Balas Kubu Prabowo, PKS Tegaskan Non Biner Masuk Kelompok LGBT: Tidak Sesuai Konstitusi
Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti salah satu kubu Capres yang mengatakan pihak mereka akan melindungi dan mengakui kaum non-biner (atau kelompok yang tidak mau diidentifikasi sesuai gendernya) dengan dalih kesesuaian dengan konstitusi.
HNW menegaskan hal itu tidaklah benar karena menurutnya hal tersebut justru tidak sesuai dengan Konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu UUD NRI 1945.
Menurut HNW sah-sah saja jika juru bicara berusaha menjaring suara terlebih saat ini masa kampanye, tetapi ia mengingatkan cara yang dilakukan dan pesan yang disampaikan harus sesuai dengan konstitusi.
“Gagasan untuk menarik pemilih memang perlu disampaikan oleh masing-masing tim kampanye pasangan capres-cawapres, namun gagasan tersebut mestinya yang sejalan dengan aturan yang berlaku di Indonesia, tidak boleh bertentangan Konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu UUD NRI 1945,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (5/12/23), dikutip dari laman fraksi.pks.id.
“Gagasan yang ingin melindungi dan mengakui non-biner tersebut tidak sesuai dengan UUD NRI 1945, juga sila pertama dari Pancasila,” tambahnya.
HNW menjelaskan bahwa merujuk kepada banyak penelitian, non-biner sering kali dimasukkan ke dalam kelompok LGBTQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer).
Terlebih HNW menilai LGBTQ tidak sesuai dengan sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
“Non-Biner itu masuk ke dalam payung Transgender. Jadi, apakah mau melindungi atau mengakui kaum Non-Biner sebagai LGBT? Ini harus dijelaskan kepada publik. Karena kalau itu yang dimaksud, maka jelas gagasan itu bertentangan dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia juga tidak sesuai dengan sila pertama dari Pancasila,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan hak asasi manusia (HAM) yang tersebar di dalam UUD NRI 1945 memang diberikan kepada setiap orang, baik laki-laki atau perempuan. Namun, ketika jubir TKN itu menyebut non-biner itu di dalam perlindungan HAM, maka tentu akan menjadi pertanyaan publik, apakah yang dimaksud adalah melindungi mereka, kaum LGBTQ yang telah melakukan penyimpangan.
Apalagi, lanjutnya, bila merujuk kepada Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945, pelaksanaan HAM di Indonesia dibatasi selain oleh hukum, pertimbangan moral juga nilai-nilai agama yang ada di Indonesia.
“Dan semua agama tentu tidak mengakui perilaku menyimpang, seperti LGBTQ tersebut. Apabila ada penyimpangan dari ketentuan Konstitusi, maka yang perlu dilakukan adalah kampanye atau sampaikan gagasan untuk diperbaiki, bukan malah mengesankan akan melindungi dengan dalih sesuai Konstitusi padahal justru tidak sesuai dengan Konstitusi,” ujarnya.
Sebelumnya, Jubir TKN Prabowo-Gibran, Munafrizal Manan, dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu menyebut dalam konteks Warga Negara Indonesia (WNI) kaum non-biner dalam perlindungan warga negara yang dijamin oleh konstitusi.
"Bukan hanya berkaitan dengan apa yang disebut tadi (non-biner), kami melihatnya dalam konteks warga negara Indonesia (WNI), maka warga negara Indonesia itu menyandang hak dan kewajiban yang sama," kata Manan dalam diskusi yang digelar Amnesty Internasional di Jakarta Pusat, Jakarta, Sabtu (2/12/23).
"Karena dalam visi dan misi Prabowo-Gibran dijelaskan bahwa tidak boleh ada orang Indonesia yang diskriminatif," ujar Manan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto