Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anis Byarwati meminta adanya perhatian khusus dari pemerintahan mendatang terkait dengan penerapan aturan kenaikan tarif dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Ia mengatakan, wacana tersebut bukanlah keputusan yang bijak terlebih di saat daya beli masyarakat belum pulih.
Baca Juga: Terima Aspirasi Puluhan Tenaga Kontrak Sopir, Ketua DPRD Klungkung Segera Perjuangkan ke Pusat
“Di saat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dan harga bahan pokok juga sedang tinggi apalagi menjelang Idulfitri ini, kemudian dikasih berita PPN mau naik rasanya memang wacana ini tidak pantas,” katanya dilansir Senin (1/4)
Lebih jauh, Anis menjelaskan bahwa PPN merupakan pajak yang dikenakan kepada konsumen akhir. Apabila terjadi kenaikan tarif PPN maka akan berpengaruh pada harga jual lantaran pajak ini umumnya dibebankan kepada pembeli oleh penjual. Hal ini dinilai akan membebani rakyat hingga bisa menekan daya beli masyarakat.
Kenaikan tarif PPN merupakan merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Termaktub pada BAB IV Pasal 7 yang menyatakan Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
- Sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
- Sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
Baca Juga: Masyarakat Disebut Akan Terdampak Imbas PPN Naik Jadi 12%
Adapun Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan satu-satunya fraksi yang menolak UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Pembicaraan Tingkat I maupun Pembicaraan Tingkat II di Paripurna.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar