Limbah sampah yang ada di Jawa Barat masih menjadi permasalahan masyarakat.
Tim Masyarakat Peduli TPA Sarimukti yang juga Ketua Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara (PERBANUSA) Kota Cimahi, Wahyu Dharmawan mengatakan, peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 ini bukan hanya tentang persoalan sampah saja namun masih ada masalah besar lainnya terkait limbah dari sampah itu sendiri.
"Nah ini harus ditangani kenapa kalau tidak yang akan ketiban masalah adalah warga masyarakat," tegas Wahyu kepada wartawan usai mengikuti kegiatan seminar bertajuk 'Mengungkap Fakta Pengelolaan Sampah di TPS Sarimukti, Potret Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional' yang diinisiasi Perhimpunan Kelompok Pelestari Hutan (Poklan) dan berlangsung di Kota Bandung, Rabu (21/2/2024).
Wahyu, mengatakan pihaknya menyarankan untuk melakukan audit investigasi secara menyeluruh, baik untuk program Citarum Harum dan juga penanganan TPA Sarimukti.
"Tapi kita tahu setelah kita cek lebih dari 4 tahun terakhir tidak pernah ada kegiatan pengolahan kompos. Nah apalagi ada kebijakan dari KLHK yang kemudian di tindak lanjuti oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH)," katanya.
"Pelarangan sampah organik masuk TPK (Tempat Pengolahan Kompos), padahal izinnya untuk menangani sampah organik, justru yang anorganik dibiarkan masuk, ilegal justru kirim sampah organik, padahal izin legalnya untuk organik," sambungnya.
Menurutnya, jika pada akhirnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti ini ditutup, harus ada penanganan terus-menerus selama 20 tahun sejak ditutup sesuai dengan Undang-undang nomor 18 tahun 2008.
"Tantangan lainnya adalah UPTD PSTR selaku pengelola untuk di Bogor dan Legok Nangka harus dilihat bagaimana cara pelayanan publik bukan hanya untuk Sarimukti semata, tapi untuk TPAS yang ada," ungkapnya.
Dia menilai, kehadiran Legok Nangka untuk pengelolaan sampah Bandung Raya itu sangat penting. Hanya saja, hal yang telah dicanangkan sejak lama tersebut masih belum saja terealisasi.
"Dengan itu, audit investigasi menjadi sangat penting, baik untuk program Citarum Harum atau juga penggunaan layanan publik di Sarimukti, supaya kita tahu masalahnya dimana. Karena kami khawatir ini terjadi karena tindakan koruptif," tegasnya.
Adapun, Mantan Kepala BPLHD Jabar, Anang Sudarna mengatakan persoalan sampah merupakan tanggung jawab bersama. Mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, hingga Pemerintah Kabupaten/Kota.
Meskipun demikian, berdasarkan Undang-undang 18 2008 itu kan tanggung jawab pengelolaan sampah itu ada di bupati dan wali kota, kecuali pada wilayah yang pengelolaannya itu regional alias 2 atau lebih Kabupaten/Kota itu tanggung jawab provinsi seperti Sarimukti," kata Anang.
Berkaca dari sejarah longsornya gunungan sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi pada 21 Februari 2005, ia berharap pemerintah terus melakukan edukasi, memfasilitasi serta berkolaborasi dengan masyarakat sehingga sampah itu habis dikelola dari sumbernya.
"Ya kalaupun ada sisa ya residunya saja yang pergi dan dikelola di TPA. Residunya saja mungkin tidak lebih dari 30% ya, yang organik bisa kita bisa bikin kompos, bisa bikin magot bisa bikin berbagai jenis pupuk, bisa menciptakan lapangan pekerjaan itu," ungkapnya.
Untuk mencapai hal itu, Anang mengimbau agar pemerintah perlu melakukan bimbingan teknis atau pun penyuluhan yang dilakukan secara berkala hingga pada akhirnya masyarakat terampil dan bisa atau mau mengerjakan hal tersebut.
Baca Juga: Kemasan Sachet, Ancaman Serius Persoalan Sampah di Indonesia
Sementara terkait fasilitas dalam bentuk regulasi, ia menuturkan, perlu adanya fasilitas pengolahan sampah untuk organik dalam setiap RW.
"Lahannya ada di fasum sebuah perumahan, ya fasilitasilah infrastruktur pengolahannya dari anggaran pemerintah daerah atau bisa saja menggunakan dana CSR. Pemerintah kan punya otoritas mengatur itu," tegasnya.
Anang menambahkan, "Perusahaan juga punya kewajiban mengeluarkan CSR itu, bukan membebani perusahaan loh itu kewajiban sesuai undang-undang perseroan. Itu sangat besar jumlahnya, terutama dari perusahaan-perusahaan besar seperti perbankkan dan BUMN."
Bahkan, yang tak kalah penting adalah membangun kolaborasi antar kelompok-kelompok masyarakat melalui penyuluhan melalui bimbingan teknis.
"Sehingga terbentuk kelompok masyarakat yang di sebuah kawasan seperti di lingkungan RW sehingga bisa kerja sama," ujarnya.
Berkenaan dengan keberadaan TPA Sarimukti, ia menuturkan bahwa TPA tidak dirancang sebagai TPA yang permanen. Namun, TPA Sarimukti adalah TPA sementara pascatragedi longsor TPA Leuwigajah.
"Dulu saya sempat menangani itu, walaupun cuman satu setengah tahun, terlalu lambat. Kita berharap Pemprov Jabar mempercepat proses konstruksinya TPA Legok Nangka, karena lelangnya sudah. Walaupun saya cukup mengelus dada karena lelangnya sampai 5 tahun itu," jelasnya.
Anang menambahkan kemampuan pemerintah kota/kabupaten untuk membayar tipping fee menjadi persoalan saat ini.
"Oleh karena itu saya cenderung pengelolaan sampah dari sumber. Kalau memang ada residu yang harus dibuang di TPA itu sudah berbentuk residu yang berbentuk anorganik. Sehingga kualitas sampahnya memiliki kadar kalor yang lebih tinggi," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: