Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya, menyoroti isu terkait dengan kepala desa dan perangkatnnya yang dimobilisasi untuk mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming di Pilpres 2024.
Pihaknya menjadi mempertanyakan netralitas perangat negara tersebut setelah kabar asosiasi kepala desa mendukung salah satu pasangan capres-cawapres yang viral dalam media sosial.
Baca Juga: Nasdem: Kalau Prajurit TNI-nya sih Percaya, Tapi Istri dan Anak-anaknya Gimana?
“Kita lihat undang-undangnya seperti apa bunyinya. Kemudian kita harus sama-sama melihat kalau netralitas itu penting,” kata Willy, dilansir pada Kamis (23/11).
Delapan asosiasi kepala desa yang tergabung dalam Desa Bersatu memberikan sinyal dukungan terhadap pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hal itu terjadi dalam Silaturahmi Nasional Desa Bersatu di Jakarta pada 20 November lalu.
Willy menyatakan kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan politik praktis. Regulasinya diatur dalam Pasal 280, 282, dan 490 UU No 7/2017 tentang Pemilu. Pelanggar bisa dipidana, baik penjara maupun denda.
Adapun dalam Pasal 280 ayat (2), disebutkan bahwa perangkat desa termasuk ke dalam pihak yang dilarang diikutsertakan oleh pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu. Selain tidak boleh diikutsertakan dalam kampanye, perangkat desa, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3) juga dilarang menjadi pelaksana dan tim kampanye pemilu.
Dalam Pasal 494 dijelaskan bahwa setiap aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Baca Juga: Ogah Kebut Pilkada, NasDem: Ojo Kesusu Lah
Selanjutnya Pasal 282 memuat aturan tentang larangan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Sanksinya disebutkan dalam Pasal 490, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: