Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KPU dan Bawaslu Diminta Wujudkan Azas Jurdil, Pemilu Harus Damai

        KPU dan Bawaslu Diminta Wujudkan Azas Jurdil, Pemilu Harus Damai Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejumlah tokoh nasional yang tergabung dalam Gerakan Penyelamat Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat mengakui risau dengan penyelenggaraan Pemilu 14 Februari ini. Mereka meminta KPU dan Bawaslu harus benar-benar mewujudkan azas jujur dan adil (jurdil) dalam pemilu.

        "Hentikan iklan pemilu damai, ganti itu dengan pemilu jurdil yang menghargai semua suara rakyat," kata Adhi Massardie, Jubir Gerakan Penyelamat Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, di NAM Center, Kemayoran. Jakarta, Jumat (9/2).

        Baca Juga: Klaim Dapat Suara Eks Menhan Jokowi, Timnas AMIN: Pikirannya Memihak Perubahan

        Sejumlah tokoh yang hadir dalam kesempatan itu seperti Bahtiar Chamsyah (mantan Mensos), Syahganda Nasional (Sabang Merauke Circle), Mayjen TNI (Purn) Soenarko (mantan Dankopasus), Ahmad Yani (lawyer), dan Prof. Hafidz Abbas (mantan Ketua Komnas HAM) menilai sejak awal penyelenggaraan Pemilu ini sudah diwarnai kecurangan dan pelanggaran etika akibat intervensi kekuasaan yang berlebihan untuk mendukung pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.

        Direktur Sabang Merauke Circle, Dr. Syahganda Nainggolan, bisa memahami keresahan yang disampaikan kalangan kampus, tokoh masyarakat sipil, dan tokoh-tokoh agama terkait pelaksanaan demokrasi di tanah air akhir-akhir ini.

        Ia menilai hal itu terjadi terutama karena sejak awal Presiden Jokowi menyatakan cawe-cawe dalam penyelenggaraan Pemilu. Langkah Presiden ini yang memicu langkah serupa oleh pejabat-pejabat pemerintah di berbagai level.

        "Seruan kita pada netralitas ini berlaku untuk semuanya, tetapi titik beratnya kepada presiden yang sejak awal menyatakan cawe-cawe," ungkap Syahganda.

        Baca Juga: Menyapa Warga Tulungagung, Anies: Inilah Wajah-wajah yang Tak Bisa Dibayar

        Kalau sejak awal presiden menyatakan netral dan seluruh pejabat tidak boleh berpihak, Syahganda meyakini semua pejabat termasuk Kepala BIN pasti tidak punya tendensi apapun. 

        "Kepala BIN itu anak buah Jokowi seperti juga Jaksa Agung atau Menkkumham. Jadi persoalannya di Presiden, jadi lihat teladannya saja dulu," tegas Syahganda menjawab wartawan.

        Lebih jauh Adhi Massardie mengakui kemungkinan terjadinya 'goro-goro' jika Pemilu tidak mencerminkan jurdil. Jika ini terjadi ia mengingatkan TNI dan Polri hanya bertugas mengamankan Presiden dan keluarganya bukan kekuasaannya.

        Baca Juga: Litbang DPP ini sebut Ganjar-Mahfud Menang Satu Putaran Raih 51,4 Persen

        "Tugas Undang-Undang memang mengamankan Presiden, tapi kekuasaan milik rakyat terserah apapun pilihan rakyat," kata Adhi Massardie.

        Mantan Jubir Presiden K.H. Abdurrahman Wahid itu menilai, hari-hari ini terjadi kerusakan demokrasi sebagaimana mana yang disampaikan para tokoh-tokoh bangsa, mulai dari kampus, civil siciety, hingga tokoh agama.

        "Presiden membunuh peradaban karena mengabaikan etika. Padahal Pemilu ini ujian calon-calon pemimpin nasional, dasarnya etika. Kita pilih pemimpin yang beretika, tetapi justru di sini etika dibunuh dengan mengorbankan MK dan KPU," papar Adhi Massardie 

        Baca Juga: Unit Bisnis Asian Agri, Hari Sawit Gelar Upacara Peringatan Bulan K3

        Apabila terjadi sengketa pemilu pun, lanjut Adhi, tidak mungkin mengadu ke MK yang semua anggotanya sudah divonis melanggar etika, demikian juga dengan KPU yang semua komisionernya divonis melanggar etika.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: