Sebagai perusahaan yang mengusung keberlanjutan, PT Pertamina (Persero) bersinergi bersama masyarakat di sekitar wilayah operasi, untuk mendorong kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kemandirian energi. Tiga program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) Pertamina adalah Desa Energi Berdikari, Desa Wisata Pertamina dan Hutan Pertamina.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP) 28 di Dubai, Uni Emirat Arab, Corporate Secretary Pertamina Brahmantya S. Poerwadi mengatakan tiga program TJSL tersebut merupakan upaya perseroan dalam memberikan manfaat sosial untuk masyarakat.
“Pertamina adalah badan usaha yang menyuplai minyak dan gas terbesar di Indonesia, sehingga kami ingin berperan ke masyarakat,” kata Brahmantya, Sabtu (2/12).
Pada diskusi panel bertajuk “Community Empowerment for the National Energy Transition" di Paviliun Indonesia itu menyebutkan, Pertamina memiliki 76 program komunitas untuk Desa Energi. Adapun 57 program merupakan program pembangkit listrik tenaga surya, 12 program pengelolaan sampah menghasilkan gas metana dan biogas, empat program energi mikrohidro, dua program konversi energi biodiesel dari limbah rumah tangga, serta satu program pembangkit listrik tenaga campuran angin dan surya.
Baca Juga: Pertamina Nyatakan Siap jadi Pemain Utama Penyimpan Karbon Indonesia
57 pembangkit listrik tenaga surya untuk menghasilkan energi listrik, 12 program yang menghasilkan gas methana dan biogas, 4 menggunakan energi mikrohidro, 2 program biodiesel yang dikonversi dari limbah rumah tangga, dan 1 program hybrid antara energi surya dan angin.
Program DEB menghasilkan total energi 287.519 Wp dari pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga hybrid (matahari dan angin), dan mikro hidro. Selain itu juga menghasilkan 609.000 m3 per tahun dari gas methane dan biogas, serta 6.500 liter bio diesel per tahun.
76 program Desa Energi Berdikari ini sudah memberikan keuntungan bagi 4.113 rumah tangga dengan total dampak ekonomi sebesar Rp1,93 miliar per tahun serta mengurangi emisi sebesar 714.859 ton CO2eq per tahunnya.
"Kami memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai solusi kebutuhan energi masyarakat yang semakin meningkat. Pertamina berkolaborasi dengan berbagai elemen pemangku kepentingan, karena Pertamina meyakini energi bersih dan mudah diakses, akan membuka jalan bagi pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian berkelanjutan," jelas Brahmantya.
Brahmantya mencontohkan, salah satu program Pertamina untuk komunitas adalah pengembangan energi tenaga surya di Desa Keliki, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Di desa ini, pengelolaan limbah, desa ramah lingkungan, dan agrikultur menjadi tiga poin utama. Desa Keliki memiliki kapasitas energi 28 kilowatt peak dengan total pengurangan emisi sebesar 36 ton CO2eq per tahun.
Keuntungan ini dirasakan sekitar 1.000 warga Desa Keliki dan sekitarnya. Mereka dapat mengurangi limbah organik hingga lebih dari 180 ton per tahun, menghemat biaya air, dan listrik lebih dari Rp60 juta per tahun. “Tenaga suryalah yang mengoperasikan fasilitas pengelolaan limbah dan tujuh irigasi atau subak di Desa Keliki,” ungkap Brahmantya.
Program kedua, yakni Program Desa Wisata untuk mewujudkan masyarakat mandiri berkelanjutan. Program ini mendukung pemerintah untuk menargetkan destinasi pariwisata super prioritas, di mana saat ini Pertamina mendukung pengelolaan 794 homestay yang merupakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Program ini memberikan dampak bagi 5.500 orang penerima manfaat, dengan peningkatan ekonomi masyarakat hingga Rp600 juta per tahun.
Sementara itu, program ketiga yakni Program Hutan Pertamina yang merupakan upaya konservasi dan reboisasi hutan dengan penanaman pohon mangrove dan pohon daratan, sebagai komitmen Pertamina dalam implementasi environment, social, governance (ESG) dan sustainable development goal (SDGs).
Baca Juga: Di COP28 Dubai, Pertamina Sampaikan Panas Bumi Merupakan Energi Terbarukan Paling Potensial
Saat ini, Pertamina memiliki 267 program keanekaragaman flora, temasuk merawat 6 juta lebih tanaman bakau (mangrove) dan tanaman daratan lainnya.
Program ini mengurangi emisi 120 ribu ton CO2eq per tahun. Selain mengurangi emisi, Hutan Pertamina mampu menambah pendapatan masyarakat sebesar Rp1,8 miliar per tahun dan memiliki multiplier effect kepada 4.783 penerima manfaat.
Ada tiga aspek penting dalam pengembangan keamanan energi desa, yaitu akses ke energi bersih, program yang terintegrasi, juga kolaborasi dengan pemangku kepentingan.
Kolaborasi Pertamina dalam memberdayakan masyarakat misalnya terletak pada upaya pelestarian bambu. Ketua Environmental Bamboo Foundation Monica Tanuhandaru menceritakan pengalamannya berkolaborasi dengan Pertamina. Aktivitas ini dilakukan melalui pembuatan platform satu peta yang mendata seluruh vegetasi bambu, termasuk pemetaan ekologis dan keterlibatan masyarakat.
“Kami bisa melihat stok penyimpanan karbon dan potensi biodiversitasnya,” tutur Monica. Ia menambahkan, bambu dapat digunakan menjadi biofuel, biomassa, dan bioenergi. Bersama Pertamina, Environmental Bamboo Foundation mengembangkan ekonomi restoratif, yaitu upaya menyeimbangkan ekonomi dengan perlindungan untuk keberlanjutan lingkungan.
Pada sesi diskusi yang sama, Program Officer International Renewable Energy Agency (IREA) Ilina Stevanova menambahkan ketahanan energi berbasis masyarakat adalah faktor krusial dalam transisi energi. Upaya transisi energi membutuhkan penerimaan dan dukungan publik. Sehingga, strategi yang memaksimalkan modal sosial dan memberdayakan masyarakat akan mendukung tercapainya target-target transisi.
Sementara, Direktur Geotermal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris Yahya pun sepakat bahwa keterlibatan masyarakat untuk pengembangan EBT sangat penting. Terlebih, Indonesia memiliki potensi EBT yang beragam.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: