Rencana pembatasan angkutan logistik di luar sembako saat Natal dan Tahun Baru (Nataru) kembali menjadi isu hangat yang diperbincangkan di lingkungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini, apalagi di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih belum stabil. Disarankan, keputusannya tidak menjadi keputusan sepihak tapi harus dibicarakan antara stakeholder terkait. Selain itu Pemerintah perlu menjaga tingkat inflasi, terutama menjelang Natal dan Tahun baru, dimana harga-harga kebutuhan sehari hari masyarakat cenderung naik. Pelaku usaha mengharapkan Pemerintah tidak melakukan pelarangan angkutan barang tetapi memberlakukan rekayasa lalu lintas. Berbeda dengan libur lebaran dimana pergerakan masyarakat bertujuan untuk mudik, pada libur Nataru pergerakan banyak yang bertujuan untuk berwisata.
Hal itu menjadi benang merah dari hasil diskusi bertema “Kebijakan Pembatasan Angkutan Barang, Urgensi dan Penerapannya” diselenggarakan Institut Transportasi dan Logistik Trisakti (ITL) di Auditorium ITL, Selasa (28/11).
Rektor ITL, Yuliantini, saat membuka acara seminar mengatakan tema ini sangat penting diangkat mengingat masalah pelarangan angkutan logistik pada setiap hari libur Nataru dan Lebaran ini selalu menjadi perdebatan antara pemerintah dan para pelaku usaha.
“Adapun latar belakang pengambilan tema ini adalah karena ini sangat relevan dengan situasi kita pada hari- hari ini. Di mana dalam beberapa minggu ke depan kita akan merayakan hari besar nasional yaitu Natal dan Tahun Baru dan para pelaku usaha selalu dihadapkan pada pelarangan angkutan logistik,” katanya.
Katanya, salah satu sektor industri yang paling merasakan dampaknya adalah industri logistik angkutan barang, regulasi ini tidak hanya mempengaruhi jalur distribusi, tetapi juga dapat berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan komoditas.
Baca Juga: Libur Nataru Pemerintah Diminta Terapkan Rekayasa Lalin dan Utamakan Angkutan Barang
Menanggapi pelarangan angkutan logistik ini, Direktur Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani, yang menjadi salah satu narasumber di acara ini menyampaikan kalau ditanya pengaturan lalu lintas pada masa angkutan Natal dan Tahun Baru, secara prinsip sebetulnya Kemenhub juga tidak mau ada pembatasan. “Tidak mau adanya pembatasan, tetapi dengan hasil-hasil kajian yang dilakukan tersebut, maka ada pilihan yang harus kita lakukan,” ujarnya.
Pembicara lain pada seminar ini, Plt. Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kementerian Perdagangan, Krisna Ariza, mengatakan Kemendag justru lebih mengkhawatirkan dampak inflasi yang dimunculkan dampak dari pelarangan angkutan logistik ini saat Nataru mendatang. “Kalau kita lihat inflasi pangan pada sepanjang tahun 2023 relatif terkendali dan stabil. Namun, perlu diantisipasi kalau kita lihat dari pengalaman sebelumnya dalam lima tahun terakhir, mengalami peningkatan pada periode Natal dan Tahun Baru. Jadi, setiap Natal dan Tahun Baru itu harga barang-barang kebutuhan pokok atau harga pangan yang bergejolak itu sangat-sangat berfluktuatif. Ini yang perlu diantisipasi,” tukasnya.
Terkait air minum dalam kemasan (AMDK) yang dianggap tidak merupakan kebutuhan pokok, Krisna mengingatkan soal pernah terjadinya kelangkaan produk tersebut beberapa kali pada tahun-tahun sebelumnya.
Padahal, lanjutnya, kebutuhan daripada Jabodetabek untuk air minum dalam kemasan itu sangat tinggi pada saat itu. “Pada saat itu kejadiannya Idul Fitri. Karena Lebaran, kumpul semuanya, kebutuhan terhadap AMDK itu sangat tinggi. Pada akhirnya terjadi kelangkaan waktu itu. Jadi, hal-hal seperti ini perlu juga dipertimbangkan khususnya untuk AMDK ini agar tidak masuk dalam daftar yang dilarang angkutan logistiknya saat Nataru nanti,” tuturnya.
Sekretaris Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Setia Diaarta, juga sepakat agar AMDK ini masuk dalam pengecualian pelarangan.
Dia memprediksi sekitar 139 juta produk AMDK tidak dapat terdistribusi kepada konsumen jika dilakukan pelarangan terhadap angkutan logistik mereka saat Nataru nanti. Proporsi ini nantinya akan berdampak pada pembatasan distribusi. Yang tertinggi itu adalah wilayah Jabodetabek yang mencapai sekitar 46% untuk distribusinya, diikuti Jawa Timur 22%, Jawa Tengah dan Jawa Barat 10%, sementara itu Sumatera 8% dan wilayah lainnya itu sekitar 5%.
Akibatnya, lanjut Setia, jika terhambatnya distribusi AMDK ini, akan memberikan impact pada kelangkaan produk. “Di mana, kalau kami cermati terutama untuk produk-produk kemasan galon maupun kemasan botol, ini karena tipenya build up stock, walaupun kita menumpuk warehouse, tapi mereka build up stock, di mana produk-produk dari AMDK ini hanya 2 hari berdasarkan jumlah kemasan yang tersedia,” ungkapnya.
Jadi, menurutnya, kelangkaan AMDK ini nantinya akan menyebabkan penimbunan dan harga yang tidak terkendali. Dan satu sisi lagi, untuk memulihkan pola distribusi produk AMDK kembali ke normal seperti saat sebelum pembatasan, itu akan diprediksikan membutuhkan waktu 2 bulan. “Ini dari asesmen kami. Tapi, dari beberapa industri lainnya juga ada yang mengatakan 1 bulan, 1,5 bulan, atau 2 bulan. Jadi, ada beberapa yang memang menjadi catatan terhadap pelarangan angkutan logistik terhadap AMDK ini,” ungkapnya.
Tatan Rustandi, Direktur Angkutan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), juga setuju agar angkutan logistik perusahaan AMDK juga diberikan kesempatan untuk boleh lewat saat Nataru nanti.
Ivan Kamadjaja, Ketua Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) juga tidak setuju pelarangan terhadap angkutan logistik pada saat Nataru nanti. Alasannya, bisa mengakibatkan terjadinya kelangkaan barang dan kenaikan harga. “Karena bagi kami para pengusaha, ada fixed cost yang berjalan yang harus kami keluarkan, baik itu gaji pegawai, kemudian uang sewa, dan bunga bank, Itu kan nggak mengenal hari libur,” tukasnya.
Apindo pun mengusulkan beberapa hal terkait pelarangan angkutan logistik pada saat Nataru dan Lebaran. Pertama, mengusulkan agar lebih mengutamakan kepada pendekatan penyetelan sistem dan bukan hanya penegakan hukum. Kedua, Apindo ingin mengajak semua stakeholder untuk membicarakan hal ini sebagai kepentingan nasional. “Jalan raya itu kan dibangun untuk pertumbuhan ekonomi bukan untuk kepentingan pribadi. Karena, kami melihat Nataru itu bukan mudik sebetulnya. Kalau kami melihat itu lebih banyak yang liburan,” ujarnya.
Subandi, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI), menyampaikan justru gara-gara ada pengaturan pelarangan angkutan logistik saat Nataru dan Lebaran itulah terjadi kemacetan. “Saya melihat dan di setiap menjelang akhir tahun, saya selalu kontrol di sekitar pelabuhan, justru disitu tempat kemacetan barang yang mau keluar nggak bisa, yang datang nggak bisa, yang mau ke Depo juga enggak bisa, dan buntutnya sampai ke jalan tol. Dan kendaraan pribadi juga terkena imbasnya,” tuturnya.
Padahal, menurutnya, import itu sebuah kegiatan yang memberikan kontribusi dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia, mampu menyerap jutaan pekerja, dan telah banyak memberikan sumbangsih atas pendapatan negara dari pajak importasi. “Karenanya, kalau saya ditanya setuju atau tidak setuju diatur, saya tentunya salah satu pihak yang tidak setuju,” katanya.
Di acara yangs sama, Rachmat Hidayat, Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) juga menyatakan ketidaksetujuan GAPMII terhadap wacana pelarangan angkutan logistik saat Nataru nanti. “Kami ini punya kewajiban untuk memastikan produk kami tersedia bagi semua masyarakat,” ucapnya.
Dia menjelaskan beberapa dampak yang dialami industri makanan dan minuman dengan adanya pelarangan terhadap angkutan logistik saat Nataru nanti. Pertama, distribusi tertunda dan pabrik harus berhenti. “Pabrik berhenti ini kabar buruk bagi kami di industri makanan dan minuman. Kita semua harus berhenti beruntun, karena kita terpaksa tidak melakukan pengiriman, hilang selama beberapa hari, dan terjadi potensi kelangkaan barang. Pertanyaannya, barang apa yang sangat sensitif? Ya produk makanan minuman yang sifatnya adalah dia umur stoknya itu tidak bisa panjang dan yang kedua, volumenya massif,” katanya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: