        Dari riset yang dilakukan, ditemukan pasangan Ganjar-Mahfud paling banyak mencantumkan keempat kata tersebut yakni sebanyak 47 kata atau sekitar 1,09%, diikuti oleh pasangan Anies-Muhaimin sebanyak 44 (0,6%) dan pasangan Prabowo-Gibran sebanyak 44 kata (0,58%).

        Menurut Ika, angka persen tersebut didapat hasil kalkulasi kata yang ditemukan dengan jumlah kata keseluruhan (setelah proses) yang ada pada visi-misi masing-masing kubu.

        “Dari situ Ganjar ada 47 kata, tapi karena frekuensi katanya paling dikit 4.302 kata jadi paling tinggi frekuensinya 1.09%, kalau AMIN 44 dan gibran 44. Jadi sebenarnya jumlah katanya nggak jauh beda, cuma karena AMIN dokumennya pajang ternyata 44 itu Cuma 0,6 persen saja kalau gibran 0,58 persen,” jelasnya.

        Dari temuan tersebut, Ika mengungkapkan isu perubahan iklim dan lingkungan bukan menjadi prioritas, meski ancaman dan dampak perubahan iklim nyata adanya.

        “Mengurangi pemanasan global dan mengatasi aspek perubahan iklim sebenarnya agenda global yang dampaknya dirasakan semua orang, dari desa ke kota. Di kota kita terdampak oleh polusi udara, sementara di pelosok kita merasakan dampak kekeringan dan gagal panen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bayu Muhardianto
        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: