Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Warisan Utang Jokowi, Beban atau Booster Kemajuan?

        Warisan Utang Jokowi, Beban atau Booster Kemajuan? Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Utang pemerintah yang tinggi akan menjadi konsentrasi presiden yang baru. Hal ini mengingat rasio atau jumlahnya yang terus melambung tinggi serta kekhawatiran akan kegagalan pengelolaan hal terkait untuk kemajuan dari Indonesia.

        Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza menyatakan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga masa pemerintahan saat ini seperti besar pasak dari tiang. Pihaknya mengingatkan banyaknya negara yang kaya namun gagal mengelola utangnya seperti Venezuela hingga Sri Langka.

        Baca Juga: Korbankan Anwar Usman hingga Ketua KPU, Aktivis Sebut Keserakahan Politik Jokowi Sudah Terlihat Sejak Periode Kedua

        “Venezuela mempunyai sumber daya minyak bumi yang memadai, tapi toh ternyata gagal dalam pengelolaan utang. Srilanka juga mengalami kegagalan dalam pengelolaan utang hingga harus menyerahkan Pelabuhan Hambatota ke China,” ungkapnya dalam diskusi dari "Masalah APBN, Utang dan Tax Ratio Rendah. PR Presiden Yang Akan Datang”, Senin (6/2).

        Indonesia dikhawatirkan akan bernasib serupa, beberapa peristiwa patut menjadi perhatian misalnya membengkaknya biaya pembangunan dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

        Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang berpotensi menjadi jaminan akan proyek tersebut dikhawatirkan berujung pengambilalihan aset oleh China.

        Namun utang tidak selalu menjadi hantu yang menakutkan, ia juga bisa menjadi sebuah kunci untuk membangun sebuah negara. Hal ini dibuktikan oleh pengelolaan utang secara cermat seperti yang dilakukan oleh Jepang, Korea Selatan dan China.

        Baca Juga: Revisi UU KPK hingga Akali Aturan MK, Jokowi Dinilai Rakus Kekuasaan Lebih dari Soeharto

        “Kuncinya adalah penegakan hukum yang kuat,, budaya malu untuk melakukan penyimpangan keuangan negara, dan pengendalian fiskal yang ketat terhadap utang,” jelas Hadi.

        Indonesia selama tujuh tahun terakhir menunjukkan tren kenaikan utang yang signifikan. Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi akan mewariskan utang setidaknya Rp8,041 Triliun. Tentu hal ini harus menjadi perhatian dari presiden selanjutnya.

        “Di awal masa kepemimpinan Jokowi, utang pemerintah baru sekitar Rp2.608 triliun. Namun, menjelang akhir masa jabatannya utang negara sudah naik 3 kali lipat menjadi Rp8.041 triliun pada Desember 2023. Bahkan kalau kita gabung dengan utang BUMN nilainya bisa saja mencapai Rp10 ribu triliun, inilah yang diwariskan oleh pemerintah Jokowi yang harus ditanggung pemerintah baru, siapa pun yang terpilih,” kata Handi.

        Baca Juga: Gejolak Sosial Politik Lebih Parah, Pengamat Minta Jokowi Hentikan Cawe-Cawe atau Paslon 02 Didiskualifikasi

        Ia mengatakan menanggung utang jumbo ini tak akan mudah. Karena APBN, terbebani setiap tahunnya untuk membayar pokok dan bunganya sebesar Rp 500 triliun.

        “Ini menjadi satu beban negara yang sangat besar sekali, apalagi belanja kita cuma di sekitar Rp3.000 triliun pada 2024, sekitar Rp500 triliun itu sudah kita belanjakan untuk membayar bunga utang,” urainya.

        Ia menyatakan, besarnya utang tersebut seharusnya dibarengi dengan kemampuan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan. Namun, sayangnya penerimaan negara terutama dari pajak masih stagnan selama bertahun-tahun.

        Dia mengatakan penerimaan negara pada 2014 berada di angka sekitar Rp1.500 triliun. Pada 2023, angka penerimaan itu meningkat menjadi Rp2.600 triliun.

        Baca Juga: Tegas! Civitas Akademik dan Alumni UIN Jakarta Desak Jokowi Fokus Urus Negara Bukan Hanya Kepentingan Keluarga dan Kelompok

        “Peningkatan penerimaan negara itu kalah jauh dari peningkatan utang pemerintah. Dalam 10 tahun terakhir terjadi kenaikan 100 persen penerimaan negara, tetapi peningkatan utang kita jauh lebih tinggi, hampir 400 persen,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Aldi Ginastiar
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: