Legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu mengklaim ada sebanyak delapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyetujui hak angket.
Adapun hak angket itu berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres-cawapres. Meski begitu, delapan anggota DPR baru menyetujui tanpa penandatanganan hak angket.
Baca Juga: Soal Kejelasan Status Keanggotaan Jokowi Usai Drama Politik, PDIP: Rakyat Sudah Tahu
"Ya ada beberapa, ada delapan orang menyatakan oke, tapi belum tanda tangan," kata Masinton saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Masinton juga menyebut, delapan anggota DPR yang menyetujui hak angket berasal dari tiga fraksi yang berbeda. Meski begitu, dia enggan mengungkap asal fraksi anggota yang menyetujui hak angket.
"Enggak usah disebutlah, namanya juga nggak saya sebut. Ini juga mereka belum tandatangani, tapi oke (menyetujui hak angket), " jelasnya.
Lebih jauh, Masinton pun menegaskan bahwa usulan hak angket atas putusan Mahkamah Konstitusi akan terus diupayakan kendati masih dalam pembahasan persetujuan dari anggota DPR lainnya.
"Ya jalan terus lah, gitu lah. Namanya usulan," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Masinton sendiri mengaku akan menggunakan hak angkatnya terkait keputusan Mahkamah Konstitusi. Adapun hal itu dia ungkap dalam interupsinya dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (31/10/2023) pagi.
"Saya, Masinton Pasaribu, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket," kata Masinton dalam rapat Paripurna.
Masinton menyebut, keputusan Mahkamah Konstitusi terkait batas minimal usia capres-cawapres 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, merupakan tirani bagi konstitusi negara.
Baca Juga: Survei Polmatrix: PDIP Disalip, Megawati Berpotensi Gagal Cetak Hattrick
"Kita mengalami satu tragedi konstitusi paska terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar