Pengamat politik sekaligus peneliti Exposit Strategic, Arif Susanto menilai anggapan yang menyebut hak angket DPR RI soal penyelenggaraan pemilu 2024 hanya akan membuat kegaduhan merupakan hal yang tidak tepat.
Hal ini ia sampaikan di diskusi media GIAD (Gerakan Indonesia Adil dan Demokratis) "Angket Pemilu: Rilis 30 Nama Anggota DPR Didorong Ajukan Hak Angket" pada Selasa (27/2/24).
Arif mengungkapkan angket bisa jadi ajang pembuktian mengenai dugaan bahkan tuduhan pemilu 2024 berjalan curang atau tidak.
“Saya ingin membalas anggapan yang mengatakan hak angket akan menambah kegaduhan politik, nggak, justru sebaliknya kalau tidak ada angket siapa pun punya hak untuk percaya pada isu dan desas-desus pemilu curang, salah satu cara penting supaya jelas untuk kita semua apakah pemilu curang atau tidak ya lewat angket. Saya ingin menegaskan angket salah satu cara untuk menyelesaikan kegaduhan politik supaya tidak seperti ini,” jelasnya.
Arif mengungkapkan hak angket DPR RI terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 harus dipandang bukan sebagai sikap partisan masing-masing kubu peserta pilpres.
Menurutnya, hak angket harus dipandang sebagai wadah menjawab berbagai persoalan berkaitan dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu yang berkaitan erat dengan mandat rakyat.
“Tolong pisahkan angket dengan persoalan menang kalah di pemilu, jadi angket itu bukan persoalan menang kalah, kalau menang kalah itu urusannya Anies, Prabowo, Ganjar dan tim mereka, tetapi isu angket harus diletakan sebagai isu non partisan karena di dalamnya ada upaya untuk menyelamatkan pemilu berintegritas. Semua kita punya kepentingan pemilu berintegritas,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo di acara yang sama mengungkapkan Hak Angket DPR RI terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 bukan untuk membatalkan hasil pemilihan yang sudah berjalan.
“Angket tidak bertujuan untuk mengubah hasil pemilu tapi kita ingin lihat bagaimana proses tahapan pemilu yang berlangsung,” ungkapnya.
Menurut Ari, Angket digunakan untuk mengetahui bagaimana proses tahapan pemilu berlangsung dan menjawab dugaan-dugaan kecurangan yang ada termasuk dugaan campur tangannya penguasa.
Momen hak angket ini menurut Ari bisa membuka lebar dan menjelaskan seterang mungkin anggapan dan dugaan yang selama ini berseliweran di masyarakat terhadap dugaan kecurangan
Ari mengungkapkan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan situasi sekarang dengan pelanggaran etik yang dilakukan salah satu hakimnya tidak bakal bisa menjawab hal-hal yang ingin dikuak tadi.
“Bagaimana niat pemilu sebagai estafet kekuasaan atau memang ada sebuah motif berkuasa memperpanjang kekuasaan, motif ini yang perlu kita telisik sehingga tidak cukup proses MK, apalagi MK sedang ‘sakit’. Semesta masalah yang jauh lebih besar dari itu dan itu memang bisa dibuka secara terang benderang dengan proses politik di DPR lewat hak angket,” jelasnya.
Baca Juga: Hak Angket Diperlukan? Pengamat Sebut Ada Persoalan Serius di Pemilu 2024
Sementara itu, Dosen Universitas Bung Karno, Faisal Chaniago mengatakan, hak angket berfungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif dan lembaga terkait. Sehingga tidak tepat jika dijadikan upaya untuk menggagalkan Pemilu.
“Hak angket berfungsi untuk mengawasi eksekutif dan lembaga terkait lain. Tidak bisa menggagalkan hasil pemilu. Ranah hukum kecurangan pemilu ada di Bawaslu dan MK,” katanya di Jakarta, Jumat (23/2).
Dia menjelaskan, apabila laporan sudah diterima Bawaslu, maka akan dilakukan penyelidikan. Bilamana ditemukan kecurangan, maka nantinya Bawaslu yang akan menentukan. Mulai dari Pemungutan Suara Ulang hingga Pemungutan Suara Lanjutan. “Soal keputusan kemenangan ada pada MK. MK yang punya domain soal ini,” tegasnya.
Mengenai wacana hak angket, Faisal menerangkan, merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak yang tidak bisa menerima kekalahan. Padahal saat ini masyarakat masih menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait perhitungan suara.
“Mereka tidak siap terima atas kekalahan. Mereka belum siap dalam berdemokrasi. Menang kalah dalam pemilu itu wajar. Kalau masyarakat siap. Yang tidak siap itu elit politik. Masyarakat akhirnya bisa bosan melihat tingkah laku elit yang tidak profesional,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait: